Tual, 11/7 (Antara) - Seorang penderita glaukoma sudut terbuka primer di Kota Tual terhambat untuk mengobati penyakit yang diderita nya sejak tahun 2011, karena ttdak ada biaya untuk keperluan tersebut.

Aminah Tharob (34) warga desa Ohoitel, Kecamatan Dullah Utara, Kota Tual, telah mengalami masalah dengan penglihatan yang menghitam sejak tahun 2011, tidak bisa memeriksakan kesehatan matanya karena terhambat biaya pengobatan yang cukup mahal.

"Sejak tahun 2011, awalnya bangun tidur pengelihatan tiba-tiba memerah lalu gelap terus. Waktu itu saya pikir mungkin karena capek tapi sampai sekarang masih begini," kata Aminah di Tual, Selasa.

Bertahan dengan kondisi kebutaan selama enam tahun, ibu tiga anak tersebut pernah berupaya untuk memeriksakan kondisinya di puskesmas terdekat hingga ke Kota Ambon tapi tidak mendapatkan jawaban yang pasti atas penyakit yang dideritanya.

Aminah baru mengetahui penyakit yang dideritanya setelah ikut memeriksakan matanya di bakti sosial operasi katarak yang digelar oleh oleh Palang Merah Indonesia dan Komite Internasional Palang Merah (International Comittee of the Red Cross - ICRC) di RSUD Maren Tual, pada 10 - 14 Juli 2017.

Dituntun oleh anak sulungnya, Aditya yang baru berusia delapan tahun, Aminah menemui spesialis mata Miranda Therik-Johannes dari RSUD Ba`a Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur yang didatangkan oleh PMI dan ICRC untuk melaksanakan operasi katarak di Tual.

Oleh dokter Miranda, Aminah didiagnosa mengidap glaukoma sudut terbuka primer, dan akan sulit untuk sembuh total karena sudah terlambat memeriksakan sakitnya itu.

"Baru hari ini saya tahu kalau mata saya glaukoma. Mau bagaimana lagi, sudah begini ikhlas saja, saya juga sudah terbiasa hidup dalam gelap. Saya bisa memasak tapi tidak bisa menggoreng karena tidak bisa melihat, Adit biasanya membatu saya," ujarnya.

Menurut Aminah, dirinya pernah jatuh di depan kamar mandi di rumahnya. Saat itu kepalanya terbentur keras dan menyebabkannya pingsan selama empat jam, tapi kemudian tidak diperiksakan ke dokter maupun layanan kesehatan.

Selang sebulan setelah peristiwa itu, Aminah mulai mengalami masalah dengan pengelihatannya, tapi baru bisa memeriksakan kondisinya ke salahs atu rumah sakit di Ambon pada tahun berikutnya karena tidak ada biaya untuk berobat.

Keluarga Aminah Tharob yang terdiri dari suami Abduh Tharob (60) kemudian tiga anaknya, Aditya, Rizky (3) dan Ramadhan (2) hidup di bawah garis kemiskinan, mereka tinggal menumpang di rumah orang lain.

Abduh sang suami sehari-harinya hanya bekerja sebagai kuli bangunan yang menunggu orderan. Karena masalah kesehatan mata sang istri yang terus memburuk, Abduh juga terpaksa harus lebih sering di rumah untuk membantu mengurus rumah dan anak-anak.

Karena itu, untuk menghemat biaya makan sehari-hari, Aminah sebisa mungkin menekan jumlah asupan makanan yang harus disediakan. Seringkali untuk meghemat beras, Aminah hanya memasakan bubur sebanyak secupak untuk seluruh anggota keluarganya.

"Kalau masak nasi perlu tiga sampai empat cupak beras sehari, tapi untuk hemat masak bubur saja, setengah cupak cukup untuk kami berlima," ucapnya

Masalah kekurang biaya untuk memeriksakan kesehatan dan mendapatkan pengobatan, tidak hanya dialami oleh Aminah. Beberapa bulan lalu anak bungsunya didiagnosa mengalami gizi buruk.

Meski sudah berangsur-angsur sembuh, Ramadhan masih harus sering dibawa kontrol ke dokter, tapi lagi-lagi karena masalah tidak ada biaya, dua bulan belakangan Ramadhan sudah tidak pernah lagi menjalani proses perawatan.

Pewarta: Shariva Alaidrus

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2017