Masyarakat adat Marafenfen membuka penyegelan adat atau sasi di Kantor Bupati Kepulauan Aru dan Pengadilan Negeri (PN) Dobo, setelah sempat lima hari tidak boleh digunakan sebagai bentuk protes terhadap keputusan perkara sengketa lahan masyarakat Marafenfen dengan TNI AL pada 17 November 2021.

"Pagi tadi setelah hasil negosiasi, masyarakat adat membuka sasi adat di kantor Bupati dan PN Dobo," kata Kabid Humas Polda Maluku Kombes Pol M. Roem Ohoirat, di Ambon, Senin.

Sebelumnya, pada Rabu (17/11) siang kemarahan masyarakat adat Marafenfen tersulut setelah mendengar keputusan Hakim PN Dobo yang memenangkan pihak tergugat, yakni TNI AL, pada perkara perdata sengketa lahan adat seluas 689 hektare. Massa kemudian merusak kantor PN Dobo dan melakukan sasi adat atau pelarangan dengan cara memasang janur kuning kelapa. Tradisi sasi ini masih berlau di sebagian wilayah Maluku.

Selain "menyegel adat" kantor PN Dobo, sasi adat juga diberlakukan di Kantor Bupati Aru, DPRD Aru, Bandara Bandara Rar Gwamar dan Pelabuhan Yos Sudarso Dobo. Menurut M. Roem, sasi adat di Bandara dan Pelabuhan sudah dibuka pada tanggal 12 November. Saat ini, fasilitas yang masih disegel adalah kantor DPRD Aru.

"Masyarakat meminta seluruh anggota DPRD Aru untuk hadir dulu mendengar aspirasi masyarakat, baru kemudian sasi akan dibuka," ujarnya.

Ia mengatakan, Polres Aru bersama pemerintah daerah dan TNI terus berupaya melakukan negosiasi dengan masyarakat adat Marafenfen. "Meski begitu, situasi sudah aman terkendali," ujarnya.

Ia mengatakan tidak ada masyarakat adat Marafenfen yang ditahan dalam insiden perusakan PN Dobo. "Dari pihak PN Dobo juga tidak melakukan pelaporan, sehingga masalah ini diselesaikan secara kekeluargaan," katanya.

Konflik lahan masyarakat Adat Marafenfen sudah berlangsung selama puluhan tahun, berawal dari Januari 1992 saat aparat TNI AL mengklaim sudah ada pembebasan lahan masyarakat di Desa Marafenfen Kecamatan Aru Selatan seluas 689 hektare untuk pembangunan Lapangan Udara TNI AL (Lanudal) Aru. Masyarakat Adat Marafenfen merasa pengambilalihan lahan mereka oleh aparat dilakukan secara paksa, sehingga kehidupan warga setempat yang bergantung pada hutan jadi terganggu.

Sebelumnya, Penasihat Hukum Masyarakat Adat Marafenfen Samuel Wailerunny menyatakan, sudah disepakati bahwa masyarakat memutuskan untuk banding terhadap putusan kasus perdata pada sidang gugatan yang dimenangkan TNI AL. Ia mengatakan prosesnya kini ada waktu 14 hari sejak putusan hakim untuk pihak penggugat memasukan memori banding.

"Sudah disepakati bahwa kita nyatakan banding," ujarnya.

Pewarta: FB Anggoro

Editor : Lexy Sariwating


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2021