Ambon, 15/5 (Antara Maluku) - Aktivis perlindungan perempuan dan anak, organisasi kemasyarakatan pemuda (OKP) dan mahasiswa di Ambon yang tergabung dalam Solidaritas Perempuan Maluku mendesak Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) menjadi prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR pada 2016.

Desakan tersebut dilakukan dalam bentuk aksi damai berupa orasi, pembakaran lilin dan obor, pembacaan puisi serta doa bersama di kawasan tugu pahlawan nasional, Martha Christina Tiahahu, Sabtu malam.

Dalam aksi damai yang dihadiri Ketua Kaukus Perempuan Parlemen Maluku, Ayu Hasanusi, Ketua PKK Kota, Ambon Debby Louhenapessy dan sejumlah anggota DPRD Kota Ambon, Solidaritas Perempuan Maluku menyerahkan petisi "MERAH PUTIH SETENGAH TIANG DARI BUMI SERIBU PULAU UNTUK IBU PERTIWI" ditujukan untuk Presiden Joko Widodo dan Ketua DPR Ade Komarudin, kepada anggota Komisi VII DPR RI Mercy Barends.

"RUU ini penting karena akan memberikan payung hukum untuk melindungi korban dan mencegah kekerasan seksual melalui perangkat perundangan yang adil, berpihak pada korban dan mencakup semua jenis dan kompleksitas kekerasan seksual," ujar Othe Patty dari Lingkar Pemberdayaan Perempuan dan Anak (LAPPAN) saat membacakan petisi.

Dikatakannya, pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, maka proses penyidikan dan peradilan akan berpihak pada korban, sekaligus ada perubahan pandangan dan perilaku penegak hukum, pembuatan kebijakan dan masyarakat umum tentang kekerasan seksual sebagai kejahatan kemanusiaan, bukan masalah susila.

Ia mengatakan Komnas Perempuan mencatat sedikitnya ada 139.133 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan di Indonesia pada 2002 - 2012, yang jika dikalkulasikan secara kasar maka sedikitnya ada tiga hingga empat orang perempuan mengalami kekerasan seksual setiap dua jam.

Kekerasan seksual terhadap perempuan dalam kurun waktu 13 tahun terakhir berjumlah hampir seperempat dari seluruh total kasus yang dilaporkan, angkanya juga meningkat sekitar 30 persen pada 2012 - 2013, maka sedikitnya ada 35 orang perempuan menjadi korban kekerasan seksual setiap harinya.

Di Maluku, dalam kurun waktu 10 tahun terakhir hingga Mei 2016 tercatat ada 1.500 kasus berbagai jenis kekerasan terhadap anak dan perempuan yang terjadi di Kabupaten Maluku Tengah, Buru, Seram Bagian Barat, dan Kota Ambon.

Ini mengindikasikan dalam sepekan sedikitnya ada tiga hingga empat orang anak dan perempuan yang mengalami berbagai jenis kekerasan.

"Mayoritas kasus kekerasan seksual terjadi pada anak perempuan usia sekolah. Oknum pelakunya adalah orang-orang terdekat mereka, seperti paman, guru, tetangga, ayah tiri, tukang ojek dan pengayuh becak langganan, dan bahkan teman mereka sendiri," katanya.

Mercy Barends dalam kesempatan tersebut mengatakan kekerasan seksual tidak hanya terjadi dalam wilayah domestik, tapi juga ruang publik, bahkan di tempat-tempat yang seharusnya menjadi kawasan perlindungan, seperti tempat pengungsian.

Karena itu, mata rantai kekerasan seksual harus dipotong agar tidak menjadi kasus berulang, dan memberikan efek jera kepada para pelaku.

"RUU Penghapusan Kekerasan Seksual perlu didorong, karena gendernya perempuan mengalami kekerasan. Kita perlu mendorong agar ada hukuman seberat-beratnya bagi pelaku kekerasan seksual," tegasnya.

Pewarta: Shariva Alaidrus

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2016