Ambon, 16/3 (Antara Maluku) - Gubernur Maluku Said Assagaff memutuskan penambangan emas liar di kawasan Gunung Botak yang memanfaatkan merkuri ditutup pada 17 Maret 2017.
"Penutupan aktivitas penambangan setelah sosialisasi dilaksanakan selama 15 hari setelah Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Maluku, berapat di Ambon pada 27 Februari 2017," kata Gubernur dikonfirmasi, Kamis.
Karena itu, personil TNI, Polri dan Satpol PP siap dikerahkan untuk menertibkan rumah - rumah maupun bangunan lainnya di lokasi penambangan.
Begitu pula, para penambang, terutama yang berasal dari daerah Maluku harus dievakuasi agar meninggalkan kabupaten Buru.
"Setelah penertiban, baik rumah - rumah tenda maupun para penambang, maka personil TNI, Polri dan Satpol PP mendirikan Posko pengamanan agar tuntas ditangani sesuai instruksi Presiden Joko Widodo," ujar Gubernur.
Dia mengemukakan, penertiban ini tidak ada kompromi terhadap siapa pun yang melakukan penambangan dengan menggunakan merkuri.
"Kami tidak kompromi dengan pengelolaan sumber daya alam (SDA) Maluku dengan menggunakan merkuri. Jadi penutupan lokasi penambangan lain seperti di di desa Iha dan Luhu, kabupaten Seram Bagian Barat (SBB)," tandas Gubernur.
Dia mengakui, penutupan penambangan di Gunung Botak yang aktivitasnya sejak 2011 itu karena berdasarkan hasil penelitian dari tim penelitian lingkungan Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon telah terjadi pencemaran lingkungan akibat penggunaan merkuri.
"Saya sudah melaporkan kepada Kepala Negara soal instruksinya saat menghadiri pembukaan Tanwir Muhammadiyah di Ambon pada 24 Februari 2017 bersama Kapolri dan Panglima TNI," ujarnya.
Gubernur mengemukakan, siap bertindak tegas agar para anak cucu tidak merugi dikemudian hari dengan terjadi pencemaran lingkungan maupun pengelolaan emas secara ilegal.
"Pokoknya penambangan emas di kawasan Gunung Botak itu ilegal dan harus ditutup. Bila ada yang melanggar, maka aparat keamanan siap bertindak sesuai prosedur tetap dengan mengusir mereka meninggalkan pulau Buru," tandasnya.
Sebelumnya, Kasie Pengawasan Konservasi Dinas ESDM Provinsi Maluku, Helen Heumasse mengemukakan, lebih dari dua puluh kali telah dilakukan penyisiran terhadap aktivitas para penambang liar.
"Penyisiran dilakukan melibatkan personil polisi, TNI dan Satpol PP. Namun, para penambang usai penyisiran kembali beraktivitas," ujarnya.
Kerusakan lingkungan Gunung Botak dan langkah normalisasi bukan hanya persoalan di tingkat daerah. Kemenko Bidang Polhukam pada 24 Januari 2017 menggelar rapat koordinasi dengan jajaran Polri, TNI, Pemprov Maluku, Kementerian ESDM dan Kejaksaan.
Pertemuan menetapkan empat rekomendasi. Pertama, Pemprov Maluku akan kembali mengajukan surat permohonan pengamanan fisik areal bekas tambang ilegal di gunung Botak dan Geogrea kepada Kapolda Maluku dan Pangdam Pattimura dengan tembusan ditujukan kepada Menko Polhukam, Kapolri dan Panglima TNI.
Forum juga sepakat agar Kemenko Polhukam membuat surat rekomendasi kembali kepada Kapolri dan Panglima TNI berkaitan dengan pengamanan areal bekas tambang ilegal di kawasan tersebut. Lalu tim kajian penataan Gunung Botak dan Geogrea agar melanjutkan evaluasi dalam rangka penataan dan pemulihan areal bekas tambang ilegal.