Ambon, 30/6 (Antara Maluku) - Jemaah Masjid kuno Wapauwe di Desa Kaitetu, Kabupaten Maluku Tengah memperingati berakhirnya Lailatul Qadar (malam ketetapan) dengan membangun gapura hias di depan pintu masuk pagar.
Gapura hias berwarna kuning menyala dengan kaligrafi bertuliskan Allah dan Muhammad di atasnya itu dibangun oleh 12 penghulu Masjid Wapauwe dan masyarakat setempat.
"Gapura yang kami bangun ini menandai kegembiraan kami karena ini adalah malam yang mustajab dan penting selama Ramadhan, malam turunnya Alquran jadi kita harus menyambutnya dengan suka cita, ini juga menandai akan berakhirnya puasa dan semakin dekatnya hari kemenangan," kata penghulu Masjid Wapauwe, Jafar Lain, di Kaitetu, Kamis.
Ia mengatakan gapura hias tersebut baru akan dilepaskan dari pintu masuk pagar masjid setelah 7 Syawal atau hari ketujuh Idul Fitri nanti.
Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, selain membangun gapura hias, Masjid Wapauwe juga menjalankan tradisi menerima sedekah ketupat dari masyarakat setempat sebagai bentuk ucapan terima kasih atas doa tolak bala yang dibacakan oleh 12 orang penghulu masjid.
Jumlah ketupat yang disedahkan oleh masyarakat ke masjid dihitung berdasarkan jumlah anggota keluarga, termasuk bangunan rumah yang ditempati oleh tiap keluarga.
Tradisi yang telah ada sejak zaman leluhur masyarakat Kaitetu ini, juga menjadi cara sederhana untuk menghitung jumlah penduduk yang ada.
Berbeda dengan masyarakat yang menyedahkan ketupat ke masjid, maka raja dan keluarganya memberikan hasil bumi, seperti singkong, talas, pisang dan lainnya.
"Sebagai balasan dari sedekah masyarakat, para penghulu masjid akan mendoakan mereka agar diberikan kesehatan dan keselamatan oleh para penghulu masjid sehingga bisa kembali melaksanakan ibadah puasa pada Ramadhan berikutnya karenanya dari sejumlah ketupat yang disedekahkan salah satu dikembalikan lagi kepada masing-masing keluarga untuk dimakan, kemudian bungkusnya digantung di tiang utama rumah sebagai perlambang dari doa tolak bala," ujar Jafar.
Masjid Wapauwe merupakan masjid tertua di Maluku yang dibangun oleh Perdana Jamilu dan Orang Kaya Alahahulu di Gunung Wawane pada 1414 Masehi, tapi kemudian dipindahkan oleh Imam Rijali ke Tehala yang berada enam kilometer sebelah timur dari puncak Gunung Wawane, pada 1614.
Berdasarkan tradisi tutur masyarakat setempat, setelah mereka dipindahkan dari pemukiman lama di Gunung Wawane ke wilayah yang sekarang oleh pemerintah kolonial Belanda dengan alasan kebijakan pasifikasi, bangunan peribadatan itu juga turun secara ajaib ke tempat yang sekarang pada 1664 Masehi.
Kendati telah lama berdiri, Masjid Wapauwe masih mempertahankan ciri arsitektur bangunan peribadatan tradisional Islam awal di Maluku, dibangun tanpa menggunakan pasak, dan beratap daun sagu.
Jemaah Masjid Wapauwe Peringati Lailatul Qadar
Kamis, 30 Juni 2016 22:07 WIB