Ambon, 20/3 (Antara Maluku) - DPRD Kepulauan Aru, Maluku meminta Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti segera menangani 4.500 ton ikan yang sedang ditampung di cold stroge PT. Pusaka Benjina Resources (PBR) di Benjina, kabupaten setempat karena terancam membusuk akibat terlalu lama disimpan.
"Meteri Susi segera mungkin menindaklanjuti permintaan dari manajemen PT. PBR karena bila ikan sebanyak itu membusuk, maka dipastikan terjadi pencemaran lingkungan yang meresahkan masyarakat di Benjina," kata Ketua DPRD Kepulauan Aru, Andreas Limbers, dihubungi dari Ambon, Senin.
Permintaan ini menindaklanjuti pertemuan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kepulauan Aru dengan perwakilan dari PT. PBR di Dobo, ibukota kabupaten setempat pada akhir Februari 2017 yang menyampaikan 4.500 ton ikan terancam busuk.
"Dampaknya pasti meresahkan masyarakat karena menimbulkan aroma bau busuk menyegat, termasuk lalat beterbangan sehingga membuat lingkungan tercemar," ujar Andreas.
Dia memaklumi PT. PBR dalam masalah terkait tenaga kerja dan terkena dampak moratorium yang diterapkan Menteri Susi.
"Hanya saja, ancaman pencemaran lingkungan yang meresahkan masyarakat hendaknya menjadi perhatian Menteri Susi agar segera mengambil langkah bijaksana untuk menangani 4.500 ton ikan tersebut," tandasnya.
Sedangkan, Kadis Kelautan dan Perikanan Kepulauan Aru, Ir. Jongky Gutandjala mengatakan, diminta Bupati Kepulauan Aru, Johan Gonga untuk menghadiri pertemuan sehingga mengetahui 4.500 ton ikan terancam membusuk.
Dalam pertemuan tersebut yang mengatasnamakan perwakilan PT. PBR menjelaskan sudah ada ikan yang membusuk sehingga telah menyurati Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti.
"Kami pun berdasarkan hasil pertemuan menerjunkan tim ke Benjina untuk menyaksikan kondisi ikan, selanjutnya melaporkan ke Bupati Johan bersama Forkopimda Kepulauan Aru," kata Jongky.
Dia mengemukakan, hingga saat ini belum ada penjelasan lanjutan dari perwakilan PT. PBR soal Menteri Susi sudah menindaklanjuti surat mereka ataukah belum.
"Tim dari Pemkab Kepulauan Aru memperhitungkan bila 4.500 ton ikan itu membusuk, maka dibutuhkan lahan seluas delapan hektare dengan kedalaman lubang 10 meter untuk menanamnya," ujar Jongky.
Hanya saja, lanjutnya, lahan di mana yang bisa dimanfaatkan untuk menanam ikan tersebut bila membusuk sehingga pastinya menjadi limbah meresahkan masyarakat di sekitar lokasi PT. PBR.
"Pastinya membutuhkan anggaran besar untuk proses penanaman ikan yang membusuk tersebut dan itu pun menjadi tanggung jawab siapa karena PT. PBR telah dilarang beroperasi sejak 2015," tandas Jongky.
Sebelumnya, Gubernur Maluku, Said Assagaff mengaku kaget dengan ribuan ton ikan di Benjina terancam membusuk.
Dia bahkan menelpon Kadis Kelautan dan Perikanan Maluku, Romelus Far - Far karena diberitakan salah satu media harian terbitan kota Ambon bahwa puluhan ribu ikan di Benjina telah membusuk sehingga meresahkan masyarakat di sana.
"Memprihatinkan memang bila ikan dalam jumlah besar itu membusuk. Kenapa ikan tersebut tidak dibagikan kepada masyarakat di Kepulauan Aru saja daripada dibiarkan membusuk sehingga mengancam kelestarian lingkungan," tegasnya.
Karena itu, Romelus diarahkan agar mengkoordinasikannya dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan guna mengatasi masalah tersebut.
