Kepala Desa Tawiri, Kecamatan Teluk Ambon, bersama dua anggota saniri (lembaga adat) dan mantan raja (kepala desa), ditetapkan oleh Kejati Maluku sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembebasan lahan untuk pembangunan dermaga dan sarana Lantamal IX Ambon.

"Penyidik telah menetapkan raja (kades), mantan raja dan dua anggota saniri sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan Pendapatan Asli Negeri setempat yang bersumber dari hasil pembebasan lahan milik negeri," kata Kasie Penkum dan Humas Kejati Maluku, Wahyudi Kareba di Ambon, Jumat.

Mereka yang sudah ditetapkan sebagai tersangka adalah JNT (Kades), JST (mantan Kades), bersama JRT dam JRS selaku anggota saniri.

Baca juga: Polres Maluku Tengah limpahkan berkas korupsi ADD dan DD ke jaksa

Proses pembebasan lahan tersebut terjadi pada tahun 2015 yang telah digunakan untuk pembangunan Dermaga dan Sarana/Prasarana Lantamal IX Ambon, sementara penetapan empat tersangka dilakukan setelah penyidik Kejati Maluku mengantongi sejumlah bukti dan hasil audit kerugian negara sebesar Rp3,8 miliar.

Berdasarkan alat bukti dan keterangan sejumlah saksi maka empat tersangka ini dinilai yang paling bertanggungjawab atas penyimpangan yang terjadi.  

"Kasus ini terungkap setelah salah satu staf saniri melaporkan adanya indikasi penyimpangan dana hasil penjualan tanah milik desa sehingga laporan ini ditindaklanjuti dengan memeriksa sejumlah saksi, termasuk raja Tawiri, Jacob N Tuhuleruw dan stafnya," ujar Wahyudi.

Dugaan penyimpangan tersebut diperkirakan terjadi antara tahun 2016 dan 2017.

Baca juga: Kejari Buru tangani dugaan korupsi pengadaan lampu jalan, hukum ditegakkan

Untuk memuluskan proses pembebasan lahan maka Kades diduga nekat mengesampingkan aturan dengan menunjuk staf dan juga orang dekatnya di bagian Kaur Umum Negeri Tawiri berinisial SR untuk membuat dokumen pembebasan lahan yang dananya bersumber dari APBN.

Padahal sesuai mekanisme, tugas tersebut harus dilakukan oleh Sekretaris Negeri Tawiri inisial DH yang masih aktif.

Selain itu, kesimpangsiuran pembayaran lahan juga menimpa JS sebagai salah satu pemilik 11 objek lahan yang ikut dikapling untuk pembangunan dermaga dan sarana pendukung milik TNI AL.

Pemerintahan desa hingga kini baru membayar lima objek lahan dengan dana Rp1,1 miliar, padahal seharusnya dilakukan pembayaran sebesar RpRp3,6 miliar untuk lima objek lahan dimaksud.

Baca juga: Waduh, selama enam bulan 3 kades ditangkap akibat korupsi dana desa

Pewarta: Daniel Leonard

Editor : Febrianto Budi Anggoro


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2021