Ambon (ANTARA) - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2LD-LIPI) menyatakan kepadatan sampah domestik terutama sampah plastik di Teluk Ambon bagian dalam mengalami peningkatan dalam 20 tahun terakhir.
"Ada peningkatan kepadatan sampah domestik atau sampah rumah tangga, terutama sampah plastik di Teluk Ambon dalam 20 tahun terakhir," kata Perekayasa (Inovator) Ahli Madya P2LD-LIPI Daniel D. Pelasula di Ambon, Senin.
Ia mengatakan salah satu masalah lingkungan laut cukup serius yang dihadapi oleh Provinsi Maluku adalah masalah sampah di laut.
Hasil penelitian sejak 1995 menunjukkan adanya akumulasi sampah domestik yang cukup besar di Teluk Ambon.
Sedangkan penelitian LIPI tahun 2017 menemukan kepadatan sampah domestik, terutama sampah plastik mengalami peningkatan selama 20 tahun terakhir.
Penelitian tersebut juga mengkaji banyak sampah terapung di beberapa lokasi di Teluk Ambon. Kelimpahan terbesar berada di wilayah dekat pasar Mardika dan Galala, dengan kelimpahan jenis sampah lebih dari 51 jenis.
Presentase kelimpahan sampah di delapan lokasi pantai di Teluk Ambon, terbanyak berada di Desa Poka (47,42 persen), disusul Hative (17,04 persen), Kate-Kate (11,73 persen), Waiheru (9,28 persen), Tawiri (6,9 persen), Lateri (4,34 persen), Halong (2,49 persen) dan Desa Passo (0,78 persen).
Peningkatan kepadatan sampah dan limbah mengakibatkan terjadinya ledakan alga berbahaya di Teluk Ambon. Dinamika ledakan alga jenis Pyrodinium bahamense pernah mencapai lebih dari 10.000.000 sel per liter.
"Non-toxic alga Gonyaulax spp pernah meledak di Teluk Ambon bagian dalam pada 2019 dan 2020," kata Daniel.
Dikatakannya lagi, ada 29 sungai besar dan kecil yang bermuara di Teluk Ambon, 19 sungai di antaranya berada di pemukiman padat penduduk dan sangat berpengaruh karena membawa sedimentasi, minyak dan sampah, termasuk limbah rumah tangga.
Peningkatan kepadatan sampah domestik dan jenisnya di Teluk Ambon, diduga karena kebiasaan masyarakat membuang sampah ke sungai, kemudian terbawa arus dan bermuara di teluk.
"Sungai-sungai yang berada pada pemukiman padat dimanfaatkan masyarakat untuk membuang limbah, misalnya kawasan Air Putri, Batu Capeo, Batu Gajah, Skip, Batu Merah, Tantui, Galala, Passo, Wailela, Wayame dan Poka," ujar Daniel.