Ambon, 23/4 (Antara Maluku) - Wadir Polair Polda Maluku digugat praperadilan di kantor Pengadilan Negeri (PN) Ambon, karena diduga menyalahi prosedur penahanan dan penetapan tersangka terhadap Dedianto Johar Putra.
"Kami sudah mendaftarkan permohonan praperadilannya di PN dan sedang menunggu penetapan waktu persidangan," kata kuasa hukum pemohon, DJ. G. Batmomolin, di Ambon, Minggu.
Pengajuan permohonan praperadilan yang sudah didaftarkan ke PN Ambon pada 21 April 2017 ini ditandatangani tim kuasa hukum pemohon masing-masing DJ. G. Batmomolin, Desy Halauw, dan Abdul Basir Rumagia.
Dasar hukum pengajuan permohonan praperadilan ini adalah pasal 77 sampai pasal 83 KUHAP dan telah diperluas dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) RI nomor 21/PUU-XII/2014 dengan menambahkan penetapan tersangka, penggeledahan dan penyitaan sebagai objek praperadilan.
Menurut Batmomolin, permohonan praperadilan ini dilakukan karena telah terjadi proses penangkapan dan penahanan yang dilakukan Wadir Polair Polda Maluku pada 15 April 2017, sekitar pukul 11.00 WIT.
Penahanan Kliennya saat melakukan kegiatan pembongkaran ikan di Pelabuhan Perikanan Nasional (PPN) Tantui, kota Ambon.
Kemudian datanglah dua anggota Polair Polda Maluku dipimpin Wadirnya mendesak pemohon agar cepat menyelesaikan pekerjaan itu lalu mengikuti termohon ke kantor Polair di kelurahan Lateri, kecamatan Baguala, kota Ambon.
Pemohon juga sudah menyampaikan niatnya akan pergi ke kantor tersebut setelah pekerjaannya rampung. Namun, Wadir Polair tetap mendesak dan menunggu pemohon.
"Melihat wajah Wadir yang terkesan mendesak dan memaksa kehendaknya, pemohon meminta ditunjukan surat panggilan maupun perintah tugas resmi dari kesatuan. Wadir menyatakan tidak perlu karena ini hanya berupa undangan lisan dan harus ke kantor guna mengklarifikasi masalah yang dilaporkan terhadap diri pemohon," katanya.
Selanjutnya pemohon digiring ke kantor Polair tanpa ada surat panggilan maupun perintah penangkapan resmi sehingga terkesan ada upaya paksa yang dilakukan pihak termohon dan perbuatan ini sudah bertentangan dengan pasal 112 ayat (1) KUHAP.
Ketika tiba di kantor Polair pukul 12.00 WIT, pemohon langsung diinterogasi oleh penyidik dengan berbagai pertanyaan yang sangat menyudutkan.
"Anehnya usai diperiksa sebagai saksi, penyidik menyampaikan bahwa pemohon diperiksa sebagai tersangka karena diduga melanggar pasal 335 KUH Pidana tentang merampas kemerdekaan orang lain," kata Batmomolin.
Tetapi pemohon keberatan dan menolak diperiksa sebagai tersangka dengan alasan kondisi kesehatannya terganggu dan dia meminta didampingi pengacara. Namun, termohon tidak memberikan kesempatan dan saat itu langsung menahan pemohon di Rutan Polair.
Kemudian pada 16 April 2017 sekitar pukul 24.00 WIT, pemohon digiring ke rutan kelas II A Waiheru dan Rabu, (19/4) sekitar pukul 15.30 WIT baru diperiksa sebagai tersangka.
"Penangkapan dan penahanan yang dilakukan pada 15 April 2017 tidak didasarkan pada bukti permulaan yang cukup sesuai pasal 17 KUHAP.
Pemohon juga belum diberikan surat perintah penangkapan yang didalamnya mencantumkan identitasnya, alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan, serta tempat pemohon diperiksa sesuai yang diatur dalam pasal 18 ayat (1) KUHAP.
Selanjutnya tembusan surat perintah penangkapan atas diri pemohon tidak segera diberikan termohon kepada keluarga pemohon sesuai ketentuan pasal 18 ayat (3) KUHAP.
