Tual (Antara Maluku) - Sebanyak 319 WNA yang dievakuasi oleh Tim Pengawas Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Tual Kementerian Kelautan dan Perikanan dan TNI AL dari Benjina, Kepulauan Aru ke Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Tual, masih menunggu proses deportasi.
Pantauan Antara, Minggu, ratusan warga asing asal sejumlah negara ASEAN itu mendapat pengawalan aparat dan juga tim medis dan aparat TNI AL serta Polres Maluku Tenggara.
Mereka dievakuasi dari perusahaan Pusaka Benjina Resources (PBR) ke PPN Tual pada Jumat (3/4) dengan menggunakan enam kapal ikan yang dikawal oleh dua kapal patroli, yakni KM Hiu Macan milik PSDKP Tual dan KRI Pulau Rangga 711 milik TNI AL.
Menurut Kepala Stasiun PSDKP Tual Mukhtar A.Pi, 319 WNA tersebut berasal dari Myanmar sebanyak 253 orang, Kamboja (58), dan Laos (8). Mereka dievakuasi ke PPN Tual karena diduga telah menjadi korban perbudakan oleh PBR.
"Mereka akan kita pulangkan ke negara asalnya masing-masing," katanya.
Seorang WNA asal Myanmar bernama Yeen mengaku dirinya selama ini disuruh kerja keras dengan imbalan yang tidak setimpal dengan keringat yang dikeluarkan.
Menurut dia, kalau ada buruh yang sakit pun tidak diberikan obat, padahal ada "rumah suntik" dan dokter.
Evakuasi ratusan WNA yang bekerja di PBR itu dilakukan atas instruksi pihak kementerian kelautan dan perikanan.
Kepala PPN Tual Silvinus M.C Joran menyatakan fasilitas PPN Tual untuk menampung sementara ratusan WNA itu cukup memadai.
Ia mengaku berkoordinasi dengan Lanal Tual dan Polres Maluku Tenggara untuk masalah keamanan, dan juga dengan pemerintah daerah setempat untuk masalah kesehatan dan pelayanan umum bagi para WNA tersebut.
Sebelumnya, Tim kepolisian yang dipimpin oleh Wakil Kepala Polisi Thailand Letjen Siridchai Anakeveing telah memulangkan empat nelayan asal negara itu yang sebelumnya menjadi anak buah kapal (ABK) perusahaan PBR.
Sekda Kepulauan Aru Arens Uniplaitta menyatakan pulangnya empat nelayan itu atas permintaan sendiri, sementara lebih dari 1.000 ABK lain yang juga berasal dari Thailand memilih tetap bekerja.
Dugaan adanya perbudakan buruh asing di PBR bermula dari pemberitaan kantor berita Associated Press edisi 25 Maret 2015 yang diberi judul "Was Your Seafood Caught By Slaves" (Apakah Makanan Laut Anda Hasil Para Budak).
Pemberitaan tersebut membuat Dubes Thailand untuk Indonesia Siriyaphan bersama Wakil Kepala Kepolisian Letjen Siridchai Anakeveing berkunjung ke Ambon dan Dobo serta Benjina guna melakukan investigasi.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2015
Pantauan Antara, Minggu, ratusan warga asing asal sejumlah negara ASEAN itu mendapat pengawalan aparat dan juga tim medis dan aparat TNI AL serta Polres Maluku Tenggara.
Mereka dievakuasi dari perusahaan Pusaka Benjina Resources (PBR) ke PPN Tual pada Jumat (3/4) dengan menggunakan enam kapal ikan yang dikawal oleh dua kapal patroli, yakni KM Hiu Macan milik PSDKP Tual dan KRI Pulau Rangga 711 milik TNI AL.
Menurut Kepala Stasiun PSDKP Tual Mukhtar A.Pi, 319 WNA tersebut berasal dari Myanmar sebanyak 253 orang, Kamboja (58), dan Laos (8). Mereka dievakuasi ke PPN Tual karena diduga telah menjadi korban perbudakan oleh PBR.
"Mereka akan kita pulangkan ke negara asalnya masing-masing," katanya.
Seorang WNA asal Myanmar bernama Yeen mengaku dirinya selama ini disuruh kerja keras dengan imbalan yang tidak setimpal dengan keringat yang dikeluarkan.
Menurut dia, kalau ada buruh yang sakit pun tidak diberikan obat, padahal ada "rumah suntik" dan dokter.
Evakuasi ratusan WNA yang bekerja di PBR itu dilakukan atas instruksi pihak kementerian kelautan dan perikanan.
Kepala PPN Tual Silvinus M.C Joran menyatakan fasilitas PPN Tual untuk menampung sementara ratusan WNA itu cukup memadai.
Ia mengaku berkoordinasi dengan Lanal Tual dan Polres Maluku Tenggara untuk masalah keamanan, dan juga dengan pemerintah daerah setempat untuk masalah kesehatan dan pelayanan umum bagi para WNA tersebut.
Sebelumnya, Tim kepolisian yang dipimpin oleh Wakil Kepala Polisi Thailand Letjen Siridchai Anakeveing telah memulangkan empat nelayan asal negara itu yang sebelumnya menjadi anak buah kapal (ABK) perusahaan PBR.
Sekda Kepulauan Aru Arens Uniplaitta menyatakan pulangnya empat nelayan itu atas permintaan sendiri, sementara lebih dari 1.000 ABK lain yang juga berasal dari Thailand memilih tetap bekerja.
Dugaan adanya perbudakan buruh asing di PBR bermula dari pemberitaan kantor berita Associated Press edisi 25 Maret 2015 yang diberi judul "Was Your Seafood Caught By Slaves" (Apakah Makanan Laut Anda Hasil Para Budak).
Pemberitaan tersebut membuat Dubes Thailand untuk Indonesia Siriyaphan bersama Wakil Kepala Kepolisian Letjen Siridchai Anakeveing berkunjung ke Ambon dan Dobo serta Benjina guna melakukan investigasi.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2015