Ambon (Antara Maluku) - Tim penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku, di Ambon, Senin, memeriksa staf Dinas Sosial Maluku, Wilson Lalo dalam kapasitas sebagai saksi untuk mengungkapkan keterlibatan kontraktor, Andreas Intan yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
"Benar Wilson tadi diperiksa tim penyidik untuk tersangjka Andreas yang kasusnya diefektifkan kembali swesuai arahan Kejati Maluku, I Gede Sudiatmaja," kata Kasie Penerangan, Hukum dan Humas Kejati setenmpat, Bobby Palapia, dikonfirmasi, Senin petang.
Kasus ini merupakan dugaan korupsi dana keserasian tahun anggaran 2006 senilai Rp34 miliar lebih.
Sejumlah saksi akan dimintai keterangan terkait dugaan kasus korupsi yang sejumlah orang terlibat telah divonis sehingga sedang menjalani hukuman penjara maupun telah bebas.
"Wilson, salah seorang terpidana kasus tersebut kembali dimintakan keterangan sebagai saksi terhadap Andreas yang sebenarnya telah bebas menjalani hukuman penjara," ujarnya.
Dia memastikan, penanganan kasus dana keserasian ini tidak "tebang pilih atau pilih kasih" oleh kejaksaan.
"Jadi siapa pun yang terbukti terlibat kasus ini pastinya diproses hingga memiliki keputusan hukum tetap agar tertanggung jawab kerufian negara," tegas Bobby.
Dia mengakui, dua tersangka lainnya dalam kapasitas sebagai kontraktor tetap diproses hukum.
"Kami meminta keterangan dari saksi dulu dan pastinya kontraktor yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan proyek kebagian diproses hukum," kata Bobby.
Dua tersangka lainnya adalah Tobyhend Sahureka Ongels Elisabeth yang statusnya bersama Andreas telah ditetapkan beberapa tahun lalu.
Sebelumnya, Kajati Maluku, I Gede Sudiatmaja berjanji akan mengarahkan penyidiknya agar mengusut tiga kontraktor yang telah ditetapkan sebagai tersangka pelaksana dana keserasian di Dinas Sosial setempat tahun anggaran 2006 senilai Rp34 miliar lebih.
"Saya saat dipercayakan menjadi Kajati Maluku diserahi tanggung jawab 27 kasus tindak pidana korupsi sehingga terkait kontraktor pelaksana dana keserasian itu perlu diusut proses penanganannya hingga tahapan apa," katanya.
Tiga kontraktor ditetapkan tersangka karena merealisasikan proyek dana keserasian tidak sesuai paket bantuan terhadap pengungsi korban konflik sosial di Kota Ambon dan Kabupaten Maluku Tengah pada 1999.
"Saya akan mengarahkan penyidik untuk mengusutnya karena memang agak lama agar jelas status penanganannya," ujar Kajati.
Kasus dana keserasian di Maluku pada 2006 ini juga telah diputus Mahkamah Agung (MA) terhadap mantan Kadis Sosial setempat, Venno Tahalele dengan empat tahun penjara pada Desember 2011.Terpidana sedang menjalani hukuman di Lapas Sukamiskin, Jawa Barat.
Mantan Kadis Sosial Maluku itu divonis hukuman tiga tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Ambon 9 Februari 2012.
Staf Dinas Sosial Maluku yang telah bebas menjalani hukuman penjara dari kasus proyek tersebut antara lain almarhum Jessy Paays, Jakomina Patty dan Anna Wairatta.
Dana keserasian tersebut berjumlah Rp34 miliar lebih itu dari pemerintah pusat seharusnya tiap keluarga /kelompok usaha mendapatkan bantuan Rp4 juta. Tapi, atas kebijakan Venno hanya diberikan masing-masing Rp1,3 juta - Rp1,8 juta setiap orang atau kelompok penerima bantuan.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2015
"Benar Wilson tadi diperiksa tim penyidik untuk tersangjka Andreas yang kasusnya diefektifkan kembali swesuai arahan Kejati Maluku, I Gede Sudiatmaja," kata Kasie Penerangan, Hukum dan Humas Kejati setenmpat, Bobby Palapia, dikonfirmasi, Senin petang.
Kasus ini merupakan dugaan korupsi dana keserasian tahun anggaran 2006 senilai Rp34 miliar lebih.
Sejumlah saksi akan dimintai keterangan terkait dugaan kasus korupsi yang sejumlah orang terlibat telah divonis sehingga sedang menjalani hukuman penjara maupun telah bebas.
"Wilson, salah seorang terpidana kasus tersebut kembali dimintakan keterangan sebagai saksi terhadap Andreas yang sebenarnya telah bebas menjalani hukuman penjara," ujarnya.
Dia memastikan, penanganan kasus dana keserasian ini tidak "tebang pilih atau pilih kasih" oleh kejaksaan.
"Jadi siapa pun yang terbukti terlibat kasus ini pastinya diproses hingga memiliki keputusan hukum tetap agar tertanggung jawab kerufian negara," tegas Bobby.
Dia mengakui, dua tersangka lainnya dalam kapasitas sebagai kontraktor tetap diproses hukum.
"Kami meminta keterangan dari saksi dulu dan pastinya kontraktor yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan proyek kebagian diproses hukum," kata Bobby.
Dua tersangka lainnya adalah Tobyhend Sahureka Ongels Elisabeth yang statusnya bersama Andreas telah ditetapkan beberapa tahun lalu.
Sebelumnya, Kajati Maluku, I Gede Sudiatmaja berjanji akan mengarahkan penyidiknya agar mengusut tiga kontraktor yang telah ditetapkan sebagai tersangka pelaksana dana keserasian di Dinas Sosial setempat tahun anggaran 2006 senilai Rp34 miliar lebih.
"Saya saat dipercayakan menjadi Kajati Maluku diserahi tanggung jawab 27 kasus tindak pidana korupsi sehingga terkait kontraktor pelaksana dana keserasian itu perlu diusut proses penanganannya hingga tahapan apa," katanya.
Tiga kontraktor ditetapkan tersangka karena merealisasikan proyek dana keserasian tidak sesuai paket bantuan terhadap pengungsi korban konflik sosial di Kota Ambon dan Kabupaten Maluku Tengah pada 1999.
"Saya akan mengarahkan penyidik untuk mengusutnya karena memang agak lama agar jelas status penanganannya," ujar Kajati.
Kasus dana keserasian di Maluku pada 2006 ini juga telah diputus Mahkamah Agung (MA) terhadap mantan Kadis Sosial setempat, Venno Tahalele dengan empat tahun penjara pada Desember 2011.Terpidana sedang menjalani hukuman di Lapas Sukamiskin, Jawa Barat.
Mantan Kadis Sosial Maluku itu divonis hukuman tiga tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Ambon 9 Februari 2012.
Staf Dinas Sosial Maluku yang telah bebas menjalani hukuman penjara dari kasus proyek tersebut antara lain almarhum Jessy Paays, Jakomina Patty dan Anna Wairatta.
Dana keserasian tersebut berjumlah Rp34 miliar lebih itu dari pemerintah pusat seharusnya tiap keluarga /kelompok usaha mendapatkan bantuan Rp4 juta. Tapi, atas kebijakan Venno hanya diberikan masing-masing Rp1,3 juta - Rp1,8 juta setiap orang atau kelompok penerima bantuan.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2015