Malang, 8/6 (Antara Maluku) - Mahasiswa Jurusan Teknik Elektro Universitas Brawijaya Malang mengembangkan prototype alat terapi kanker payudara dengan menggunakan ekstrak etanol buah ciplukan yang digunakan secara rutin.

Ketua Tim peneliti pengembangan alat terapi kanker tersebut, M Dheri Maulana di Malang, Rabu mengemukakan ektrak etanol buah ciplukan itu diintegrasikan dengan teknologi uap air dan gel etanol yang ditembakkan ke pusat kanker melalui medium pendispersi sinar laser ultraviolet.

"Dari hasil penelitian ini, ekstrak etanol ciplukan dapat menekan berkembangnya kanker hingga 75 persen, dari stadium 2 lanjut menjadi golongan A atau kanker stadium 1B dalam 6 bulan dengan pemakaian yang rutin. Namun, kelemahannya, ekstrak ini obat oral, jadi harus masuk lambung dulu, penyerapan di usus, baru masuk ke ginjal, hati, kemudian ke pusat kanker," urai Dheri Maulana.

Padahal, lanjut Dheri, diperlukan penanganan cepat untuk kasus kanker payudara. Bila pembuluh darah pecah akibat kanker, pasien dalam 1-3 jam setelah serangan bisa meninggal bila sel darah putih tidak kuat menopang. Hal ini juga berlaku untuk kanker payudara stadium apapun.

Dengan kata lain, lanjutnya, alat ini menghindari rugi daya reaksi obat atau efek toksik obat bila diminum. Selain itu, metode ini juga tidak mempengaruhi jantung, tekanan darah, atau efek samping lain dari obat.

Oleh karena itu, tim berinisiatif membuat alat yang dinamakan "Alterkara Super Steam" ini. Cara kerja alat berkekuatan 220 Volt dengan daya 150 Watt ini berawal dari pemanasan ekstrak ciplukan dicampurkan air berkadar oksigen tinggi dengan perbandingan tertentu.

Setelah dipanaskan, uap air diekstraksikan dengan gel etanol di ujung alat. Apabila kelembaban mencapai 65°C, sensor laser ultraviolet langsung aktif dan menembakkan ekstrak ciplukan yang sudah dipanaskan menuju pusat kanker payudara. Alat ini juga dilengkapi vibrator dengan efek getaran 1, 3, dan 5 Hz sebagai efek refleksi dan relaksasi sekaligus sebagai stimulus penembakan sinar yang terdapat pada sistem alat.

"Dosis untuk terapi harus dikonsultasikan dulu dengan dokter. Pemakaian alatnya bisa dipakai secara individu di rumah maupun rumah sakit," ujarnya.

Pengembangan Alterkara Super Steam yang dibimbing oleh dosen Nurusa'adah ini berhasil meraih Juara II kompetisi MTQ UB XII Kategori Karya Tulis Al-Qur'an. Bahkan, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) juga telah menghubungi tim untuk penelitian lebih lanjut.

Penelitan ini terkait pengkajian ulang ambang batas radiasi sinar ultraviolet maksimum yang dapat diterima oleh tubuh sehingga tidak merusak metabolisme. Selain itu, penelitian juga mengkaji hantaran elektrolit dengan kecepatan cahaya untuk menentukan alat bisa dipakai dalam maksimal berapa menit.

Sementara itu anggota tim peneliti lainnya, Lukman Gumelar mengatakan untuk mengembangkan prototype Alterkara Super Steam tersebut menghabiskan dana sekitar Rp 2 juta. Namun, untuk penerapannya ke masyarakat, diperkirakan alat ini akan menghabiskan dana Rp20 juta hingga Rp50 juta.

"Pengembangan untuk masyarakat harus memakai komponen yang sudah teregulasi di data Kemenkes. Pengembangan sistem laser juga harus dilaksanakan secara terpadu," ucapnya.

Anggota tim lainnya, M Azril Muttaqin menyarankan agar alat ini untuk penderita kanker payudara stadium 1 hingga 2 lanjut, sedangkan di atas stadium itu tidak disarankan mengingat polimerasi sel yang sudah mengalami kerusakan.

Menurut Azril, pengobatan kanker saat ini dikenal hanya melalui tiga cara yakni kemoterapi, pengangkatan, dan penyayatan. Dan, masing-masing memiliki risiko pengobatan dan angka kesakitan yang relatif tinggi.

"Harapan kami alat yang kami kembangkan ini dapat menekan rasa sakit, dapat sembuh dengan waktu yang singkat, dan minim efek samping. Semoga bermanfaat untuk masyarakat, karena tiap dua jam ada satu wanita meninggal akibat kanker payudara," urainya.

Pemanfaatan ekstrak etanol ciplukan sebagai obat terapi kanker payudara sendiri telah diteliti dan dipatenkan sebelumnya oleh guru besar bidang kedokteran Universitas Airlangga (UNAIR) Prof Dr Handayani.

Pewarta: Endang Sukarelawati

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2016