Koordinator Perguruan Tinggi Swasta wilayah XII Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat dinilai kurang proaktif melakukan pengawasan aktivitas sejumlah institut atau akademi yang membuka program kelas jauh secara ilegal. "Pembukaan program kelas jauh di kabupaten dan kota secara ilegal sangat merugikan, sehingga masyarakat diimbau teliti dalam memilih akademi maupun lembaga perguruan tinggi swasta," kata anggota komisi D DPRD Maluku Temy Oersipuny di Ambon, Kamis. Dia mencontohkan kasus pembukaan kelas jauh bidang kelautan yang dilakukan Institut Agama Kristen Oikumene Indonesia Timur (IAKO Intim) Ambon di Kabupaten Kepuluan Aru sejak beberapa waktu lalu tapi belakangan terancam ditutup. Sejumlah mahasiswa bahkan telah mendaftarkan diri dan melunasi biaya administrasi untuk mengikuti program studi ilmu kelautan kelas jauh. Padahal, tenaga dosen yang dilibatkan dalam program studi ini justru mengantongi sertifikasi kelautan yang diduga palsu sebab tidak terdaftar dalam website Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan. Menurut Oersipuny, peranan lembaga pendidikan tinggi swasta dalam membuka program belajar kelas jauh sebenarnya sangat positif membantu pemerintah untuk meningkatkan mutu dan kualitas sumber daya manusia (SDM). Namun dalam praktiknya menggunakan cara-cara kurang terpuji dan hanya bermodalkan sertifikasi kelautan palsu seperti di Kabupaten Kepulauan Aru. Ini tentunya akan berakibat buruk bagi perkembangan dunia pendidikan di Maluku. "Kurangnya pengawasan Kopertis juga terlihat dari penutupan empat program studi di Universitas Iqra Buru sejak 2009 lalu karena belum mendapat persetujuan Pemerintah Pusat, dan ujung-ujungnya ratusan mahasiswa dikorbankan," katanya. Empat bidang program studi Iqra Buru yang ditutup sampai menunggu hasil proses pengurusan ijin ke Kementerian Pendidikan Nasional adalah matematika, biologi, sastra dan Bahasa Indonesia serta Bahasa Inggris.

Pewarta:

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2010