Ambon, 14/8 (Antara Maluku) - Persidangan terhadap dua terdakwa kasus dugaan penganiayaan di Batukoneng, kecamatan Teluk Ambon nyaris ricuh karena keluarga korban tidak puas dengan pasal yang didakwakan jaksa penuntut umum (JPU).

Dalam persidangan dipimpin ketua majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Ambon, SMO Siahaan didampingi Esau Yatisetou dan Jimmy Wally selaku hakim anggota di Ambon, Senin, keluarga korban mempertanyakan terdakwa tidak dijerat dengan pasal 340 KUH Pidana.

Keluarga korban yang memenuhi ruang sidang menyatakan Subhan Marasabessy tewas saat insiden pada 11 April 2017 dengan kondisi tubuh yang penuh luka akibat terkena benda tajam.

Namun, kenapa JPU hanya mengenakan pasal 351 KUH Pidana tentang penganiayaan terhadap terdakwa Iqbal Pellu dan Ahmad Olong.

Majelis hakim menjelaskan, hakim hanya mengadili para terdakwa berdasakan berkas acara pemeriksaan yang disampaikan JPU, tetapi yang berkewenangan menetapkan tersangka dan jeratan pasalnya ada pada penyidik.

"Kami mengadili sekarang adalah terdakwa yang dikenakan pasal 351 tentang penganiayaan dan tidak ada ancaman hukuman mati dalam pasal ini, kecuali mereka yang dijerat pasal 340 atau 338 KUH Pidana," tandas majelis hakim.

Sementara JPU Kejari Ambon Syahrul Gunawan mengatakan dalam perkara ini terdapat empat terdakwa dengan BAP terpisan dan majelis hakimnya juga berbeda.

"Terdakwa Iqbal dan Ahmad dikenakan pasal 351 KUH Pidana,sedangkan dua terdakwa lain yang BAP terpisah dijerat pasal 338 KUH Pidana dan majelis hakimnya juga tersendiri," katanya.

Dalam persidangan tersebut, JPU menghadirkan tiga orang saksi untuk didengar keterangannya atas terdakwa Iqbal dan Ahmad.

Saksi Sayuti Marasabessy mengaku sudah memaafkan para pelaku saat berlangsung Bulan Suci Ramadhan 1438 Hijriah.

"Dari dua terdakwa ini, saya hanya mengenal Iqbal Pellu selaku sekretaris Desa Hitu yang membawa massa dan sempat berteriak kata bantai," katanya.

Saksi menuturkan, dirinya diberikan kuasa oleh keluarga da Costa untuk menjaga lahan mereka di kawasan Batu Koneng.

Kemudian pada 11 April 2017, terdakwa Iqbal dengan rombongan massa dari Hitu menggunakan sejumlah kendaraan roda empat mendatangi lokasi lahan yang dijaga saksi.

Menurut Sayuti, kedatangan warga Hitu sudah membawa cangkul, linggis, martil, serta parang dan berniat memasang tanda bahwa lahan tersebut adalah milik Desa Hitu.

"Ketika terjadi cekcok, saya dipukuli dengan batu hingga terjatuh dan ada gigi yang patah sehingga harus menjalani 20 jahitan di bagian bibir dan 30 jahitan di bagian dahi akibat terkena sabetan benda tajam," ungkapnya di persidangan. 

Pewarta: Daniel Leonard

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2017