Ambon (Antara Maluku) - Kondisi ekologi Teluk Ambon sedang mengalami penurunan karena ditemukan lebih banyak jenis fitoplankton atau alga beracun dengan potensi ledakan kelimpahan yang semakin sering terjadi dibanding tahun-tahun sebelumnya.

"Dari hasil monitoring kami sejak tahun 2007 hingga Februari 2015 menunjukkan indikasi yang memang tidak bisa dimungkiri kalau kondisi Teluk Ambon telah mengalami penurunan dari sisi ekologi," kata Peneliti dari Pusat Penelitian Laut Dalam (P2LD) LIPI Ambon Hanung Mulyadi, di Ambon, Selasa.

Ahli plankton itu mengatakan jika pada 10 tahun yang lalu hanya ada dua jenis alga berbahaya yang ditemukan hidup di dalam perairan Teluk Ambon, yakni Pyrodinium bahaamense dan Dinophysis miles, kini jenisnya semakin bertambah dan potensi ledakannya juga lebih sering terjadi dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, di antaranya Trichodesmium eryathrum, Noctiluca scintillans dan Dinophysis caudata.

Setelah ledakan kelimpahan terbesar fitoplankton yang pernah terjadi selama 10 tahun terakhir, yakni Noctiluca scintillans dengan kepadatan sebanyak 7,4 x 10 juta sel per meter kubik di sekitar kawasan Desa Waiheru, Passo dan Halong, Kecamatan Baguala, yang menyebabkan red tide atau berubahnya warna perairan menjadi merah pekat pada 2 Juli 2014, ledakannya kembali terjadi pada Februari lalu.

Berbeda dengan setahun sebelumnya, kali ini terdeteksi ada dua alga berbahaya yang mengalami ledakan sekaligus, yakni Trichodesmium eryathrum dan Dinophysis miles dengan jumlah kepadatan yang terbilang tinggi di sekitar perairan Desa Poka, Kecamatan Teluk Ambon.

Jumlah ledakan kelimpahan Dinophysis Miles sebanyak 10.000 sel per meter kubik, sedangkan Trichodesmium eryathrum mencapai satu juta sel per meter kubik.

Terkait tingginya kepadatan dua alga berbahaya itu, warna perairan berubah menjadi hijau pekat selama tiga hari.

"Februari lalu sempat ada blooming di sekitar depan PLTD Di Desa Poka, cuma tiga hari, waktu itu saya sempat bilang masih dalam proses identifikasi karena plankton kan kecil jadi harus diperiksa di laboratorium dulu untuk dihitung selnya satupersatu," katanya.

Hanung yang juga ketua tim monitoring Teluk Ambon mengatakan Trichodesmium eryathrum dan Dinophysis miles adalah dua alga yang cukup berbahaya jika termakan oleh manusia, karena tidak akan mati dan dampak buruk yang dihasilkannya juga tidak akan berkurang meski telah direbus dalam suhu yang tinggi.

"Untuk dampak langsungnya ke manusia mungkin tidak ada, tapi biasanya jika itu dimakan oleh kerang dan ikan kemudian dikonsumsi lagi oleh manusia di sekitarnya maka akan mengalami gangguan pencernaan, kejang-kejang, mual atau diare," katanya.

Pewarta: Shariva Alaidrus

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2015