Ambon (Antara Maluku) - Tim Inkuiri Nasional Komnas HAM membahas kasus pengelolaan hutan milik masyarakat adat Desa Tananahu, Kecamatan Elpaputih, Kabupaten Maluku Tengah, dalam Dengar Keterangan Umum (DKU) yang digelar di Kanwil Hukum dan HAM Ambon, Kamis.

DKU yang dijadwalkan berlangsung pada 29 - 31 Oktober tersebut mendengarkan kesaksian masyarakat adat dari Desa Tananahu mengenai akibat perambahan hutan adat oleh PT. Perkebunan Nusantara (PN) Awaya XIV atas izin Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Maluku Tengah, terhadap kehidupan sosial mereka.

"Kami telah memutuskan 3.800 Ha tanah kami tidak boleh dikontrak lagi. Sejak Hak Guna Usaha (HGU) PT. PN jatuh pada Desember 2012, kami sudah mengupayakan agar tanah kami dibebaskan tapi tidak menemukan penyelesaian, malah masyarakat kami dipukuli oleh polisi dan satpam saat mengambil coklat di kebun," kata Yulia Awayakoane, Raja Desa Tananahu.

Dikatakannya, wilayah desanya semakin sempit, sedikitnya 173 KK masih belum memiliki rumah karena tidak ada lagi lahan untuk tempat tinggal, akses masyarakat terhadap mata pencaharian juga semakin sulit, mereka harus berjalan kaki sejauh lima hingga enam kilometer untuk bisa ke perkebunan rakyat.

"Selama 30 tahun masyarakat kami mengalami ini, karena batas lahan perkebunan PT. PN yang terlalu jauh, akses masyarakat kami terhadap mata pencaharian mereka juga sulit," katanya.

Kepala Soa di Desa Tananahu, Marthen Talayane mengatakan, ketika PT. PN Awaya XIV pertama kali menggunakan lahan mereka pada 1982, masyarakat setempat telah menolak dengan keras, tapi mereka mendapat intimidasi dari pemerintah Kabupaten Maluku Tengah yang saat itu dipimpin oleh Kol. Sugiarto.

"Kami diintimidasi oleh bupati, orang tua saya dipenjara di Polres Maluku Tengah selama tiga hari karena menolak menandatangani perjanjian pelepasan hak tanah, sekarang kami ingin hak kami dikembalikan tetapi kami malah mendapatkan kekerasan," katanya.

Tak hanya mendengar kesaksian masyarakat, komisioner Inkuiri Nasional yang hadir saat itu, yakni Sandrayati Moniaga, Enny Soeprapto, Saur Tumiur Situmorang dan Hariadi Kartodihardjo juga mendengarkan keterangan saksi ahli dari kasus pengelolaan hutan Tananahu, yakni Prof. R.Z. Titahelu.

R.Z. Titahelu yang merupakan Guru Besar Hukum Adat di Maluku yang pernah menangani kasus reclaiming masyarakat Tananahu terhadap tanah mereka setelah 30 tahun dimanfaatkan tanpa kompensasi dari PT. PN Awaya XIV.

"Saya pernah menangani kasus tiga orang warga Tananahu yang dituduh mencuri oleh PT. PN, tapi kalau kita lihat dengan seksama, kasus ini terjadi karena claiming tanah-tanah ulayat, posisi masyarakat adat tidak hanya memiliki hak atas tanahnya tetapi juga tanaman di atasnya," ucapnya.

Pewarta: Shariva Alaidrus

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2014