Pria bersepatu bot plastik itu berteriak lantang seperti menggoda perempuan: "Manis..Manis..Kemari, manis".
Tapi itu bukan teriakan lelaki hidung belang, melainkan cara Bupati Kepulauan Tanimbar Petrus Fatlolon untuk memanggil hewan peliharaannya, yaitu sapi. Dan benar saja, dari kejauhan enam ekor sapi terlihat serampak menoleh dan menghampiri majikannya. Mereka sangat jinak karena setiap sore selalu diajak bicara layaknya manusia.
"Saya namakan semua sapi saya Manis. Saya selalu ajak bicara karena saya percaya binatang punya insting dan perasaan juga," kata Petrus kepada ANTARA di Saumlaki, Kabupaten Kepulauan Tanimbar pada Agustus 2021.
Hari menjelang petang ketika Petrus Fatlolon sedang mengumpulkan makanan ternak sapi, sambil menanti panen wortel perdana di kebunnya yang luasnya sekira delapan hektare diseberang Jalan Trans Yamdena.
Tak jauh dari situ, terdengar suara para perempuan paruh baya sesekali tertawa penuh kegirangan. Ada Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Joice Fatlolon bersama sejumlah anggotanya yang akan membantu panen.
Panen wortel akan dimulai ketika rombongan wakil uskup wilayah Kepulauan Tanimbar dan Maluku Barat Daya tiba, ujar Pak Pice sapaan akrab bupati. Wajah Pak Pice nampak senang melihat tanaman dan ternaknya tumbuh subur.
Selama ini bagi warga Tanimbar, bertani dengan hasil bagus seakan jadi kemuskilan. Cuaca di daerah terluar Provinsi Maluku itu terkenal panas dan curah hujan sedikit.
Data BPS untuk Kabupaten Tanimbar, jumlah hari hujan di daerah itu bisa hanya enam sampai delapan hari dalam sebulan. Kekeringan jadi ancaman untuk sektor pertanian daerah itu pada bulan Agustus hingga November.
Akibatnya, hampir seluruh pasokan bahan pangan dan sayuran terpaksa bergantung dari Surabaya, Makassar dan Ambon, sehingga harganya sangat mahal. Untuk satu wortel saja, di Saumlaki Ibukota Tanimbar, harganya bisa sampai Rp20 ribu. Sedangkan wortel lokal yang kurus-kurus karena kurang air harganya sebuah Rp5.000.
Baca juga: Laut Arafuru pun diarungi demi mengemban misi vaksinasi di pulau terluar
Berkah di Balik Pandemi
Pandemi COVID-19 di satu sisi memang menyulitkan, namun bagi Pak Pice ada berkah dibaliknya karena ia bisa fokus berkebun. Kebun itu sebelumnya adalah lahan tidur yang dibelinya pada 2007 sebelum jadi bupati, dan sejak pandemi mulai tahun 2020 Pak Pice turun langsung mengolahnya bersama Sang Istri, Mama Joice.
"Di masa pandemi ini kita punya waktu luang. Di sore hari saya pasti akan datang ke kebun bersama istri dan keluarga. Tidak perlu cari saya kemana-mana, sore saya pasti ada di kebun," tuturnya.
Di lahan itu Pak Pice membuktikan bahwa bertani dengan serius di Tanimbar pasti akan membuahkan hasil yang optimal. Lahan tidur itu pun kini jadi kebun pertanian organik, peternakan sapi, sejumlah kandang besar untuk ternakan ayam, dan enam kolam yang luas untuk pembibitan ikan air tawar jenis lele dan nila.
Pohon katuk ditanam seakan jadi pagar hidup di muka rumah singgah di kebun itu. Di dekat sana ada tanaman wortel yang siap panen, dan barisan tanaman nenas yang mencapai 600 pohon dan tanaman kangkung yang tumbuh subur, belum lagi sebanyak 800 pohon buah naga, pohon alpukat, mangga, jeruk, pepaya California, serta areal yang telah ditanami bawang merah, tomat dan cabai.
Ia mengatakan sejak tiga bulan yang lalu memutuskan untuk menanam wortel. Hasil panennya terbilang sukses karena ukuran wortel yang besar dan gemuk menyamai wortel impor. Kurang lebih ada tiga bedeng yang dipanen saat itu yang hasilnya ada setumpuk besar wortel. Pak Petrus dan Mama Joice mempersilakan semua pengunjung yang ikut panen untuk membawa wortel sebanyak-banyaknya.
