Lappan: Mayoritas Korban Kekerasan Seksual Berusia Anak
Kamis, 9 Maret 2017 21:29 WIB
Ambon, 9/3 (Antara Maluku ) - Yayasan Lingkar Pemberdayaan Perempuan dan Anak (LAPPAN) Ambon mengungkapkan, mayoritas atau sebanyak 79 persen korban kekerasan seksual di tiga kabupaten di Provinsi Maluku dalam setahun terakhir, adalah anak-anak berusia antara 6 hingga 18 tahun.
"Data yang dihimpun dari hasil pelaporan dan penanganan kasus kekerasan oleh kami, di Kota Ambon, Kabupaten Seram Bagian Barat dan Maluku Tengah, usia korban yang rentan adalah anak-anak," kata Direktur LAPPAN Ambon Baihajar Tualeka di Ambon, Kamis.
Ia mengungkapkan dari 79 persen anak yang menjadi tindak korban kekerasan seksual, 47 persen di antaranya berusia antara enam hingga 12 tahun, sedangkan 30 persen lainnya berusia 13 - 18 tahun.
Dari jumlah tersebut, korban yang masih duduk di bangku SD berjumlah 43 orang, SMP sebanyak 46 orang, SMA sekitar 25 orang, dan delapan orang sedang mengenyam pendidikan di perguruan tinggi.
Sedangkan untuk korban yang masih duduk di bangku taman kanak-kanak sekitar lima orang, dan delapan orang lainnya adalah anak-anak yang belum mendapatkan pendidikan formal.
"Sedikitnya ada 47 tindak kekerasan seksual yang terjadi pada anak berusia enam hingga 12 tahun, sedangkan 39 kasus terjadi pada usia 13 - 18 tahun," ungkapnya.
Menurut Baihajar, 50 persen pelaku tindak kekerasan seksual berada pada rentang usia produktif antara 25 - 47 tahun, dengan tingkat pendidikan dan profesi yang bervariasi.
Jika dilihat dari level pendidikan, empat orang pelaku diketahui hanya lulusan SD, 43 orang lulusan SMP, 28 orang lulusan SMA, dan yang masih mengenyam pendidikan maupun sudah lulusan dari perguruan tinggi sekitar 10 orang.
Sedangkan 92 orang lainnya tidak menyelesaikan pendidikan formalnya di berbagai level. 30 orang di antaranya diketahui bahkan tidak lulus pendidikan di tingkat sekolah dasar.
Dari segi profesi dan pekerjaan, 25 orang masih berstatus pelajar, 20 orang adalah pegawai negeri sipil (PNS), dua orang anggota polisi, dua orang anggota dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD), 10 orang tukang ojek, dan dua orang bekerja sebagai supir angkutan umum.
"Pelaku yang berstatus pengangguran sebanyak 13 orang lainnya, dan pekerjaan lainnya berjumlah 49 orang," katanya.