Ambon (Antara Maluku) - Tim penyidik kejaksaan Tinggi Maluku akan memeriksa kontraktor Andreas Intan yang ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi dana keserasian tahun anggaran 2006 senilai Rp34 miliar.
Kepala Seksi Penerangan, Hukum, dan Humas Kejati Maluku, Bobby Palapia, di Ambon, Rabu, mengatakan tersangka yang Direktur PT Beringin Dua beralamat di Masohi, ibu kota Kabupaten Maluku Tengah tetap diperiksa guna mempertanggungjawabkan pekerjaannya.
Andreas kebagian menyalurkan bantuan kepada 175 kepala keluarga (KK )di Kabupaten Maluku Tengah dengan alokasi anggarannya Rp700 juta.
Namun, tim jaksa dalam penyelidikannya menemukan ada pekerjaan fiktif dan tidak semua penerima bantuan kebagian haknya.
"Pasti tersangka diperiksa setelah tim penyidikan menuntaskan pemeriksaan saksi yang saat ini intensif kembali diaktifkan proses hukumnya," ujar Bobby.
Dia merujuk, salah seorang saksi yang staf Dinas Sosial Maluku, Winsos Lalo telah diperiksa dalam kapasitasnya sebagai ketua panitia tender proyek tersebut.
Wilson sudah dua kali diperiksa yakni pada 26 dan 28 Januari 2015.
"Tim penyidik akan memanggil sejumlah saksi untuk dimintai keterangan, selanjutnya barulah memeriksa tersangka Andrias," tegas Bobby.
Disinggung dua kontraktor lainnya yang juga telkah berstatus tersangka, dia menjelaskan, tetap diproses hukum.
"Kami tidak lakukan `tebang pilih atau pilih kasih` terhadap siapa pun oknum pelaku korupsi, terutama proyek dana keserasian yang sebenarnya diperuntukan kepada masyarakat di Maluku paska konflik sosial pada 1999," kata Bobby.
Dua tersangka lainnya adalah Direktur CV. Riayaya, Thobyhend Sahureka dan Ny. Ongels Elisabeth yang diberikan kuasa oleh Direktur CV. Trijaya Lestari, Rentje Busouw.
Thobyhend yang mantan anggota DPRD Maluku dari Fraksi PDIP itu dipercayakan menyalurkan bantuan sapi untuk 175 KK di Kecamatan Tehoru, Maluku Tengah. Namun, anggaran cair 100 persen dan realisasinya diragukan.
Sedangkan, Ny.Ongels kebagian Rp 1,40 miliar yang diperuntukkan bagi 351 kepala keluarga (KK) di Kota Ambon meliputi desa Rumah Tiga, desa Wayame, desa Hunuth, desa Nania dan Gunung Malintang .
Sebelumnya, Kajati Maluku, I Gede Sudiatmaja berjanji akan mengarahkan penyidiknya agar mengusut tiga kontraktor yang telah ditetapkan sebagai tersangka pelaksana dana keserasian di Dinas Sosial setempat tahun anggaran 2006 senilai Rp34 miliar lebih.
"Saya saat dipercayakan menjadi Kajati Maluku diserahi tanggung jawab 27 kasus tindak pidana korupsi sehingga terkait kontraktor pelaksana dana keserasian itu perlu diusut proses penanganannya hingga tahapan apa," katanya.
Tiga kontraktor ditetapkan tersangka karena merealisasikan proyek dana keserasian tidak sesuai paket bantuan terhadap pengungsi korban konflik sosial di Kota Ambon dan Kabupaten Maluku Tengah pada 1999.
"Saya akan mengarahkan penyidik untuk mengusutnya karena memang agak lama agar jelas status penanganannya," ujar Kajati.
Kasus dana keserasian di Maluku pada 2006 ini juga telah diputus Mahkamah Agung (MA) terhadap mantan Kadis Sosial setempat, Venno Tahalele dengan empat tahun penjara pada Desember 2011.Terpidana sedang menjalani hukuman di Lapas Sukamiskin, Jawa Barat.
Mantan Kadis Sosial Maluku itu divonis hukuman tiga tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Ambon 9 Februari 2012.
Staf Dinas Sosial Maluku yang telah bebas menjalani hukuman penjara dari kasus proyek tersebut antara lain mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) almarhum Jessy Paays, bendahara proyek, Anna Wairatta, dan Jakomina Patty.
Jaksa juga menyeret Yohanis Fransiskus (pendamping desa Poka), (pendamping desa Wayame), Abdul Rahman Marasabessy dan pendamping Desa Batu Merah/STAIN Abdul Syukur Kaliki.
Sedangkan, pimpinan Koperasi Pondok Pesantren Khoiru Ummah, Syahroni Syafli hingga kini masih menjadi buron Kejati Maluku.
Dana keserasian tersebut berjumlah Rp34 miliar lebih itu dari pemerintah pusat seharusnya tiap keluarga/kelompok usaha mendapatkan bantuan Rp4 juta. Tapi, atas kebijakan Venno hanya diberikan masing-masing Rp1,3 juta-Rp1,8 juta setiap orang atau kelompok penerima bantuan.