Ambon (Antara Maluku) - Panitia khusus (Pansus) PLN yang dibentuk komisi B DPRD Maluku sedang menelusuri laporan dugaan pemotongan upah ratusan buruh kontrak atau tenaga kerja outsourching yang bekerja di perusahaan BUMN itu.
"Data awal yang didapat perlu diklarifikasi dan diverifikasi lebih lanjut agar kita tidak bermain di dalam wilayah opini atau asumsi, tapi lebih mengarah ke bukti dan fakta lapangan tentang dugaan pelanggaran yang dilaporkan," kata ketua pansus PLN, Edwin Huwae, di Ambon, Selasa.
Karena ini sifatnya sudah dalam bentuk pansus dan bukan rapat kerja biasa dengan mitra, menurut dia, hasil yang dikeluarkan nanti berupa rerkomendasi juga harus ada dasarnya yang kuat.
Pembentukan pansus ini terkait adanya laporan Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) perwakilan Maluku yang dikoordinir Gerson Haurissa berkaitan dengan dugaan pelanggaran PLN (Persero) wilayah Maluku dan Maluku Utara bersama Perusahaan Jasa Tenaga Kerja (PJTK) terhadap para buruh.
Edwin mengatakan, persoalan ini sebenarnya sudah muncul sejak tahun 2012 namun belum tuntas sehingga komisi membentuk pansus dan mulai melakukan rapat perdana hari ini.
"Komisi berharap bisa menyelesaikan berbagai persoalan berkaitan dengan hak tenaga kerja outsorching yang menurut informasi dan laporan itu banyak dihilangkan, terutama berkaitan dengan hak cuti, upah tenaga kerja dan hak mereka untuk diangkat menjadi pegawai tetap," katanya.
Dari sisi aturan sendiri, sebenarnya diperbolehkan berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003, bahwa pekerjaan yang dilakukan secara terus-menerus itu tidak boleh dioutsorchingkan. Tapi dalam prakteknya, di PLN banyak pegawai yang bekerja baik di bidang operator mesin dan lain-lain itu ternyata mereka menggunakan sistem kontrak melalui pihak ketiga.
Kemudian di sisi yang lain, antara PLN dengan pihak ketiga (PJTK) masih banyak melakukan pelanggaran terhadap hak-hak buruh terutama upah, hak cuti, kecelakaan kerja yang tidak terlindungi secara baik, karena dalam UU ketenagakerjaan juga hak seperti itu mestinya dilindungi.
Ada informasi kalau pemotongan upah buruh yang sangat besar dan nilainya hampir satu jutaan rupiah, dan sekiranya informasi ini bisa diverifikasi atau ada data dan bukti hukum yang kuat, bisa saja rekomendasinya diteruskan ke kejaksaan untuk ditelusuri, karena bagaimana pun PLN ini adalah BUMN dan itu berarti apa yang dikelola merupakan aset negara dan klasifikasinya adalah uang negara.
"Kami berharap pansus ini bekerja maksimal dan tentunya akan menghasilkan sebuah rekomendasi yang bisa menyelesaikan persoalan ini," ujar Edwin.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2013
"Data awal yang didapat perlu diklarifikasi dan diverifikasi lebih lanjut agar kita tidak bermain di dalam wilayah opini atau asumsi, tapi lebih mengarah ke bukti dan fakta lapangan tentang dugaan pelanggaran yang dilaporkan," kata ketua pansus PLN, Edwin Huwae, di Ambon, Selasa.
Karena ini sifatnya sudah dalam bentuk pansus dan bukan rapat kerja biasa dengan mitra, menurut dia, hasil yang dikeluarkan nanti berupa rerkomendasi juga harus ada dasarnya yang kuat.
Pembentukan pansus ini terkait adanya laporan Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) perwakilan Maluku yang dikoordinir Gerson Haurissa berkaitan dengan dugaan pelanggaran PLN (Persero) wilayah Maluku dan Maluku Utara bersama Perusahaan Jasa Tenaga Kerja (PJTK) terhadap para buruh.
Edwin mengatakan, persoalan ini sebenarnya sudah muncul sejak tahun 2012 namun belum tuntas sehingga komisi membentuk pansus dan mulai melakukan rapat perdana hari ini.
"Komisi berharap bisa menyelesaikan berbagai persoalan berkaitan dengan hak tenaga kerja outsorching yang menurut informasi dan laporan itu banyak dihilangkan, terutama berkaitan dengan hak cuti, upah tenaga kerja dan hak mereka untuk diangkat menjadi pegawai tetap," katanya.
Dari sisi aturan sendiri, sebenarnya diperbolehkan berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003, bahwa pekerjaan yang dilakukan secara terus-menerus itu tidak boleh dioutsorchingkan. Tapi dalam prakteknya, di PLN banyak pegawai yang bekerja baik di bidang operator mesin dan lain-lain itu ternyata mereka menggunakan sistem kontrak melalui pihak ketiga.
Kemudian di sisi yang lain, antara PLN dengan pihak ketiga (PJTK) masih banyak melakukan pelanggaran terhadap hak-hak buruh terutama upah, hak cuti, kecelakaan kerja yang tidak terlindungi secara baik, karena dalam UU ketenagakerjaan juga hak seperti itu mestinya dilindungi.
Ada informasi kalau pemotongan upah buruh yang sangat besar dan nilainya hampir satu jutaan rupiah, dan sekiranya informasi ini bisa diverifikasi atau ada data dan bukti hukum yang kuat, bisa saja rekomendasinya diteruskan ke kejaksaan untuk ditelusuri, karena bagaimana pun PLN ini adalah BUMN dan itu berarti apa yang dikelola merupakan aset negara dan klasifikasinya adalah uang negara.
"Kami berharap pansus ini bekerja maksimal dan tentunya akan menghasilkan sebuah rekomendasi yang bisa menyelesaikan persoalan ini," ujar Edwin.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2013