Ambon (ANTARA) - Cemaran merkuri (Hg) pada empat jenis ikan karang di Teluk Kayeli, Kabupaten Buru, Provinsi Maluku melebihi batas maksimum pedoman yang dikeluarkan oleh lembaga standar makanan Australia-Selandia Baru (Food Standards Australia New Zealand /FSANZ).
"Konsentrasi Hg pada empat dari sembilan spesies ikan yang diamati dalam penelitian ini telah melebihi pedoman yang dikeluarkan oleh FSANZ," kata Peneliti dari Pusat Penelitian Laut Dalam (P2LD) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Corry Yanti Manullang, di Ambon, Rabu.
Ia mengatakan P2LD LIPI pada 2017 melakukan penelitian terkait limbah total merkuri (THg) yang dihasilkan ke lingkungan, akibat aktivitas Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK) di Gunung Botak pada akhir tahun 2011 dan Gogorea pada 2012.
Sembilan jenis ikan demersal dari Teluk Kayeli yang dikumpulkan dari nelayan setempat untuk dianalisis, yakni Parupeneus indicus, Liza subviridis, Pomadasys sp., Siganus canaliculatus, Lutjanus argentimaculatus, Myripristis kuntee, Pempheris oualensis, Abudefduf sexfasciatus dan Caesio cuning.
Baca juga: Pembawa puluhan kilo cairan merkuri di Maluku terancam 5 tahun penjara
Hasil penelitian menemukan kandungan merkuri pada ikan Pomadasys sp. (0,102±0,008 mg.kg-1 DW), Lutjanus argentimaculatus (1.667±0.45 mg.kg-1 D), Myripristis kuntee (1.294±0.671 mg.kg-1 DW) dan Pempheris oualensis (0.294± 0.083 mg.kg-1 DW) di atas 2,0 mg/kg, melebihi pedoman yang dikeluarkan oleh FSANZ.
"Temuan ini cukup mengkhawatirkan karena ikan-ikan tersebut banyak dikonsumsi oleh masyarakat sekitar. Frekuensi makan ikan yang terkontaminasi Hg sangat penting," kata Corry.
Ia menjelaskan Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives (JECFA) telah menetapkan asupan mingguan sementara yang dapat ditoleransi (PTWI), sekitar 4µgkg-1 berat badan per minggu. Dengan asumsi rata-rata berat pria dewasa Indonesia 60 kg, maka asupan merkuri 240 µg.kg-1 per minggu harus dihindari.
Kendati kadar merkuri pada lima jenis ikan lainnya masih di bawah pedoman FSANZ, tingginya konsentrasi total merkuri (THg) pada ikan yang tercatat dalam penelitian, dan ketergantungan masyarakat lokal pada makanan laut sebagai sumber protein, mereka sangat rentan tercemar.
"Pemantauan jangka panjang terhadap konsentrasi Hg dan edukasi bagi masyarakat sangat penting dilakukan di Pulau Buru," ujar Corry.
Baca juga: Kapolresta : Pelaku bisnis merkuri manfaatkan kesibukan penanganan pandemi
Baca juga: Polresta Pulau Ambon ringkus pasutri bawa cairan merkuri