Ambon (Antara Maluku) - Tim Dewan Pertimbangan Presiden Bidang Otonomi Daerah Sekretariat Negara (Setneg) berkunjung ke Ambon guna mengkaji berbagai masalah menyangkut angkutan laut dan feri di daerah ini.

"Kami ingin mendengar berbagai masukan sekaligus mengkaji masalah transportasi laut dan feri yang terjadi selama ini di Maluku, khususnya kota Ambon," kata Ketua Tim Dewan Pertimbangan Presiden Bidang Otonomi Daerah Tri Achmadi, saat bertemu Wakil Wali Kota Ambon Sam Latuconsina, Selasa.

Kasil kajian tersebut, tandasnya, akan dijadikan acuan untuk dibuat perbandingan dengan negara-negara tetangga dalam rangka pembenahan dan pengembangan transportasi laut dan feri di tanah air.

Tri Achmadi, yang didampingi tiga anggota tim lainnya yakni TB Ace Hasan, Ellen Tangkudung dan Lanang Aji, menyatakan kegiatan serupa akan dilakukan di Kepulauan Riau dan Sorong, Papua Barat.

"Ambon dipilih karena selain sebagai ibu kota provinsi Maluku, juga lokasinya di wilayah timur Indonesia dengan luas wilayah laut lebih besar dari daratan," katanya.

Dia berharap kunjungan selama dua hari di Ambon dapat merampungkan berbagai permasalahan menyangkut transportasi laut dan feri, termasuk persoalan di bidang perikanan dan kelautan.

Wakil Wali Kota Sam Latuconsina menegaskan, di Teluk Ambon terdapat 12 pelabuhan besar dan kecil, baik pelabuhan umum maupun khusus milik PT. Pertamina, TNI AL, Pelabuhan Perikanan Nusantara di tantui, Pelindo maupun pelabuhan antrapulau, yang keberadaannya sebagai penghubung kota dan kabupaten lain di Maluku.

Menurut dia, pengelolaan angkutan dan transportasi laut di Maluku yang menghubungkan kota dan kabupaten umumnya diatur oleh Pemerintah Pusat (Pempus) melalui instansi teknis yang ada di daerah seperti ASDP, Adpel, PT. Pelindo serta TNI- AL melalui koordinasi dengan Pemprov Maluku.

"Sedangkan kami (Pemkot Ambon) hanya mengatur transportasi laut berupa speedboat yang beroperasi di Teluk Ambon seperti dari kawasan belakang kota menuju Desa Wayame dan Kampung Jawa. Di luar itu semuanya diatur oleh pemprov," ujarnya.

Keberadaan sebagai ibukota provinsi dan penghubung daerah-daerah di Maluku, ujat Latuconsina, menempatkan Ambon dalam tanggung jawab dan beban besar untuk melayani masyarakat, terutama pemenuhan kebutuhan angkutan laut.

Dia mencontohkan, aktivitas feri yang melayari rute Ambon-Namlea, Kabupaten Buru- Namrole (Buru Selatan) yang semakin meningkat setelah ada temuan tambang emas, turut berpengaruh pada kelancaran aktivitas masyarakat di pusat kota, terutama keterbatasan lahan parkir di dermaga feri Galala yang berimbas antrian kendaraan di ruas jalan utama dari dan ke kota Ambon.

"Kondisi ini memang baru terjadi setahun terakhir ini, setelah ada temuan pertambangan emas rakyat di Pulau Buru. Tetapi aktivitas di pelabuhan tersebut sangat tinggi, dimana volume kendaraan tidak bisa terhitung setiap har, sehingga menimbulkan kemacetan panjang hingga ke pusat kota Ambon maupun ke luar kota," ujar Latuconsina.

Pemkot Ambon, tandasnya, akan berkoordinasi dengan pihak terkait, termasuk Pemprov Maluku guna memindahkan dermaga feri di Desa Galala ke lokasi lain seperti di perairan Kecamatan Nusaniwe atau di Kecamatan Leihitu, Pulau Ambon, Kabupaten Maluku Tengah.

"Kami sedang berkoodinasi dengan instansi teknis terkait menyangkut pemindahan dermaga feri Galala ke luar teluk Ambon, karena letaknya lebih strategis," katanya.

Keberadaan dermaga feri di pusat kota juga berdampak terhadap pencemaran perairan teluk Ambon, padahal kawasan itu sedang diupayakan pengelolaannya agar memberikan nilai ekonomis bagi masyarakat, di samping investasi di sektor perkapalan dan kelautan.

Pewarta: James F Ayal

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2012