Ambon (Antara Maluku) - Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Maluku Utara meminta Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Halmahera Timur segera mencabut izin penambangan nikel milik PT Indo Bumi Nikel dan PT Roda Nusantara di wilayah adat Suku Togutil di Desa Dodaga.

"Kami dan masyarakat adat Togutil, Dodaga, meminta Pemkab untuk segera mencabut izin penambangan nikel milik PT Indo Bumi Nikel dan PT Roda Nusantara," kata Albert Ngingi, Ketua Unit Kerja Pelayanan Pemetaan Partisipatif AMAN Maluku Utara, di Ambon, Kamis.

Dikatakannya, izin eksplorasi dan produksi PT Indo Bumi Nikel dan PT Roda Nusantara harus segera dicabut karena lokasi penambangan berada di atas hulu sungai yang menjadi sumber air bagi Suku Togutil, dan jika dibiarkan maka keberlangsungan kehidupan masyarakat adat itu akan terancam.

Ia menjelaskan daerah hulu sungai yang berada di hutan adat Suku Togutil, Dodaga, Tobelo Dalam, dijadikan lahan penambangan nikel tanpa sepengetahuan mereka sebelumnya. Luasnya mencapai 1.121 hektare, 426 hektare dikelola oleh PT Indo Bumi Nikel, sedangkan 695 hektare oleh PT Roda Nusantara.

"Penambangan itu akan berdampak pada rusaknya hutan dan sungai yang menjadi sumber kehidupan masyarakat adat Togutil, dan itu akan mengancam kehidupan mereka," ucapnya.

Dikatakannya lagi, izin penambangan nikel oleh PT Indo Bumi Nikel dan PT Roda Nusantara di wilayah adat tersebut diterbitkan oleh Pemkab Halmahera Timur pada 2009, tapi keduanya belum sepenuhnya beroperasi.

PT Roda Nusantara baru memulai usahanya dengan proses penggalian untuk pengambilan sampel, sedangkan PT Indo Bumi Nikel belum beroperasi sama sekali karena masih terbentur dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Meneral dan Batu Bara (Minerba).

"Masyarakat setempat awalnya belum tahu wilayah mereka dijadikan area konsesi tambang nikel, mereka baru tahu ketika ke hutan dan menemukan sedang ada proses penggalian untuk sampel oleh PT Roda Nusantara," ucapnya.

Lebih lanjut Albert mengatakan luas wilayah adat Suku Togutil termasuk hutan yang menjadi sumber kehidupan mereka adalah 27.710,98 hektare, tapi semakin berkurang karena telah dijadikan sebagai hutan produksi tetap, hutan lindung, hutan produksi terbatas, perkebunan karet, dan Desa Transmigrasi SP III.

Pewarta: Shariva Alaidrus

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2014