"Ini baru uji coba. Ada enam bedeng dengan ukuran panjang masing-masing 40 meter dan ternyata hasilnya sangat memuaskan. Kebutuhan wortel di daerah ini sangat tinggi, sementara kalau kita lihat wortel lokal hasil pertanian masyarakat masih sangat terbatas bahkan kalau pun ada, ukurannya sangat kecil sehingga tidak menarik apabila dijual di pasar," katanya.
Baca juga: Kisah inspiratif, bocah belia berkurban dengan uang tabungan selama tiga tahun sejak TK
Ia mengatakan dalam mengolah kebun itu turut mengajak warga setempat dan mereka mendapat pendampingan dari penyuluh Dinas Pertanian Tanimbar. Tujuannya agar warga bisa serius belajar bertani dan mengolah lahan. Sejak berkebun di situ, Pak Pice juga mengajak Orang Muda Katolik (OMK) dari Desa Ilngei untuk membentuk kelompok tani dan mengolah lahan itu.
"Saya bantu berikan bibit, dan fasilitas lain kemudian mereka menanam sayur-sayuran. Jika sudah dipanen, mereka jual dan hasilnya mereka bagi untuk kebutuhan sehari-hari. Kalau kami butuhkan untuk kebutuhan di kediaman, biasanya kami beli dari mereka," katanya seraya menambahkan beberapa kali mengumpulkan hasil kebunnya untuk para janda dan lansia.
Mantan pimpinan DPRD Kota Sorong, Papua Barat ini mengatakan, dirinya sudah terbiasa berkebun. Dimana saja tempat tinggalnya, selalu ada kebun miliknya dengan ragam tanaman. Pria kelahiran 16 Agustus 1967 itu adalah anak petani yang sejak kecil selalu berkebun bersama kedua orangtuanya.
"Saya kan anak petani, orang tua saya berasal dari Meyano. Jadi saya bukan baru belajar berkebun. Saya sudah terbiasa berkebun," katanya.
Bupati Petrus berharap pada masa pandemi bisa memotivasi masyarakatnya untuk terus bersemangat untuk bertani sehingga menghasilkan pangan lokal untuk menjaga ketahanan pangan di Tanimbar.
Ia mengatakan dahulu Tanimbar pernah terkenal dengan hasil pertanian bawang merah yang hasilnya sering dijual sampai ke Ambon. Namun, masyarakat kurang tekun untuk mengembangkannya sehingga kini bawang merah Tanimbar sulit didapatkan.
Baca juga: Kisah inspiratif, perjuangan pedagang sayur dan jamu keliling luluskan anak jadi sarjana
Selain itu, ia juga berharap agar para aparatur sipil negara di lingkungan Pemkab Kepulauan Tanimbar bisa turun langsung berkebun agar tak hanya mengimbau, tetapi menjadi contoh untuk menjaga ketahanan pangan.
"Mari kita bercocok tanam secara serius, tekun dan profesional. Jangan mudah menyerah. Buktinya saya yang begitu sibuk sebagai bupati, bisa tanam wortel dan saat ini kita bisa panen bersama," ujarnya.
Wakil Uskup wilayah Kepulauan Tanimbar dan Maluku Barat Daya, Pastor Simon Petrus Matruty yang hadir dalam panen perdana wortel, mengaku bangga dan terinspirasi dari sosok Bupati Petrus Fatlolon yang sangat merakyat ini. Menurutnya, Petrus telah menunjukkan jati diri sebagai orang Tanimbar, dan benar-benar bekerja dengan kerja nyata.
"Sebagai pemimpin, kita harus memberi contoh dan teladan. Kita tak hanya banyak bicara tetapi harus menjadi contoh dan teladan," kata Pastor Simon.
Ia menilai apa yang ditunjukan Bupati Petrus akan menjadi semangat bagi para petani di Tanimbar untuk terus bekerja keras tanpa menunggu musim hujan untuk bercocok tanam, melainkan menggunakan berbagai cara untuk meningkatkan hasil pertanian.
"Kerja nyata Bupati Petrus ini hendaknya menjadi sumber inspirasi bagi para petani di Kabupaten Kepulauan Tanimbar. Tanah kita subur untuk ditanami berbagai jenis tanaman, termasuk wortel. Tentunya butuh perhatian dan teknik pengolaan lahan yang baik agar hasil panen juga memuaskan, tidak hanya sekadar menanam saja tetapi juga harus dirawat," ujarnya.
Menjadi pemimpin memang bukan hanya berada di belakang meja saja, tetapi semestinya menjadi contoh dan teladan bagi banyak orang. Itu yang dibutuhkan orang Kepulauan Tanimbar.
