Jembatan sepanjang 1,06 kilometer itu sudah tersambung mulai dari bagian paling awal di sisi Lampu Lima, Desa Galala, hingga ujungnya di kawasan Poka. Namun, belum bisa untuk lalu lalang kendaraan roda dua maupun empat.

Sejak awal pencanangan oleh Menteri Pekerjaan Umum Joko Kirmanto pada era Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono pada bulan Juni 2011, kehadiran jalan layang penghubung Desa Galala-Desa Poka yang melintas di atas perairan Teluk Ambon itu sudah sangat dinantikan oleh masyarakat, termasuk kalangan pengusaha dan wisatawan.

"Sebentar lagi pasti jadi, dioperasikan kan, ya?" Inilah pertanyaaan bernada harapan yang dilontarkan Manajer Hubungan Masyarakat Lippo Group Jeanny Wullur. Dia berada di Ambon terkait dengan Penyerahan Beasiswa Mahasiswa Berprestasi Lippo Group kepada mahasiswa Politeknik Negeri Ambon, Jumat (19/2).

Menurut dia, keberadaan jembatan itu akan berdampak besar pada dunia usaha di Kota Ambon, yang mulai bangkit dalam 10 tahun terakhir, pascakonflik horizontal yang membuat berbagai sendi kehidupan masyarakat di Ibu Kota Provinsi Maluku itu porak-poranda.

Dari Lippo Group telah hadir dua pusat perbelanjaan modern, masing-masing Ambon City Center di kawasan Passo dan Maluku City Mall di Lampu Lima, Tantui.

Group usaha properti, retail, dan layanan kesehatan itu juga berencana membangun Siloam International Hospital di kawasan Mardika untuk mendukung sarana rumah sakit di Kota Ambon.

"Wisatawan mancanegara banyak yang bertanya soal keberadaan rumah sakit dan pusat kesehatan di Ambon. Mereka sebenarnya sangat ingin datang ke sini karena keindahan kota, terutama pantai-pantainya terkenal luas di dunia internasional. Akan tetapi, kalau tidak ada rumah sakit yang dapat diandalkan, mereka juga berpikir ulang untuk datang. Ini sebenarnya alasan Lippo mau bangun rumah sakit di Ambon," katanya.

Tidak hanya wisatawan, tetapi para pelaku usaha dan investor pun tentu berharap ada dukungan infrastruktur di bidang transportasi yang memudahkan mereka untuk membuka usaha di Ambon atau Maluku pada umumnya.

Salah satu yang diharapkan tentu segera beroperasinya Jembatan Merah Putih atau sering juga disebut Jembatan Martafons itu.

Bila jembatan itu sudah dibuka untuk umum, transportasi dari Bandara Internasional Pattimura ke Pusat Kota Ambon atau sebaliknya akan makin lancar. Tanpa itu, waktu berkendara yang dibutuhkan sekitar 1--1,5 jam, tergantung pada kelancaran lalu lintas jalan putar atau tingkat kepadatan di pelabuhan feri Galala-Poka yang selama ini menjadi dua akses pilihan.

Akan tetapi, bila jembatan sudah bisa dilalui, dibutuhkan waktu sekitar 30 menit.

Makin singkatnya jarak dan waktu tempuh, tentu saja sangat "matching" dengan prinsip "time is money" yang berlaku di kalangan pengusaha.


Masih Terkendala

Harapan segera beroperasinya Jembatan Merah Putih (JMP) ada kemungkinan belum bisa terwujud dalam waktu dekat kendati taksiran Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basoeki Hadimoeljono pada bulan Maret 2016.

Kendala terakhir yang dihadapi kini terkait dengan pembebasan lahan milik Keluarga Nurhayati Tutupoho di area pembangunan jalan "underpass" di kawasan Jalan Sudirman sebagai bagian tidak terpisahkan dari proyek jalan dan jembatan nasional tersebut.

Hingga saat ini, secara kasatmata terlihat pembangunan jalan kolong itu belum rampung, sementara badan jembatan sudah diaspal semua.

Sebenarnya, JMP direncanakan pembangunannya hanya dalam waktu 3 tahun sejak peletakan batu pertama pada tahun 2011. Akan tetapi, jadwal peresmiannya hingga sekarang sudah tertunda sedikitnya dua kali.

Penundaan pertama terjadi pada tahun 2014 karena pembangunannya memang belum selesai; kedua, saat berlangsung kegiatan Pesparawi Tingkat Nasional 2015 yang dihadiri Presiden RI Joko Widodo di Kota Ambon.

Penyambungan bentangan tengah jembatan itu pada perayaan "Old & New" 31 Desember 2015 pun tertunda akibat gempa berkekuatan 5,1 skala Richter yang mengguncang Kota Ambon.

Menurut Menteri Basoeki, pembangunan JMP memang harus ditunjang pengalaman khusus dan tidak boleh terjadi kesalahan sedikit pun.

"Bila ada kesalahan sedikit saja, tentu akan kembali ke nol lagi," katanya.

Sejumlah faktor yang memengaruhi penyelesaian pembangunan JMP, antara lain kurangnya peralatan yang dibutuhkan, material yang didatangkan dari luar daerah serta beberapa kendala teknis lain, selain koordinasi dan konsultasi dengan pihak-pihak terkait, terutama TNI Angkatan Laut menyangkut tinggi bentangan tengah jembatan yang harus mempertimbangkan jalur masuk keluar kapal perang.

"Ini yang membuat pekerjaannya molor dari target yang direncanakan," katanya.

Namun, kini semua faktor itu sudah dilalui dan seharusnya jembatan sudah bisa diresmikan penggunaannya.

JMP terdiri atas jembatan pendekat arah Galala sepanjang 300 meter, pendekat arah Poka 320 meter, dan bentang tengah 300 meter. Tinggi pylon 89,5 meter dan lebar 22,5 meter yang dibagi dua jalur.

Semua pihak tentu berharap masalah pembebasan tanah segera dapat diselesaikan agar itu bisa dioperasikan. Hal ini tentu membutuhkan kesadaran semua pihak, termasuk pemilik lahan akan pentingnya arti jembatan itu bagi kepentingan publik.

Baik pemerintah provinsi maupun DPRD Provinsi Maluku pun sudah berinisiatif untuk menyelesaikan masalah lahan tersebut. Namun, hingga sekarang belum ada solusi.

Pemprov Maluku dalam rapat tanggal 21 Januari 2016 mengajukan penarawan Rp200 ribu per meter persegi sesuai dengan nilai jual objek pajak (NJOP) atas tanah di daerah tersebut, sementara keluarga Nurhayati yang memiliki lahan seluas 898 meter persegi menginginkan ganti rugi Rp2,5 juta per meternya.

Yang pasti, JMP sudah melewati waktu pergantian pemerintahan dari masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke era Presiden Joko Widodo saat ini. Kepala Negara pun sedikitnya sudah dua kali datang ke Ambon dan direncanakan meresmikan jembatan itu namun gagal.

Sekarang, tentu peresmian jembatan oleh siapa pun pejabat tinggi negara yang akan hadir ke Kota Ambon sangat dinantikan. Entah terjadi pada bulan Maret 2016 atau harus menunggu lebih lama lagi lantaran ganti rugi lahan belum ada kesepatakan, atau mungkin dengan solusi lainnya.

Orang banyak bilang, "Lebih cepat itu lebih baik."

Pewarta: John Nikita Sahusilawane

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2016