Ambon (ANTARA) - Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Masyarakat Desa (DP3AMD) Kota Ambon menyebut kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan rudapaksa atau persetubuhan anak di bawah umur masih mendominasi di Kota Ambon selama tahun 2024.
"Sepanjang tahun 2024 terdata kasus kekerasan anak didominasi rudapaksa atau persetubuhan anak di bawah umur sebanyak 27 kasus," kata Kepala DP3AMD Kota Ambon, Meggy Lekatompessy, di Ambon, Rabu.
Ia mengatakan, kasus kekerasan yang dialami anak terjadi di rumah sendiri, fasilitas umum, lembaga pendidikan, dan di lingkungan sekitar.
Kebanyakan pelaku merupakan orang yang seharusnya melindungi anak seperti orang tua kandung, paman, bapak atau ibu tiri, paman, tetangga dan lainnya.
Ia menyatakan, pihaknya berproses melakukan penyelesaian kasus kekerasan anak dan perempuan didampingi dinas, P2TP2A, dan sejumlah LSM yang menjamin keselamatan dan kerahasiaan identitas korban.
“Kami berupaya melakukan pendampingan kasus kekerasan anak, penanganan korban disesuaikan dengan kebutuhan dan ketentuan peraturan yang ada,“ katanya.
Sementara kasus perempuan dan KDRT sebanyak 25 kasus, kekerasan terhadap perempuan 11 kasus, perzinahan lima kasus, pemerkosaan empat kasus, cabul dewasa tiga kasus, serta ITE, perebutan hak asuh dan pencemaran nama baik masing-masing satu kasus.
Kasus kekerasan terhadap anak di Ambon meliputi setubuh anak, cabul, penelantaran anak, kekerasan bersama, eksploitasi anak, dan perebutan hak asuh anak.
Ia menambahkan, dari banyaknya kasus kekerasan anak dan perempuan yang dilaporkan menunjukkan bahwa keluarga, sekolah, dan masyarakat belum mampu memberikan perlindungan yang memadai terhadap anak.
“Tindakan kekerasan anak dilakukan oleh orang sekitar yang mestinya menjadi pelindung, sehingga masuk pada situasi yang berbahaya,” ujarnya.
Ia berharap seluruh pemangku kepentingan di Ambon dapat berperan untuk memberikan porsi yang lebih, minimal hak-hak anak dapat terpenuhi sehingga tidak menjadi korban kekerasan.