Ketua DPRD Maluku, Lucky Wattimury mengatakan lembaga legislatif ini sejak awal telah memfasilitasi pemulangan ratusan mantan casis TNI-AD yang tidak lolos seleksi ke daerah asal, namun ditolak oleh pemerintah daerah mereka.

"Soal tuntunan pemulangan mantan Casis TNI-AD sudah diurus DPRD hingga detail, bahkan nama-nama mereka telah dibuat dalam satu daftar untuk disampaikan kepada Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 baik provinsi maupun kabupaten," katanya di Ambon, Selasa.

Menurut dia, DPRD provinsi juga telah bertemu mereka berulang kali, dan anggota legislatif asal dapil Kabupaten Kepulauan Tanimbar dan Kabupaten Maluku Barat Daya juga sudah mengambil sikap yang sangat luar biasa.

Termasuk di dalamnya melakukan koordinasi dengan berbagai pihak agar bagaimana caranya memulangkan mereka.

Langkah DPRD lainnya adalah mencari solusi transportasi untuk memulangkan mantan Casis TNI AD ini ke daerah asal, termasuk langkah koordinasi dijalin dengan Bupati.

"Persoalannya adalah pemerintah daerah setempat tidak mau menerima kehadiran mereka karena takut jika ada di antara yang kembali akan menyebarkan virus corona di daerah asal," ujar Lucky.

Sikap pemkab ini juga disampaikan langsung kepada teman-teman anggota DPRD provinsi asal dapil KKT dan MBD.

"Saya ingatkan pemulangan mereka ini bukan merupakan kewenangan Pemprov Maluku dan kalau situasinya membaik, pasti pemda akan menerima kepulangan mereka," tandas Wattimury.

Karena tidak berhasil dipulangkan, akhirnya para mantan casis TNI-AD yang gagal ini melakukan aksi demo sampai ke kediaman pribadi Gubernur Maluku, Murad Ismail  pada Jumat, (19/6), termasuk ada sejumlah mahasiswa yang mengusung nama OKP tertentu.

Lucky menegaskan, isu yang dihembuskan saat aksi unjuk rasa itu tidak relevan, apalagi yang berkaitan dengan transparansi anggaran penanganan COVID-19.

Dia mengemukakan, anggaran penanganan COVID-19 dilakukan berdasarkan surat keputusan bersama antara Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan.

Isi dari SK bersama dua menteri itu adalah untuk anggaran penanganan COVID-19 diambil dari belanja jasa dan belanja modal sekurang-kurangnya 50 persen dari APBD 2020.

Aturan itu juga mengatakan, hasil penyesuaian anggaran untuk penanganan COVID-19 itu, diberitahukan kepada pimpinan DPRD, dan akan dibicarakan para saat pembahasan APBD Perubahan tahun 2020. Jika tidak ada perubahan, maka dimasukan dalam laporan keuangan tahun 2020, dan itu baru dibicarakan pada tahun 2021.

Jadi seluruh mekanisme yang diatur dalam aturan perundang-undangan sudah dilewati dan jika disebutkan soal transparansi anggaran, maka mekanismenya sangat transparan.

"Kalau mereka tuntut transparansi anggaran penanganan COVID-19, saya hanya mengingatkan para pengunjuk rasa agar bisa membaca undang-undang yang berlaku sehingga tidak terjadi kesalahpahaman, dan DPRD berkewajiban melakukan pengawasan," kata Lucky.

Pewarta: Daniel Leonard

Editor : Lexy Sariwating


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2020