Ambon (Antara Maluku) - Kapolres Buru, AKBP Komarus Zaman mengatakan penanganan kasus dugaan penggelapan uang hasil penjualan karcis tambang senilai Rp26 miliar tahun 2012 masih dalam proses penyelidikan polisi.

"Memang sudah ada sejumlah orang yang menamakan dirinya dewan adat Buru dan membentuk panitia penjualan karcis masuk lokasi tambang emas Gunung Botak dan sudah dimintai keterangan, namun belum ada yang dijadikan tersangka," kata Kapolres yang dihubungi dari Ambon, Senin.

Kasus ini ditangani Satuan Reskrim Polres Buru sejak laporannya dimasukan tahun lalu dan ditindaklanjuti dengan memeriksa sejumlah pengurus dewan adat dan laporan ini diteruskan jugake Polda Maluku akibat adanya ketidak adilan dalam pembagian uang tersebut.

Jumlah dana yang berhasil dihimpun mencapai miliaran rupiah karena harga karcisnya dipatok antara Rp525.000 hingga Rp750.000 per penambang, sementara orang yang masuk ke lokasi tersebut mencapai puluhan ribu penambang ilegal.

Mereka berdatangan dari berbagai daerah di tanah air seperti Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Ternate serta Halmahera, Provinsi Maluku Utara.

Kapolres mengatakan, selain dewan adat yang melakukan penjualan karcis masuk lokasi tambang emas, masih ada organisasi lainya yang menyebutkan diri mereka `Tunas Bangsa` yang juga melakukan kegiatan serupa.

"Oleh karenanya polisi akan memeriksa semua pihak yang terlibat dalam aksi penjualan karcis secara ilegal ini, baik dewan adat maupun Tunas Bangsa sehingga kesan kasus ini didiamkan tidaklah benar," kata Kapolres.

Salah satu ahli waris lahan Gunung Botak, Ny. Jamilah Wael mengatakan, uang hasil penjualan karcis tambang baik tahun 2012 maupun 2013 mencapai puluhan miliar tapi dana tersebut tidak dikelola secara transparan, apalagi tidak memberikan kontribusi bagi daerah.

Selain menjual karcis tambang, panitia ini juga membuat baju kaos khusus untuk penambang seharga Rp250.000 sehingga keuntungannya semakin besar, namun penggunaannya tidak transparan.

Akibatnya panitia tambang illegal yang dilaporkan ke polisi antara lain Antonius Besan, kepala sekolah SMP Wabloy di kecamatan Lolong Guba selaku ketua panitia, Anton Solisa asal Desa Grandeng (sekretaris) dan Muhamad alias Ahmad Nurlatu dari dusun Waegernangan, desa Grandeng (Bendahara).

"Dari situ terungkap kalau pembagian uang hasil punglinya tidak merata dan lebih dominan dinikmati tiga oknum tersebut," katanya.

Pewarta: Daniel Leonard

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2013