Hakim Pengadilan Negeri Ambon mengabulkan seluruh permohonan praperadilan yang diajukan Norman Bernaldi, pemilik sebuah restoran yang dijadikan tersangka pelanggaran Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
"Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya dan meminta penyidik Polda Maluku untuk menghentikan proses penyelidikan dan penyidikan serta mengembalikan nama baik pemohon," kata hakim PN Ambon Wilson Shriver dalam persidangan di Ambon, Rabu.
Hakim juga menyatakan proses pemanggilan para ahli guna dimintai keterangan dalam perkara ini tidak sesuai mekanisme hukum yang berlaku karena tidak disertai surat keterangan resmi dari instansi terkait, yakni Dinas Perindag serta Dinas Kesehatan Maluku.
Sehingga penetapan dan penahanan tersangka serta penyitaan barang bukti juga tidak sah.
"Kecuali jika ada bukti baru dalam perkara ini maka penyidik diperbolehkan melanjutkan penyelidikan," kata hakim.
Sementara tim Penasihat Hukum pemohon Yani Tabermia, Hendro Was dan kawan-kawan dikoordinir Naftali Hatulely mengatakan, pemohon ditetapkan sebagai tersangka sejak awal Agustus 2024 dengan sangkaan melanggar Pasal 62 Juncto Pasal 8 Ayat (1) dan (3) UU Perlindungan Konsumen.
"Penetapan tersangka dilakukan setelah Resmob Polda Maluku memesan 25 dos makanan yang menunya berupa nasi dan ikan pada April 2024 dan satu dos makanan diantaranya ditemukan ulat kecil berwarna putih atau belatung," kata Naftali.
Hanya saja proses penahanan dan penetapan tersangka maupun penyitaan barang bukti hingga pemanggilan ahli tidak sesuai mekanisme yang berlaku dalam KUHAP sehingga diajukan permohonan praperadilan ke PN Ambon.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2024
"Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya dan meminta penyidik Polda Maluku untuk menghentikan proses penyelidikan dan penyidikan serta mengembalikan nama baik pemohon," kata hakim PN Ambon Wilson Shriver dalam persidangan di Ambon, Rabu.
Hakim juga menyatakan proses pemanggilan para ahli guna dimintai keterangan dalam perkara ini tidak sesuai mekanisme hukum yang berlaku karena tidak disertai surat keterangan resmi dari instansi terkait, yakni Dinas Perindag serta Dinas Kesehatan Maluku.
Sehingga penetapan dan penahanan tersangka serta penyitaan barang bukti juga tidak sah.
"Kecuali jika ada bukti baru dalam perkara ini maka penyidik diperbolehkan melanjutkan penyelidikan," kata hakim.
Sementara tim Penasihat Hukum pemohon Yani Tabermia, Hendro Was dan kawan-kawan dikoordinir Naftali Hatulely mengatakan, pemohon ditetapkan sebagai tersangka sejak awal Agustus 2024 dengan sangkaan melanggar Pasal 62 Juncto Pasal 8 Ayat (1) dan (3) UU Perlindungan Konsumen.
"Penetapan tersangka dilakukan setelah Resmob Polda Maluku memesan 25 dos makanan yang menunya berupa nasi dan ikan pada April 2024 dan satu dos makanan diantaranya ditemukan ulat kecil berwarna putih atau belatung," kata Naftali.
Hanya saja proses penahanan dan penetapan tersangka maupun penyitaan barang bukti hingga pemanggilan ahli tidak sesuai mekanisme yang berlaku dalam KUHAP sehingga diajukan permohonan praperadilan ke PN Ambon.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2024