Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Maluku melalui Resort KSDA Sanana menerima penyerahan satwa berupa dua ekor nuri merah Ambon (eos bornea) dan satu ekor nuri Ternate (lorrius garrulus) dari Balai Karantina Kelas II Sanana.
“Petugas kami di Resort KSDA Sanana telah menerima satwa dari Balai Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan Maluku Utara wilayah kerja Sanana dari hasil temuan di KM Sabuk Nusantara 88 dengan rute Namlea - Buru yang berlabuh di Pelabuhan Sanana,” kata Polisi Kehutanan (Polhut) BKSDA Maluku Seto, di Ambon, Kamis.
Ia mengatakan, penyerahan ini dilakukan untuk memastikan perlindungan dan rehabilitasi satwa-satwa tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku. “Satwa tersebut sudah diperiksa oleh dokter hewan dan dinyatakan sehat. Kini telah diamankan di kantor Resort KSDA Sanana,” ujarnya.
Ia menyatakan bahwa langkah ini merupakan upaya kolaboratif untuk menjaga keberlangsungan hidup satwa liar yang terancam punah. "Kami berkomitmen untuk melakukan konservasi dan memberikan perlindungan yang optimal bagi satwa-satwa ini," katanya.
Penyerahan ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pelestarian satwa liar serta mendorong tindakan yang lebih proaktif dalam menjaga ekosistem.
BKSDA Maluku terus mendorong masyarakat untuk berperan aktif dalam konservasi dengan melaporkan atau menyerahkan satwa liar yang tidak dapat mereka pelihara. Upaya ini merupakan bagian dari komitmen BKSDA untuk menjaga kelestarian biodiversitas dan ekosistem di Maluku.
Seto juga menegaskan, bahwa satwa liar khususnya jenis-jenis burung endemik di Kepulauan Maluku tidak dapat ditemukan di tempat lain. Sehingga menjadi kewajiban menjaga keanekaragaman kelimpahan baik jenis tumbuhan maupun satwa di Maluku.
Ia juga berharap, bagi masyarakat yang menemukan kasus penyelundupan satwa segera dilaporkan ke pihak yang berwenang, baik di BKSDA maupun kepolisian.
“Kita terbuka kepada masyarakat dan siapa saja, apabila ada penyerahan maupun laporan akan kita terima. Ini juga biar bisa kita nikmati TSL tersebut di masa kini maupun masa yang akan datang,” ucap Seto.
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya bahwa, Barangsiapa dengan Sengaja menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup; (Pasal 21 ayat (2) huruf a), diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp100 juta (Pasal 40 ayat (2)).
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2024