Rokhis menuturkan perkembangan teknologi penginderaan jauh kini telah berkembang pesat.
Banyak data satelit yang spasial telah memiliki resolusi sangat tinggi, seperti rumah sudah bisa kelihatan dan bisa mendeteksi beberapa obyek penting yang dulunya hanya digunakan dengan foto udara.
"Melalui citra satelit kita sudah bisa mendeteksi daerah dengan resolusi spasial yang tinggi,” katanya.
Baca juga: BMKG: Cerah berawan dominasi cuaca di Indonesia hari ini
Baca juga: BMKG: Cerah berawan dominasi cuaca di Indonesia hari ini
Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa teknologi penginderaan jauh bisa mendeteksi bencana sebelum terjadi dengan melakukan sistem peringatan dini.
Teknologi penginderaan jauh juga dapat mendeteksi perubahan penutup lahan, melakukan pemetaan bahaya, dan kerentanan dari suatu wilayah terhadap bencana.
Bahkan, lokasi terjadinya bencana juga bisa terlihat melalui citra satelit. Kemudian dampaknya seperti apa, salah satu contoh adalah terkait dengan kebakaran lahan dan hutan.
Baca juga: BRIN: Minyak sawit paling memungkinkan diolah jadi energi
Baca juga: BRIN: Minyak sawit paling memungkinkan diolah jadi energi
"Setelah terjadinya bencana kita bisa melihat dampak dari bencana tersebut di mana lokasi-lokasi yang rusak dan sebagainya,” kata Rokhis.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat jumlah longsor di Indonesia sudah mencapai 183 kali kejadian terhitung sejak Januari hingga pertengahan April 2024.
Bencana longsor memiliki frekuensi paling tinggi dibandingkan bencana alam lainnya, seperti banjir, abrasi, angin puting beliung, maupun gempa bumi. Bahkan, selama 10 tahun terakhir bencana longsor juga tercatat sangat tinggi dengan jumlah mencapai 7.024 kali kejadian.
"Longsor merupakan bencana alam yang sangat penting untuk dikaji agar dampaknya bisa dikurangi di kemudian hari," pungkas Peneliti Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN Sukristiyanti.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: BRIN deteksi kerentanan longsor melalui citra satelit