Ambon (ANTARA) - Biro Pengelola Perbatasan (BPP) Provinsi Maluku menyatakan kesulitan dalam melaksanakan proses pengawasan di daerah perbatasan akibat keterbatasan dana.
"Kalau ada berbagai pernyataan yang menganggap kami tidak maksimal dalam melakukan pengawasan, itu karena anggarannya minim," kata Kepala BPP Maluku, Poppy Bachmid di Ambon, Jumat.
Untuk tahun anggaran 2020, BPP hanya memiliki lima program dan tiga kegiatan yang hanya bisa dijalankan.
Penjelasan tersebut disampaikan Kepala BPP dalam rapat kerja dengan Komisi I DPRD Maluku dipimpin Amir Rumra dalam rangka membicarakan dan menindaklanjuti hasil penyampaian aspirasi ke Kementerian Komunikasi dan Informasi dan Kementerian Dalam Negeri cq Badan Nasional Pengelola Perbatasan Negara.
Menurut dia, ada banyak persoalan yang ditemui pihaknya di sejumlah daerah perbatasan seperti ada beberapa sekolah baik SD, SMP dan SMA yang mengalami kerusakan parah namun hingga saat ini tidak diperbaiki.
"Kami tidak memiliki data yang valid soal kerusakan-kerusakan yang dialami setiap sekolah karena keterbatasan anggaran yang dimiliki," ujarnya.
Bukan saja soal gedung sekolah yang rusak, namun juga ada masalah seperti pembangunan gedung pasar di Kecamatan Moa, Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD) yang hingga saat belum dimanfaatkan karena lokasinya yang tidak strategis sehingga menyebabkan pedagang enggan untuk berjualan di pasar.
Padahal desain gedung pasarnya sendiri sangat mewah dan belum diserahkan ke pemerintah daerah.
"Belum lagi pembangunan rumah di Kota Saumlaki, Kabupaten Kepulauan Tanimbar yang belum bisa ditinggali, karena masih menyimpan masalah," akui Bachmid.
BPP berharap agar Komisi I DPRD Maluku bisa menyikapi persoalan tersebut karena BPP merupakan salah satu biro yang strategis dan memiliki tugas yang berat untuk mengawal dan mengawasi perbatasan negara, provinsi dan kabupaten/kota.