Batmomolin juga mempertanyakan kewenangan Polair Polda Maluku dan apa dasar hukumnya sehingga mereka dapat melakukan penangkapana dan penahanan terhadap setiap orang yang diduga terlibat kasus tindak pidana umum.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2017
"Kami sudah mendaftarkan permohonan praperadilannya di PN dan sedang menunggu penetapan waktu persidangan," kata kuasa hukum pemohon, DJ. G. Batmomolin, di Ambon, Minggu.
Pengajuan permohonan praperadilan yang sudah didaftarkan ke PN Ambon pada 21 April 2017 ini ditandatangani tim kuasa hukum pemohon masing-masing DJ. G. Batmomolin, Desy Halauw, dan Abdul Basir Rumagia.
Dasar hukum pengajuan permohonan praperadilan ini adalah pasal 77 sampai pasal 83 KUHAP dan telah diperluas dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) RI nomor 21/PUU-XII/2014 dengan menambahkan penetapan tersangka, penggeledahan dan penyitaan sebagai objek praperadilan.
Menurut Batmomolin, permohonan praperadilan ini dilakukan karena telah terjadi proses penangkapan dan penahanan yang dilakukan Wadir Polair Polda Maluku pada 15 April 2017, sekitar pukul 11.00 WIT.
Penahanan Kliennya saat melakukan kegiatan pembongkaran ikan di Pelabuhan Perikanan Nasional (PPN) Tantui, kota Ambon.
Kemudian datanglah dua anggota Polair Polda Maluku dipimpin Wadirnya mendesak pemohon agar cepat menyelesaikan pekerjaan itu lalu mengikuti termohon ke kantor Polair di kelurahan Lateri, kecamatan Baguala, kota Ambon.
Pemohon juga sudah menyampaikan niatnya akan pergi ke kantor tersebut setelah pekerjaannya rampung. Namun, Wadir Polair tetap mendesak dan menunggu pemohon.
"Melihat wajah Wadir yang terkesan mendesak dan memaksa kehendaknya, pemohon meminta ditunjukan surat panggilan maupun perintah tugas resmi dari kesatuan. Wadir menyatakan tidak perlu karena ini hanya berupa undangan lisan dan harus ke kantor guna mengklarifikasi masalah yang dilaporkan terhadap diri pemohon," katanya.
Selanjutnya pemohon digiring ke kantor Polair tanpa ada surat panggilan maupun perintah penangkapan resmi sehingga terkesan ada upaya paksa yang dilakukan pihak termohon dan perbuatan ini sudah bertentangan dengan pasal 112 ayat (1) KUHAP.
Ketika tiba di kantor Polair pukul 12.00 WIT, pemohon langsung diinterogasi oleh penyidik dengan berbagai pertanyaan yang sangat menyudutkan.
"Anehnya usai diperiksa sebagai saksi, penyidik menyampaikan bahwa pemohon diperiksa sebagai tersangka karena diduga melanggar pasal 335 KUH Pidana tentang merampas kemerdekaan orang lain," kata Batmomolin.
Tetapi pemohon keberatan dan menolak diperiksa sebagai tersangka dengan alasan kondisi kesehatannya terganggu dan dia meminta didampingi pengacara. Namun, termohon tidak memberikan kesempatan dan saat itu langsung menahan pemohon di Rutan Polair.
Kemudian pada 16 April 2017 sekitar pukul 24.00 WIT, pemohon digiring ke rutan kelas II A Waiheru dan Rabu, (19/4) sekitar pukul 15.30 WIT baru diperiksa sebagai tersangka.
"Penangkapan dan penahanan yang dilakukan pada 15 April 2017 tidak didasarkan pada bukti permulaan yang cukup sesuai pasal 17 KUHAP.
Pemohon juga belum diberikan surat perintah penangkapan yang didalamnya mencantumkan identitasnya, alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan, serta tempat pemohon diperiksa sesuai yang diatur dalam pasal 18 ayat (1) KUHAP.
Selanjutnya tembusan surat perintah penangkapan atas diri pemohon tidak segera diberikan termohon kepada keluarga pemohon sesuai ketentuan pasal 18 ayat (3) KUHAP.
Batmomolin juga mempertanyakan kewenangan Polair Polda Maluku dan apa dasar hukumnya sehingga mereka dapat melakukan penangkapana dan penahanan terhadap setiap orang yang diduga terlibat kasus tindak pidana umum.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2017