Baca juga: Desa di pulau terluar Kepulauan Tanimbar juarai lomba desa se-Maluku, mampu bersaing
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2021
Tapi itu bukan teriakan lelaki hidung belang, melainkan cara Bupati Kepulauan Tanimbar Petrus Fatlolon untuk memanggil hewan peliharaannya, yaitu sapi. Dan benar saja, dari kejauhan enam ekor sapi terlihat serampak menoleh dan menghampiri majikannya. Mereka sangat jinak karena setiap sore selalu diajak bicara layaknya manusia.
"Saya namakan semua sapi saya Manis. Saya selalu ajak bicara karena saya percaya binatang punya insting dan perasaan juga," kata Petrus kepada ANTARA di Saumlaki, Kabupaten Kepulauan Tanimbar pada Agustus 2021.
Hari menjelang petang ketika Petrus Fatlolon sedang mengumpulkan makanan ternak sapi, sambil menanti panen wortel perdana di kebunnya yang luasnya sekira delapan hektare diseberang Jalan Trans Yamdena.
Tak jauh dari situ, terdengar suara para perempuan paruh baya sesekali tertawa penuh kegirangan. Ada Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Joice Fatlolon bersama sejumlah anggotanya yang akan membantu panen.
Panen wortel akan dimulai ketika rombongan wakil uskup wilayah Kepulauan Tanimbar dan Maluku Barat Daya tiba, ujar Pak Pice sapaan akrab bupati. Wajah Pak Pice nampak senang melihat tanaman dan ternaknya tumbuh subur.
Selama ini bagi warga Tanimbar, bertani dengan hasil bagus seakan jadi kemuskilan. Cuaca di daerah terluar Provinsi Maluku itu terkenal panas dan curah hujan sedikit.
Data BPS untuk Kabupaten Tanimbar, jumlah hari hujan di daerah itu bisa hanya enam sampai delapan hari dalam sebulan. Kekeringan jadi ancaman untuk sektor pertanian daerah itu pada bulan Agustus hingga November.
Akibatnya, hampir seluruh pasokan bahan pangan dan sayuran terpaksa bergantung dari Surabaya, Makassar dan Ambon, sehingga harganya sangat mahal. Untuk satu wortel saja, di Saumlaki Ibukota Tanimbar, harganya bisa sampai Rp20 ribu. Sedangkan wortel lokal yang kurus-kurus karena kurang air harganya sebuah Rp5.000.
Baca juga: Laut Arafuru pun diarungi demi mengemban misi vaksinasi di pulau terluar
Berkah di Balik Pandemi
Pandemi COVID-19 di satu sisi memang menyulitkan, namun bagi Pak Pice ada berkah dibaliknya karena ia bisa fokus berkebun. Kebun itu sebelumnya adalah lahan tidur yang dibelinya pada 2007 sebelum jadi bupati, dan sejak pandemi mulai tahun 2020 Pak Pice turun langsung mengolahnya bersama Sang Istri, Mama Joice.
"Di masa pandemi ini kita punya waktu luang. Di sore hari saya pasti akan datang ke kebun bersama istri dan keluarga. Tidak perlu cari saya kemana-mana, sore saya pasti ada di kebun," tuturnya.
Di lahan itu Pak Pice membuktikan bahwa bertani dengan serius di Tanimbar pasti akan membuahkan hasil yang optimal. Lahan tidur itu pun kini jadi kebun pertanian organik, peternakan sapi, sejumlah kandang besar untuk ternakan ayam, dan enam kolam yang luas untuk pembibitan ikan air tawar jenis lele dan nila.
Pohon katuk ditanam seakan jadi pagar hidup di muka rumah singgah di kebun itu. Di dekat sana ada tanaman wortel yang siap panen, dan barisan tanaman nenas yang mencapai 600 pohon dan tanaman kangkung yang tumbuh subur, belum lagi sebanyak 800 pohon buah naga, pohon alpukat, mangga, jeruk, pepaya California, serta areal yang telah ditanami bawang merah, tomat dan cabai.
Ia mengatakan sejak tiga bulan yang lalu memutuskan untuk menanam wortel. Hasil panennya terbilang sukses karena ukuran wortel yang besar dan gemuk menyamai wortel impor. Kurang lebih ada tiga bedeng yang dipanen saat itu yang hasilnya ada setumpuk besar wortel. Pak Petrus dan Mama Joice mempersilakan semua pengunjung yang ikut panen untuk membawa wortel sebanyak-banyaknya.
