Ternate, 29/11 (Antara Maluku) - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mencatat, Provinsi Maluku Utara (Malut) masuk tingkat kerawanan pemilu kategori sedang, menyusul masih tingginya penyelenggara pemilu yang terkena sanksi karena tidak independen.

"Sehingga, dari indikator itu, ada tingkat tinggi, sedang dan rendah, maka Malut masuk dalam kategori sedang, karena dari akumulasi tiga indikator itu karena Malut memiliki penyelenggara mulai dari KPU dan Panwaslu yang dikenakan sanksi oleh DKPP," kata Ketua Bawaslu Malut, Muksin Amrin di Ternate, Rabu.

Bawaslu telah meluncurkan indeks kerawanan pemilu secara nasional, ada tiga komponen mulai dari aspek penyelenggara pemilu, konstentasi dan partisipan.

Malut dinilai Rawan seiring dengan sejumlah sanksi yang diberikan kepad apenyelenggara pemilu, mulai dari pemberhentian anggota KPU di Halmahera Selatan.

Begitu pula, empat komisioner Halteng dberhentikan, KPU Haltim satu komisioner diberhentikan dan empat orang diberi teguran. Sedangkan, untuk Kabupaten Kepsul, Halsel, Morotai masing-masing satu anggota Panwaslunya diberhentikan karena melakukan pelanggaran dan terbukti tidak independen.

Kendati demikian, partisipasi pemilih di Malut masih tinggi, bahkan budaya penggunaan sisa suara dan penggunaan undangan orang lain untuk memilih.

Oleh karena itu, kata Muksin Amrin, Bawaslu Malut akan melakukan budaya politik yang demokratis dengan mengedepankan budaya politik yang jujur dan adil.

Dia menambahkan, penilaian yang dilakukan Bawaslu itu mulai dari pilkada yang berlangsung pada 2012, pemilu legislatif dan pilkada serentak di lima kabupaten/kota tahun 2015 dan pilkada Kabupaten Halteng dan Pulau Morotai pada tahun 2017.

"Bawaslu juga akan meminta seluruh kabupaten/kota untuk menyampaikan laporan mengenai berbagai masalah-masalah yang dihadapi selama pelaksanaan tahapan pilkada Malut tahun 2018," ujarnya.

Pewarta: Abdul Fatah

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2017