Para pengrajin batik di Maluku Utara (Malut) memanfaatkan setiap lembar batik yang diproduksinya untuk memperkenalkan berbagai kearifan lokal di daerah yang sejak dulu dikenal sebagai negeri para raja ini.

Kearifan lokal yang diekspresikan dalam bentuk motif dan corak batik itu, di antaranya mengenai kebudayaan, peninggalan sejarah, hasil sumber daya alam serta flora dan fauna khas Malut.

Salah seorang pengrajin batik di Ternate, Mustalani mengaku sudah menciptakan sedikitnya 41 motif dan corak mengenai kearifan lokal dalam batik produksinya yang diberi nama batik Tubo.

Kearifan lokal mengenai kebudayaan di antaranya digambarkan dalam bentuk motif burung goheba, yakni burung berkepala dua yang menjadi lambang Kesultanan Ternate, sedangkan peninggalan sejarah digambarkan dalam bentuk motif Benteng Oranje, benteng peninggalan Belanda di Ternate.

Sementara kearifan lokal mengenai kekayaan sumber daya alam di antaranya dilukiskan dalam bentuk motif rempah cengkih dan pala, yang merupakan komoditas unggulan di Malut dan ikan tuna, yang juga merupakan hasil perikanan primadona di daerah ini.

Rustalani mengaku ide memanfaatkan kearifan lokal sebagai motif dan corak batik yang diproduksinya, dilatar belakangi keinginan menciptakan karya batik yang dapat menjadi ciri khas dan identitas batik dari daerah ini.

Selain itu juga didorong kesadaran untuk melestarikan kearifan lokal yang dimiliki Malut, memperkenalkan kearifan lokal Malut kepada masyarakat luas serta sebagai salah satu upaya kearifan lokal daerah ini diklaim sebagai kearifan lokal daera lain.

Alasan lain yang juga menjadi inspirasi menciptakan batik yang menampakkan motif dan corak kearifan tersebut adalah untuk mendorong masyarakat Malut lebih mencintai produk batik sendiri, karena dewasa ini ada kecenderungan masyarakat yang lebih mengagungkan produk dari daerah lain, khususnya luar negeri.

Batik yang menampilkan motif dan corak kearifan lokal tersebut, menurut Rustalani, menjadi daya tarif tersendiri dan cukup diminati tidak hanya masyarakat dari wilayah Malut, tetapi juga wisatawan dari dalam dan luar negeri yang datang di Malut.

Setiap wisatawan yang datang di Ternate, termasuk para tamu dari berbagai daerah di Indonesia yang datang menghadiri suatu kegiatan di Malut, batik yang menggambarkan kearifan lokal itu menjadi salah satu cendera mata yang mereka beli untuk dibawa pulang.

Saat ditampilkan pada kegiatan pameran di berbagai kota di Indonesia, batik dengan warna dominan cerah itu juga selalu habis dibeli pengunjung, karena selain dinilai unik juga kualitasnya sangat bagus, baik dari segi bahan kain maupun pewarnaannya.


Sarana Promosi

Wakil Wali Kota Ternate, Abdullah Taher sangat mengapresiasasi kepedulian para pengrajin batik di daerah ini yang memperkenalkan kearifan lokal Malut, khususnya dari Ternate melalui batik, karena secara tidak langsung menjadi sarana promosi bagi daerah ini.

Kearifan lokal peninggalan sejarah di Ternate, seperti Benteng Oranje yang digambarkan dalam batik, sangat membantu mempromosikan keberadaan benteng itu, yang tidak tertutup kemungkinan akan mendorong wisatawan untuk datang ke Ternate melihat benteng tersebut.

Begitu pula kearifan lokal kekayaan sumber daya alam Ternate, seperti hasil perikanan yang digambarkan dalam bentuk motif dan corak batik, akan memperkenalkan potensi itu hingga ke mancanegara, sehingga tidak tertutup kemungkinan pula akan mendorong investor untuk datang menggarapnya.

Batik yang melukiskan kearifan lokal tersebut, menurut Abdullah Taher, beberapa waktu lalu dipamerkan di Belanda yang disponsori Jaringan Kota Pusaka Indonesia (JKPI) banyak diminati para pengunjung pameran di negara itu, bahkan semua batik yang dipamerkan habis terjual.

Para pengunjung pameran menanyakan setiap gambar yang ada di batik dan momentun itu dimanfaatkan tim dari Ternate yang hadir dipameran tersebut untuk mempromosikannya sebagai sesuatu yang sangat menarik untuk disaksikan langsung di Ternate.

Abdullah Taher memastikan dukungan Pemkot Ternate terhadap pengembangan batik daerah ini, terutama batik yang memperkenalkan kearifan lokal, di antaranya dengan memberikan bantuan yang dibutuhkan, seperti yang telah diberikan kepada salah satu pengrajin batik di wilayah Tubo berupa bangunan tempat usaha.

Selain itu, Pemkot Ternate mengeluarkan kebijakan yang mewajibkan seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) dilingkup Pemkot Ternate untuk mengenakan pakaian batik ke kantor setiap hari Kamis, serta dalam pengiriman tim ke luar daerah, misalnya tim kesenian atau olahraga, juga mengenakan pakaian batik.

Pemkot Ternate telah pula menyediakan sarana untuk menampung dan memasarkan produk para pengrajin batik di daerah ini yakni di swalayan taranoate, serta selalu mengikutkan batik Ternate dalam berbagai kegiatan pameran di Jakarta dan kota lainnya di Indonesia.

Salah seorang budayawan di Malut, Muhammad Asri, menggambarkan batik bermotif kearifan lokal karya para pengrajin batik di daerah ini sebagai batik yang penuh daya pesona, yang selain akan memberi kepuasan kepada para mereka yang menyukai batik, juga akan memberi kontribusi bagi pelestarian budaya Malut.

Berbagai kearifan lokal yang diwujudkan dalam bentuk motif dan bercorak batik itu, memberi pesan mengenai betapa kayanya Malut, baik dari segi budaya, suku, peninggalan sejarah dan sumber daya alam, terutama sektor pertanian, perikanan, pertambangan, kehutanan dan pariwisata.

Pesan lainnya yang bisa dipetik dari berbagai kearifan lokal yang dituangkan dalam motif dan corak batik tersebut adalah ajakan untuk melestarikan dan mengamalkannya dalam kehidupan sosial masyarakat setempat.

Pewarta: *

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2017