"Ini baru uji coba. Ada enam bedeng dengan ukuran panjang masing-masing 40 meter dan ternyata hasilnya sangat memuaskan. Kebutuhan wortel di daerah ini sangat tinggi, sementara kalau kita lihat wortel lokal hasil pertanian masyarakat masih sangat terbatas bahkan kalau pun ada, ukurannya sangat kecil sehingga tidak menarik apabila dijual di pasar," katanya.
Baca juga: Kisah inspiratif, bocah belia berkurban dengan uang tabungan selama tiga tahun sejak TK
Ia mengatakan dalam mengolah kebun itu turut mengajak warga setempat dan mereka mendapat pendampingan dari penyuluh Dinas Pertanian Tanimbar. Tujuannya agar warga bisa serius belajar bertani dan mengolah lahan. Sejak berkebun di situ, Pak Pice juga mengajak Orang Muda Katolik (OMK) dari Desa Ilngei untuk membentuk kelompok tani dan mengolah lahan itu.
"Saya bantu berikan bibit, dan fasilitas lain kemudian mereka menanam sayur-sayuran. Jika sudah dipanen, mereka jual dan hasilnya mereka bagi untuk kebutuhan sehari-hari. Kalau kami butuhkan untuk kebutuhan di kediaman, biasanya kami beli dari mereka," katanya seraya menambahkan beberapa kali mengumpulkan hasil kebunnya untuk para janda dan lansia.
Mantan pimpinan DPRD Kota Sorong, Papua Barat ini mengatakan, dirinya sudah terbiasa berkebun. Dimana saja tempat tinggalnya, selalu ada kebun miliknya dengan ragam tanaman. Pria kelahiran 16 Agustus 1967 itu adalah anak petani yang sejak kecil selalu berkebun bersama kedua orangtuanya.
"Saya kan anak petani, orang tua saya berasal dari Meyano. Jadi saya bukan baru belajar berkebun. Saya sudah terbiasa berkebun," katanya.
Bupati Petrus berharap pada masa pandemi bisa memotivasi masyarakatnya untuk terus bersemangat untuk bertani sehingga menghasilkan pangan lokal untuk menjaga ketahanan pangan di Tanimbar.
Ia mengatakan dahulu Tanimbar pernah terkenal dengan hasil pertanian bawang merah yang hasilnya sering dijual sampai ke Ambon. Namun, masyarakat kurang tekun untuk mengembangkannya sehingga kini bawang merah Tanimbar sulit didapatkan.
Baca juga: Kisah inspiratif, perjuangan pedagang sayur dan jamu keliling luluskan anak jadi sarjana
Selain itu, ia juga berharap agar para aparatur sipil negara di lingkungan Pemkab Kepulauan Tanimbar bisa turun langsung berkebun agar tak hanya mengimbau, tetapi menjadi contoh untuk menjaga ketahanan pangan.
"Mari kita bercocok tanam secara serius, tekun dan profesional. Jangan mudah menyerah. Buktinya saya yang begitu sibuk sebagai bupati, bisa tanam wortel dan saat ini kita bisa panen bersama," ujarnya.
Wakil Uskup wilayah Kepulauan Tanimbar dan Maluku Barat Daya, Pastor Simon Petrus Matruty yang hadir dalam panen perdana wortel, mengaku bangga dan terinspirasi dari sosok Bupati Petrus Fatlolon yang sangat merakyat ini. Menurutnya, Petrus telah menunjukkan jati diri sebagai orang Tanimbar, dan benar-benar bekerja dengan kerja nyata.
"Sebagai pemimpin, kita harus memberi contoh dan teladan. Kita tak hanya banyak bicara tetapi harus menjadi contoh dan teladan," kata Pastor Simon.
Ia menilai apa yang ditunjukan Bupati Petrus akan menjadi semangat bagi para petani di Tanimbar untuk terus bekerja keras tanpa menunggu musim hujan untuk bercocok tanam, melainkan menggunakan berbagai cara untuk meningkatkan hasil pertanian.
"Kerja nyata Bupati Petrus ini hendaknya menjadi sumber inspirasi bagi para petani di Kabupaten Kepulauan Tanimbar. Tanah kita subur untuk ditanami berbagai jenis tanaman, termasuk wortel. Tentunya butuh perhatian dan teknik pengolaan lahan yang baik agar hasil panen juga memuaskan, tidak hanya sekadar menanam saja tetapi juga harus dirawat," ujarnya.
Menjadi pemimpin memang bukan hanya berada di belakang meja saja, tetapi semestinya menjadi contoh dan teladan bagi banyak orang. Itu yang dibutuhkan orang Kepulauan Tanimbar.
Baca juga: Desa di pulau terluar Kepulauan Tanimbar juarai lomba desa se-Maluku, mampu bersaing
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2021