PT. PBR menjadi perhatian dunia pada awal 2015 karena kasus perbudakan nelayan asing dari Myanmar, Laos, Thailand, Vietnam dan Kamboja.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2017
"Meteri Susi segera mungkin menindaklanjuti permintaan dari manajemen PT. PBR karena bila ikan sebanyak itu membusuk, maka dipastikan terjadi pencemaran lingkungan yang meresahkan masyarakat di Benjina," kata Ketua DPRD Kepulauan Aru, Andreas Limbers, dihubungi dari Ambon, Senin.
Permintaan ini menindaklanjuti pertemuan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kepulauan Aru dengan perwakilan dari PT. PBR di Dobo, ibukota kabupaten setempat pada akhir Februari 2017 yang menyampaikan 4.500 ton ikan terancam busuk.
"Dampaknya pasti meresahkan masyarakat karena menimbulkan aroma bau busuk menyegat, termasuk lalat beterbangan sehingga membuat lingkungan tercemar," ujar Andreas.
Dia memaklumi PT. PBR dalam masalah terkait tenaga kerja dan terkena dampak moratorium yang diterapkan Menteri Susi.
"Hanya saja, ancaman pencemaran lingkungan yang meresahkan masyarakat hendaknya menjadi perhatian Menteri Susi agar segera mengambil langkah bijaksana untuk menangani 4.500 ton ikan tersebut," tandasnya.
Sedangkan, Kadis Kelautan dan Perikanan Kepulauan Aru, Ir. Jongky Gutandjala mengatakan, diminta Bupati Kepulauan Aru, Johan Gonga untuk menghadiri pertemuan sehingga mengetahui 4.500 ton ikan terancam membusuk.
Dalam pertemuan tersebut yang mengatasnamakan perwakilan PT. PBR menjelaskan sudah ada ikan yang membusuk sehingga telah menyurati Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti.
"Kami pun berdasarkan hasil pertemuan menerjunkan tim ke Benjina untuk menyaksikan kondisi ikan, selanjutnya melaporkan ke Bupati Johan bersama Forkopimda Kepulauan Aru," kata Jongky.
Dia mengemukakan, hingga saat ini belum ada penjelasan lanjutan dari perwakilan PT. PBR soal Menteri Susi sudah menindaklanjuti surat mereka ataukah belum.
"Tim dari Pemkab Kepulauan Aru memperhitungkan bila 4.500 ton ikan itu membusuk, maka dibutuhkan lahan seluas delapan hektare dengan kedalaman lubang 10 meter untuk menanamnya," ujar Jongky.
Hanya saja, lanjutnya, lahan di mana yang bisa dimanfaatkan untuk menanam ikan tersebut bila membusuk sehingga pastinya menjadi limbah meresahkan masyarakat di sekitar lokasi PT. PBR.
"Pastinya membutuhkan anggaran besar untuk proses penanaman ikan yang membusuk tersebut dan itu pun menjadi tanggung jawab siapa karena PT. PBR telah dilarang beroperasi sejak 2015," tandas Jongky.
Sebelumnya, Gubernur Maluku, Said Assagaff mengaku kaget dengan ribuan ton ikan di Benjina terancam membusuk.
Dia bahkan menelpon Kadis Kelautan dan Perikanan Maluku, Romelus Far - Far karena diberitakan salah satu media harian terbitan kota Ambon bahwa puluhan ribu ikan di Benjina telah membusuk sehingga meresahkan masyarakat di sana.
"Memprihatinkan memang bila ikan dalam jumlah besar itu membusuk. Kenapa ikan tersebut tidak dibagikan kepada masyarakat di Kepulauan Aru saja daripada dibiarkan membusuk sehingga mengancam kelestarian lingkungan," tegasnya.
Karena itu, Romelus diarahkan agar mengkoordinasikannya dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan guna mengatasi masalah tersebut.
PT. PBR menjadi perhatian dunia pada awal 2015 karena kasus perbudakan nelayan asing dari Myanmar, Laos, Thailand, Vietnam dan Kamboja.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2017