Ambon (ANTARA) - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) perwakilan Provinsi Maluku terus menindaklanjuti kasus rudapaksa terhadap siswi MTS Bula, Seram Bagian Timur (SBT).
“Sudah ada tanggapan dari Polres SBT, terus korban juga sudah didampingi pengacara,” kata Plt Kepala Komnas HAM perwakilan Maluku Anselmus Sowa Bolen, di Ambon, Jumat.
Ia mengungkapkan, sejak 1 Maret 2023, Polres SBT telah melakukan gelar perkara dan dimulai proses penyidikan. Dari rangkaian hasil penyidikan dan gelar perkara, disimpulkan para terlapor diduga telah melakukan tindak pidana persetubuhan terhadap anak
Hal ini sebagaimana dimaksud dalam pasal 81 ayat (1) jo pasal 76D dan atau pasal 81 ayat (2) UU No. 17 tahun 2016.
“Terduga pelakunya tujuh dengan status anak sudah diperiksa, enam di antaranya sudah pengalihan status menjadi anak yang berkonflik dengan hukum dan didampingi Bapas kelas II Ambon, tapi tidak ditahan karena ada surat pernyataan dan permintaan dari orang tua untuk menjaga dan mengawasi agar tidak melarikan diri,” terangnya.
Selain itu, ia melanjutkan, Polres SBT juga telah menyatakan tidak akan menghilangkan atau merusak barang bukti dan tidak akan mengulangi tindak pidana serta melakukan wajib lapor.
“Untuk terlapor FR masih saksi anak karena belum memenuhi panggilan polisi sebanyak dua kali,” ujarnya.
Ia mengaku, mekanisme selanjutnya, Komnas HAM akan terus memastikan dan konfirmasi ke pihak keluarga korban, apakah tanggapan Polres SBT sesuai dengan fakta atau tidak.
“Karena korban sudah punya pengacara, jadi konfirmasinya ke pengacara,” katanya.
Sementara dari Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Masyarakat Desa (DP3AMD), Komnas belum mendapatkan tanggapan mengenai proses pendampingan korban.
Sebelumnya sebanyak empat orang, termasuk anak pimpinan DPRD SBT diduga melakukan rudapaksa terhadap anak di bawah umur yang masih duduk di kelas IX MTs tersebut.
Peristiwa ini bermula pada September 2022, korban diduga berpacaran dengan oknum anak seorang pimpinan fraksi di DPRD Seram Bagian Timur.
Berdasarkan pengakuan korban kepada keluarga, peristiwa itu bermula dari ajakan oknum tersebut ke rumah orang tuanya di Jalan Pesan, Kota Bula. Ia kemudian memaksa korban untuk melakukan hubungan badan layaknya suami istri.