Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku membentuk tim percepatan penanganan penyakit Tuberkulosis (Tbc) untuk menekan angka penyakit menular tersebut di daerah itu.

“Surat keputusan (SK) sudah ditanda tangani, kami sudah buat pertemuan koordinasi untuk sosialisasi Tim Percepatan Penanggulangan Tuberkulosis (TP2TB) dan pembahasan rencana aksi daerah TB Provinsi Maluku,” kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Maluku dr Samsila Mona Rumata di Ambon, Jumat.

Dijelaskannya bahwa TBC menjadi salah satu asta cita Presiden Prabowo, yang menggelontorkan Rp8 triliun untuk seluruh Indonesia.

“Karena memang Indonesia ini peringkat kedua sedunia setelah India dengan estimasi kasus 1.060.000 per tahun di seluruh Indonesia,” katanya.

Di Maluku penanganan TBC menurut Mona mendapati berbagai tantangan salah satunya yakni stigma TBC pada masyarakat yang mengatakan bahwa TBC ialah penyakit guna-guna, kutukan, penyakit keturunan dan banyak lagi.

“Saat ini kami gencar untuk meningkatkan deteksi penemuan kasus karena memang banyak stigma pada masyarakat tentang penyakit ini sehingga menyebabkan banyak masyarakat yang mengidap TBC semakin dicari semakin sembunyi,” katanya.

Oleh sebab itu di Maluku TP2TB memiliki tugas utama yakni mengkoordinasikan program penanggulangan TB di daerah, meningkatkan kesadaran masyarakat tentang TB, meningkatkan akses ke layanan kesehatan TB, meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan mengembangkan strategi penanggulangan TB.

Selain itu juga mereka memiliki tugas operasional yakni mengidentifikasi kasus TB dan melakukan pengawasan, melakukan tes diagnosa dan pengobatan, mengawasi pengobatan pasien, melakukan pemantauan dan evaluasi program, mengembangkan sistem informasi dan pelaporan.

Pola TB ini penularannya lewat droplet infeksi artinya penularannya lewat batuk, bersin, bicara dan udara. Penyebabnya adalah microbacterium tuberkulosis yang menyerang paru-paru.

“Semua orang bisa berisiko tertular TBC apalagi anak-anak, wanita dan lansia,” katanya.

Sementara itu pada kesempatan lain Kepala UPTD Klinik Utama BKPM Provinsi Maluku, dr Elenora Wattimena menjelaskan penderita TBC terbagi dalam dua kategori yakni Tuberkulosis (TBC) sensitif obat (penderita aktif yang sementara minum obat program/3-6 bulan) dan TBC resisten obat (TB RO) adalah infeksi tuberkulosis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis yang kebal obat (tidak rutin/berhenti konsumsi obat saat program awal).

Diakuinya, untuk penderita TBC sensitif obat di Provinsi Maluku, tingkat keberhasilan pengobatan sekitar 78 persen berdasarkan jumlah kasus terlapor.

"Dari jumlah tersebut, yang paling sukses adalah Kabupaten Kepulauan Aru dengan total 72,06 persen, dan yang paling rendah di Kabupaten Seram Bagian Timur yakni 36,55 persen," kata Wattimena.

Sementara tingkat keberhasilan pengobatan TBC Resisten Obat (TB RO) masih rendah yakni sekitar 40 persen, berdasarkan jumlah kasus terlapor.

"Datanya hanya di dua kabupaten dari 11 kabupaten/kota di provinsi Maluku, yakni Kabupaten Kepulauan Aru sekitar 12,40 persen dan Kabupaten Maluku Tengah 30 persen," ungkapnya.

 

Pewarta: Ode Dedy Lion Abdul Azis

Editor : Daniel


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2025