Ambon, 25/11 (Antara Maluku) - Lingkar Pemberdayaan Perempuan dan Anak (LAPPAN) Ambon dan jejaring meluncurkan aksi kampanye 16 hari perlindungan terhadap perempuan.

Dalam rangka peringatan hari Anti kekerasan terhadap perempuan, Lappan dan jejaring yang terdiri dari organisasi seperti Fatayat NU, Korp PMII, Kaukus perempuan parlemen Maluku, Rumah bakumangente, dan Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI), melalukan rangkaian aksi sebagai promosi perlindungan teradap perempuan.

"Kami masyarakat sipil yang tergabung dalam gerakan bersama untuk memberikan perlindungan bagi perempuan dan anak di Maluku, mendorong pemerintah daerah bertanggung jawab dalam pemenuhan hak-hak korban melalui rangkaian aksi yang dimulai hari ini," kata Direktur Lappan Ambon, Baihajar Tualeka, Sabtu.

Menurut dia, aksi kampanye 16 hari dimulai 25 November bertepatan dengan hari penghapusan kekerasan terhadap perempuan. dan puncaknya pada 10 Desember yakni hari HAM internasional.

"Rangkaian 16 hari aksi kampenye di dalamnya bertepatan dengan hari Aids pada 1 Desember, hari disabilitas nasional pada 3 Desember. Kita berharap melalui aksi ini ada upaya membangun pemahaman publik dalam upaya pencegahan kekerasan perempuan dan anak di Maluku," katanya.

Pihaknya, kata Baihajar, mendorong Negara terutama pemerintah daerah Maluku untuk bertanggung jawab dalam menyediakan anggaran, infrastruktur atau SDM yang memadai guna pemenuhan hak-hak korban kekerasan.

"Angka kekerasan seksual di Maluku sangat tinggi, demikian juga kekerasan dalam rumah tangga. Kita lihat komitmen Pemda hampir tidak ada, apalagi 2018 kita dihadapkan dengan kepentingan Politik Pilkada belum tentu ada anggaran bagi para korban," ujarnya.

Hukum Indonesia katanya telah melahirkan sejumlah kebijakan nasional untuk melindungi perempuan dan anak, hal ini ditunjang juga dengan kebijakan daerah yang tertuuang didalam Peraturan daerah nomor 2 tahun 2012, tentang penyelengaraan dan perlindungan perempuan dan anak di Maluku.

Selain itu, terbentuknya P2TP2A berdasarjan surat keputusan Gubernur Maluku serta Bupati dan Wali Kota. tetapi seluruh kebijakan tersebut belum memberikan perlindungan bagi korban.

Ia menjelaskan, rendahnya komitmen pemda dalam upaya memberikan perlindungan bagi perempuan dan anak korban kekerasan dapat digambarkan seperti ketersediaan anggaran bagi korban, infrastruktur, sumber daya manusia, serta optimalisasi dan peningkatan kualitas layanan di P2TP2A.

Masyarakat sipil lanjutnya juga memebrikan perhatian dan dukungan sosial bagi korban kekerasan seksual maupun KDRT, serta mendorong lembaga adat, agama dan masyarakat untuk mengorganisir diri menjadi kelompok penekan dan pengontrol pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan korban.

"Prinsipnya kita bergerak bersama dalam upaya memberikan perlindungan bagi perempuan dan anak di daerah ini, serta mendorong pemda untuk bertanggung jawab dalam pemenuhan hak-hak korban." kata Baihajar.

Pewarta: Penina Mayaut

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2017