Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Wilayah Maluku dan Maluku Utara (Malut) mengimbau masyarakat yang memiliki sengketa pemberitaan dengan media massa untuk menyelesaikannya melalui mekanisme UU RI Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.
"Setiap pengaduan terhadap media massa bisa disampaikan kepada redaksi untuk memperoleh hak jawab dan koreksi," kata Ketua AMSI Maluku dan Malut, Hamdi Jempot dalam rilisnya yang diterima Antara, Rabu.
Menurut dia, jika penyelesaian ini dinilai belum memuaskan maka masyarakat bisa mengadu ke Dewan Pers untuk dicarikan solusi melalui mediasi.
Sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, Dewan Pers adalah lembaga negara yang berhak memberikan penilaian atas ada tidaknya pelanggaran kode etik jurnalistik serta memberikan sanksi kepada media massa.
Imbauan AMSI berkaitan dengan langkah Wagub Maluku Barnabas Nathaniel Orno melaporkan salah satu media online ke Polda Maluku atas pemberitaan di media tersebut.
"Laporan Wagub ini menambah panjang daftar pejabat negara dan masyarakat yang melaporkan media massa ke aparat kepolisian," ujarnya.
Menurut dia, langkah ini bertentangan dengan amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Pers tentu tidak luput dari kesalahan.
Namun UU Pers dibuat untuk memastikan koreksi bisa dilakukan dengan tetap menjunjung perlindungan terhadap kebebasan pers dan kesalahan jurnalistik tidak boleh berujung pada kekerasan atau pemidanaan terhadap wartawan.
"Dengan kebebasan pers yang kokoh, publik diuntungkan oleh adanya mekanisme check and balances untuk memastikan akuntabilitas pemerintah melayani kepentingan warga. Menyerang pers dan mengintimidasi wartawan hanya akan mencederai ekosistem informasi yang kredibel dan bebas serta merusak demokrasi," jelas Hamdi.
Untuk itu, AMSI Wilayah Maluku dan Malut menyatakan sikapnya mendesak pejabat pemerintah atau warga negara yang merasa dirugikan oleh pemberitaan media massa untuk menggunakan mekanisme penyelesaian yang diatur dalam UU Pers.
Caranya dengan mengirimkan permintaan hak jawab maupun koreksi ke media terkait, dan jika tidak mendapat respon yang diharapkan baru mengadukan masalahnya ke Dewan Pers.
Sejak era reformasi 1998, inilah mekanisme yang telah disepakati secara hukum untuk menyelesaikan sengketa pers tanpa mengganggu independensi media maupun kebebasan pers.
AMSI juga meminta Kepolisian Daerah Maluku menyelesaikan masalah laporan salah satu media online oleh Wagub lewat jalur sengketa pers sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers Pasal 15 ayat 2 (c).
Hamdi juga meminta Polda Maluku untuk berkoordinasi dengan Dewan Pers atas penanganan laporan Wagub.
Hal ini merujuk pada MoU Dewan Pers dan Mabes Polri Nomor 2/DP/MoU/II/2017 Nomor : B/15/II/2017 tentang koordinasi dalam perlindungan kemerdekaan pers dan penegakan hukum terkait penyalahgunaan profesi wartawan.
Dalam MoU ini disebutkan, aparat kepolisian apabila menerima pengaduan dugaan perselisihan/sengketa pers dengan masyarakat mengarahkan yang berselisih atau pengadu untuk melakukan langkah-langkah secara bertahap dan berjenjang, mulai dari menggunakan hak jawab, hak koreksi, hingga pengaduan ke Dewan Pers.
"Koordinasi aparat Kepolisian dengan Dewan Pers, karena Dewan Pers yang akan menilai dan menyimpulkan pemberitaan media tersebut tindak pidana atau pelanggaran kode etik jurnalistik," kata Hamdi.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2020
"Setiap pengaduan terhadap media massa bisa disampaikan kepada redaksi untuk memperoleh hak jawab dan koreksi," kata Ketua AMSI Maluku dan Malut, Hamdi Jempot dalam rilisnya yang diterima Antara, Rabu.
Menurut dia, jika penyelesaian ini dinilai belum memuaskan maka masyarakat bisa mengadu ke Dewan Pers untuk dicarikan solusi melalui mediasi.
Sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, Dewan Pers adalah lembaga negara yang berhak memberikan penilaian atas ada tidaknya pelanggaran kode etik jurnalistik serta memberikan sanksi kepada media massa.
Imbauan AMSI berkaitan dengan langkah Wagub Maluku Barnabas Nathaniel Orno melaporkan salah satu media online ke Polda Maluku atas pemberitaan di media tersebut.
"Laporan Wagub ini menambah panjang daftar pejabat negara dan masyarakat yang melaporkan media massa ke aparat kepolisian," ujarnya.
Menurut dia, langkah ini bertentangan dengan amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Pers tentu tidak luput dari kesalahan.
Namun UU Pers dibuat untuk memastikan koreksi bisa dilakukan dengan tetap menjunjung perlindungan terhadap kebebasan pers dan kesalahan jurnalistik tidak boleh berujung pada kekerasan atau pemidanaan terhadap wartawan.
"Dengan kebebasan pers yang kokoh, publik diuntungkan oleh adanya mekanisme check and balances untuk memastikan akuntabilitas pemerintah melayani kepentingan warga. Menyerang pers dan mengintimidasi wartawan hanya akan mencederai ekosistem informasi yang kredibel dan bebas serta merusak demokrasi," jelas Hamdi.
Untuk itu, AMSI Wilayah Maluku dan Malut menyatakan sikapnya mendesak pejabat pemerintah atau warga negara yang merasa dirugikan oleh pemberitaan media massa untuk menggunakan mekanisme penyelesaian yang diatur dalam UU Pers.
Caranya dengan mengirimkan permintaan hak jawab maupun koreksi ke media terkait, dan jika tidak mendapat respon yang diharapkan baru mengadukan masalahnya ke Dewan Pers.
Sejak era reformasi 1998, inilah mekanisme yang telah disepakati secara hukum untuk menyelesaikan sengketa pers tanpa mengganggu independensi media maupun kebebasan pers.
AMSI juga meminta Kepolisian Daerah Maluku menyelesaikan masalah laporan salah satu media online oleh Wagub lewat jalur sengketa pers sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers Pasal 15 ayat 2 (c).
Hamdi juga meminta Polda Maluku untuk berkoordinasi dengan Dewan Pers atas penanganan laporan Wagub.
Hal ini merujuk pada MoU Dewan Pers dan Mabes Polri Nomor 2/DP/MoU/II/2017 Nomor : B/15/II/2017 tentang koordinasi dalam perlindungan kemerdekaan pers dan penegakan hukum terkait penyalahgunaan profesi wartawan.
Dalam MoU ini disebutkan, aparat kepolisian apabila menerima pengaduan dugaan perselisihan/sengketa pers dengan masyarakat mengarahkan yang berselisih atau pengadu untuk melakukan langkah-langkah secara bertahap dan berjenjang, mulai dari menggunakan hak jawab, hak koreksi, hingga pengaduan ke Dewan Pers.
"Koordinasi aparat Kepolisian dengan Dewan Pers, karena Dewan Pers yang akan menilai dan menyimpulkan pemberitaan media tersebut tindak pidana atau pelanggaran kode etik jurnalistik," kata Hamdi.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2020