Ambon (Antara Maluku) - Balai Arkeologi Ambon mengatakan kesulitan menginventarisasi bangunan benteng tradisional peninggalan masa penjajahan Belanda yang kini mengalami kerusakan di beberapa wilayah Maluku akibat faktor alam dan kurangnya perawatan.

"Benteng tradisional di sini cukup banyak tapi sulit diinventarisasi karena rusak oleh alam dan tidak terpelihara dengan baik sehingga kita juga kesulitan mengidentifikasi lokasi tepatnya," kata Arkeolog Syahruddin Mansyur, di Ambon, Jumat.

Dikatakannya, berbeda dengan benteng maupun loji yang dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda yang konstruksinya dari bata merah menjadi satu bangunan tembok kokoh, pada umumnya benteng tradisional masyarakat Maluku hanyalah berupa kubu pertahanan seadanya menggunakan bebatuan alam yang ditumpuk menjadi dinding setiggi satu hinga dua meter.

"Konstruksinya jauh berbeda, lebih ke kubu pertahanan yang dibangun seadanya, disusun dari batu-batuan alam, ini juga yang menyebabkan benteng-benteng tradisional masyarakat tersebut mudah sekali hancur termakan usia dan alam," katanya.

Dikatakannya lagi, ciri khas benteng tradisional masyarakat di Maluku pada umumnya cukup defensif karena dibangun di dataran tinggi, ini berfungsi untuk memperlambat akses tentara musuh mencapai kubu pertahanan mereka.

Selain itu, ciri lainnya adalah terdapat meja batu yang biasanya digunakan sebagai meja pertemuan oleh kapitan (panglima perang) dan prajuritnya untuk membicarakan dan menyusun strategi perang, maupun negosiasi penting dengan pasukan lainnya.

"Biasanya benteng tradisional di sini wilayahnya jauh, aksesnya cukup defensif, dan ada semacam meja dari batu alam yang difungsikan sebagai tempat pertemuan untuk membicarakan strategi perang atau negosiasi," katanya.

Menurut Syahruddin, dari sekian banyak benteng tradisional yang bisa menjadi bukti kisah perjuangan dan penolakan masyarakat Maluku terhadap invasi kolonial, hanya Benteng Wawane dan Benteng Kapahaha di Kecamatan Leihitu yang masih terawat dengan baik hingga kini.

Benteng Wawane dibangun di puncak Gunung Wawane Desa Kaitetu oleh Kapitan Kakiali dari Kerajaan Hitu, sedangkan Benteng Kapahaha didirikan oleh Kapitan Telukabessy di puncak Negeri Kapahaha yang sekarang menjadi bagian dari wilayah Desa Morela.

"Benteng Wawane mengisahkan perjuangan para pejuang dari Tanah Hitu yang dipimpin oleh Kapitan Kakiali, sedangkan Benteng Kapahaha menjadi saksi perjuangan rakyat Kapahaha yang dibawah pimpinan Kapitan Telukabessy," katanya.

Pewarta: Shariva Alaidrus

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2014