Keceriaan terpancar dari wajah Iksan (6), saat merayakan Lebaran Idul Fitri dengan pakaian baru, sekaligus dimulainya tradisi tahun baru Doi Lebaran, yang selalu ditunggu-tunggu anak-anak di Ternate, Maluku Utara (Malut).
Iksan dan anak-anak lainnya di Ternate selalu menantikan tradisi tahun baru Doi Lebaran, karena tradisi yang berlangsung selama sepekan pascalebaran Idul Fitri itu menjadi momentum bagi anak-anak untuk mendapatkan uang dari bertamu ke rumah-rumah warga.
Anak pertama seorang sopir angkutan di Ternate itu berharap pada tradisi Doi Lebaran tahun ini bisa mendapatkan uang banyak, agar bisa membeli sepatu baru dan tas sekolah baru untuk dipakainya bersekolah pada tahun ajaran baru nanti.
Pada hari pertama tradisi tahun baru Doi, anak-anak di Ternate biasanya mengunjungi rumah keluarga dekat dan nanti pada hari kedua dan hari ketujuh baru bertamu ke rumah tetangga dan rumah kampung di sekitarnya.
Mereka biasanya bertamu dari rumah ke rumah secara bekelompok dan di setiap rumah yang mereka kunjungi mendapat uang dari si pemilik rumah mulai dari yang besarnya dari Rp1.000 hingga Rp10.000 per anak.
Seorang mahasiswa di Ternate, Yusuf, yang pada masa kecilnya juga selalu ambil bagian pada tradisi tahun baru doi tersebut, mengaku rumah milik pengusaha dan pejabat selalu menjadi target anak-anak untuk bertamu dalam tradisi tahun baru Doi.
Anak-anak yang bertamu di rumah milik pengusaha atau pejabat selalu pulang dengan wajah riang, karena biasanya mendapat uang dari si pemilik rumah minimal Rp20.000 per anak, bahkan jika bertepatan dengan pelaksanaan pilkada atau pemilu legislatif bisa mencapai Rp50.000 per anak.
Dalam sepekan pelaksanaan tradisi tahun baru Doi itu seorang anak yang rajin bertamu dari rumah ke rumah bisa mengumpulkan uang minimal Rp500 ribu, sehingga sangat membantu anak untuk membeli berbagai kebutuhan yang mungkin tidak bisa dipenuhi oleh orang tuanya.
Seorang tokoh masyarakat di Ternate, Abdul Halim mengatakan, warga Ternate menganggap tradisi tersebut yang sudah ada sejak zaman dulu itu, telah menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan Lebaran Idul Fitri di daerah ini.
Oleh karena itu, warga di daerah bekas pusat pemerintahan Kesultanan Ternate ini dalam setiap menghadapi perayaan Idul Fitri selalu mengalokasikan pula dana khusus untuk tahun baru Doi, yang biasanya dengan cara menukar uang rupiah pecahan kecil di Bank Indonesia atau bank umum lainnya di daerah ini.
Bank Indonesia Perwakilan Malut, selalu pula mendukung tradisi tersebut tersebut dengan menyiapkan uang rupiah dengan pecahan kecil setiap menjelang lebaran Idul Fitri, termasuk memberi kemudahan dalam penukarannya yang pada lebaran Idul Fitri tahun ini jumlahnya mencapai Rp14 miliar lebih.
Kepedulian Sosial
Seorang pemerhati sosial Malut, Muhammad Ikbal menilai tadisi tersebut perlu dilestarikan karena merupakan wujud dari kepedulian sosial warga untuk berbagi dengan orang lain khususnya anak-anak.
Tradisi tahun baru Doi tesebut juga dapat dimaknai sebagai kelanjutan atas bentuk kepedulian sosial lainnya yang telah dilakukan oleh umat muslim pada bulan Ramadhan yakni membayar zakat fitrah, sedekah, infak dan zakat-zakat lainnya.
Selain itu, tradisi tersebut bisa menjadi pendidikan sosial kepada anak-anak mengenai pentingnya berbagai kepada orang lain, sehingga ketika mereka besar nanti kebiasaan untuk berbagi itu menjadi bagian dalam kehidupan mereka.
Seorang janda di Ternate dengan anak lima, Syahran menuturkan tradisi Doi Lebaran tersebut menjadi media penolong bagi anak-anaknya untuk memenuhi berbagai kebutuhan yang tidak bisa ia penuhi.
Setiap tahun, kelima anaknya bisa mendapatkan uang dari bertamu ke rumah warga masing-masing sebesar Rp500 ribu, sehingga untuk berbagai kebutuhan mereka seperti sepatu sekolah, pakaian sekolah dan buku bisa dibeli sendiri dari uang itu.
Bahkan, sebagian dari uang yang diperoleh anak-anaknya diberikan kepadanya untuk tambahan membeli kebutuhan hidup sehari-hari seperti beras serta membeli peralatan kerajinan batu bacan.
Seorang pengamat ekonomi di Ternate, Mahmud menilai tradisi tersebut memiliki kontribusi untuk menghidupkan kegiatan ekonomi di daerah ini, karena banyaknya uang yang beredar dalam proses tradisi itu.
Anak-anak yang mendapatkan uang dari tradisi tersebut pasti membelanjakannya, misalnya membeli kebutuhan sekolah atau barang konsumtif lainnya, sehingga akan terjadi perputaran uang yang pada gilirannya akan mendorong tumbuhnya aktivitas ekonomi.
Apalagi uang yang beredar dalam tradisi tersebut cukup besar, yakni sesuai data penukaran uang pecahan kecil yang dilakukan masyarakat Ternate di Bank Indonesia Perwakilan Malut pada Lebaran Idul Fitri tahun ini mencapai Rp14 miliar lebih.
Tidak ada referensi yang menjelaskan mengapa tradisi tersebut diberi nama tahun baru Doi Lebaran, namun sesuai penuturan sejumlah tokoh masyarakat di daerah ini diduga mengadopsi istilah tradisi angpao yang biasa dibagikan warga Tionghoa pada setiap tahun baru Imlek.