Ambon, 25/7 (Antara Maluku) - Sekolah Poitek, yang pernah didirikan di Kota Ambon oleh masyarakat Tionghoa dan ditutup pemerintah pada 1966, tidak pernah berafiliasi dengan organisasi terlarang mana pun, kata seorang pengurus Yayasan Poitek Ambon.

"Kalau dilihat dari sejarah berdirinya di tahun 1905, sekolah ini sudah ada sebelum kemerdekaan RI dan juga lebih tua usianya dari sekolah Poitek yang ada di Jakarta," kata Pembina Yayasan Pendidikan Poitek Ambon, Alfred Sanahan di Ambon, Senin.

Menurut dia, dalam perkembangannya sampai tahun 1966, akibat gejolak politik dalam negeri, maka Sekolah Poitek dari tingkat SD hingga SMP ini posisinya berada di bawah pengawasan penguasa pada masa itu.

"Tetapi sebenarnya sekolah ini sama sekali tidak berafiliasi dengan organisasi terlarang apa pun, cuma semata-mata kami dari etnis Tionghoa maka pemerintah secara generalis menutupnya pada tahun 1966," kata Alfred.

Kemudian status tanah dan bangunan sekolah dalam perkembangan selanjutnya tidak jelas, sampai pada 1984 diketahui lahan itu sudah bersertifikat atas nama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan di atasnya dibangun Kantor Perpustakaan Daerah Maluku.

Alfred mengakui pihaknya tidak punya daya untuk mempermasalahkan hal itu, dan pada 2012 dalam satu pertemuan yang dihadiri 1.000 alumni dari berbagai penjuru dunia berkembang pemikiran tentang apa yang bisa dibuat oleh yayasan untuk daerah ini.

"Kami hidup dan besar di daerah ini. Kami merasa terpanggil untuk berbuat sesuatu dan sepakat untuk bergerak di jalur pendidikan," ujarnya.

Pada November 2013 disepakati untuk mendirikan Yayasan Pendidikan Poitek Ambon, sebagai kelanjutan dari sekolah yang pernah dimiliki pada masa lalu, bahkan ada keinginan membangun kembali sekolah Poitek berstandar internasional untuk mendorong pemerintah daerah dalam memperbaiki kualitas pendidikan di Maluku.

Alfred menyatakan tanggapan awal yang diterima sangat dingin, karena banyak orang Tionghoa yang masih ragu terhadap kesungguhan dari niat baik tersebut.

"Banyak warga Tionghoa masih trauma dengan masa lalu, mereka khawatir suatu saat sekolah yang akan didirikan diambil alih lagi oleh penguasa.

Dia juga mengakui ada pemikiran untuk mengambil alih lahan yang dulu milik Sekolah Poitek lewat jalur hukum, sesuai saran Karo Hukum Setda Maluku, namun mayoritas masyarakat Tionghoa tidak setuju dan ingin datang baik-baik untuk bermitra dengan pemerintah daerah membangun pendidikan.

"Niat kami dengan keinginan seperti begini bisa dipertimbangkan pemda dan permintaannya ada dua skenario, sekolah dikembalikan atau pemikiran realistis win-win solution untuk tukar guling," jelas Alfred.

Dia juga menjamin seluruh anggaran yang dipakai itu berasal dari yayasan, namun peruntukkannya bagi seluruh masyarakat dan tidak membeda-bedakan masalah ras, golongan, atau agama.

Sebelumnya, Karo Hukum Setda Maluku Hendrik Far Far mengatakan pihaknya menyarankan Yayasan Poitek untuk menempuh jalur hukum terkait lahan Perpustakaan Daerah Maluku yang mereka klaim sebagai miliknya.

Pewarta: Daniel Leonard

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2016