Pendeta Elifas Tomix Maspaitella, di Ambon, Minggu,  ditahbiskan sebagai Ketua Majelis Pekerja Harian (MPH)  Sinode Gereja Protestan Maluku (GPM)  yang wilayah pelayanannya meliputi Provinsi Maluku dan Maluku Utara.

Ketua MPH Sinode GPM, periode 2015-2020, Pdt.  Ates J.S. Werinussa memimpin acara penahbisan Elifas Maspaitella sebagai pemimpin sinode periode 2020-2025 di Gereja Maranatha Ambon.

Dalam acara penahbisan yang disiarkan secara virtual, Ates mengatakan bahwa Majelis Pekerja Harian Sinode GPM periode lima tahun ke depan harus memperkuat komitmen dan misi GPM sebagai gereja "orang basudara".

"Sebagai gereja orang basudara GPM tetap menjadi bagian dari keluarga Allah dan mampu merangkul dan membangun kerja sama dengan sesama agama lain untuk mewujudkan kemaslahatan dan kesejahteraan di tengah-tengah dunia," katanya.

Elifas Maspaitella mengemukakan, seluruh komunitas pimpinannya melangkah menuju satu abad GPM pada tahun 2035 dengan mewujudkan pengharapan teologis yang lahir dari iman tentang penyertaan Tuhan atas sejarah dunia serta manusia dan alam semesta, termasuk sejarah GPM dan protestantisme di Indonesia yang pada 27 Februari 2021 memasuki 416 tahun.

Ia mengatakan bahwa GPM melewati tantangan-tantangan pada setiap masa dan telah melalui dinamika sosial, politik, ekonomi, dan teologi serta berbagai bencana.

"Bagi kami GPM tetap menjadi gereja yang empatik, peka, dan harus keluar dari eksklusivisme serta masuk ke dalam persoalan kemanusiaan yang riil. Hakekat kita sebagai keluarga Allah dan gereja 'orang basudara' sedang diuji," katanya.

Menurut Elifas, GPM bekerja untuk menjawab kebutuhan umat pada masa konflik sosial maupun dalam situasi bencana tanpa mempersoalkan perbedaan status sosial, denominasi gereja, bahkan agama dan teritori tempat tinggal.

Dalam perjalanan menuju usia satu abad pada tahun 2035, ia mengatakan, GPM mesti menjadi gereja yang mampu menyatukan, rela memberi dan berbagi, serta mampu  membangun kolaborasi lintas agama. 

"Kami terus berupaya menjadi gereja yang sadar bahwa dalam masyarakat plural dan marak terjadi ujaran kebencian serta normalisasi intoleransi, maka kekayaan kultural musti dijadikan fondasi etik dan poin retrospeksi yang kokoh bagi bangunan hidup 'orang basudara'," katanya.

Pewarta: Jimmy Ayal

Editor : Lexy Sariwating


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2021