Ambon, 31/12 (Antaranews Maluku) - Setiap orang, siapa saja, yang mendapat hadiah atau "ole-ole" (dalam bahasa Ambon) tentu akan bergembira dan bersyukur karena memperolehnya.

Sama halnya dengan ratusan nelayan di beberapa kabupaten/kota di Provinsi Maluku yang mendapatkan "ole-ole" 134 unit kapal berbeda kapasitas, mulai dari ukuran 3 gross tonage (GT), 5 GT, 10 GT, dan 20 GT.

Ratusan kapal penangkap ikan tersebut merupakan bagian dari proyek pengadaan dari 782 unit kapal perikanan untuk nelayan yang dibangun KKP melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT) selama 2017.

Kapal ikan yang dilengkapi alat penangkap ikan (API) ramah lingkungan diserahkan langsung Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Sjarief Widjaja, Wakil Gubernur Maluku Zeth Sahuburua, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Michael Wattimena kepada para nelayan pada bulan Desember 2017.

Selain ratusan kapal, nelayan di Maluku juga memperoleh "ole-ole" akhir tahun berupa bantuan premi asuransi sebanyak 8.379 orang untuk nelayan di Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB), Maluku Tengah (Malteng), Maluku Tenggara (Malra),
Buru, Seram Bagian Barat (SBB), Seram Bagian Timur (SBT), Kepulauan Aru, Maluku Barat Daya (MBD), Kota Tual, dan Kota Ambon.

Lima ahli waris nelayan di antaranya menerima klaim asuransi nelayan yang mendapatkan santunan masing-masing sebesar Rp160 juta akibat meninggal dunia dan satu orang yang mengalami cacat tetap sebesar Rp100 juta.

Besaran santunan asuransi nelayan akibat kecelakaan saat aktivitas penangkapan ikan hingga Rp200 juta apabila meninggal dunia, Rp100 juta untuk cacat tetap, dan Rp20 juta untuk biaya pengobatan.

Jaminan santunan kecelakaan akibat selain aktivitas penangkapan ikan Rp160 juta apabila meninggal dunia, cacat tetap Rp100 juta, dan biaya pengobatan Rp20 juta.

Nelayan yang belum memiliki asuransi segera mendaftar ke Dinas Kelautan dan Perikanan setempat.

Sjarief juga menyerahkan bantuan permodalan nelayan melalui kerja sama DJPT dengan Bank BRI dalam Gerai Permodalan Nelayan (Gemonel) dengan tujuan meningkatkan pendanaan skala usaha, termasuk memfasilitasi pengembangan alat penangkapan ikan ramah lingkungan.

Gemonel diserahkan secara simbolis kepada tujuh penerima bantuan permodalan sebesar Rp750 juta. Di Kota Ambon sendiri telah terfasilitasi 269 nelayan dengan nilai plafon kredit sebesar Rp10 miliar.

Para nelayan penerima bantuan diminta menjaga sarana dan prasarana penangkapan yang baru diperoleh serta menggunakannya demi mengawal keberlanjutan sumber daya ikan di perairan Indonesia, khususnya di Maluku yang terkenal sebagai daerah paling kaya berbagai jenis sumber daya ikan bernilai ekonomi.

Harus diakui potensi perikanan di Maluku sangat berlimpah. Nelayan di daerah ini tidak perlu jauh-jauh melaut sudah dapat banyak ikan. Terpenting saat ini aktivitas penangkapan harus menggunakan teknologi ramah lingkungan dan tidak merusak laut serta melindungi kelestarian hayati laut.


Belum Sebanding

Wagub Maluku Zeth Sahuburua menilai "ole-ole" akhir tahun tersebut menjadi "obat" penawar rindu nelayan di Maluku akan perhatian pemerintah pusat yang dirasakan masih sangat kurang.

"Ini Ole-ole akhir tahun bagi para nelayan di Maluku. Kendati jumlahnya tidak seberapa dan belum sebanding dengan jumlah nelayan di Maluku yang tersebar di berbagai pulau di Maluku, bantuan ini berdampak menggairahkan para nelayan untuk rajin menangkap ikan," ujar Wagub Maluku.

Menurut dia, bantuan kapal untuk para nelayan di Maluku perlu ditambah karena jumlah kapal yang telah diserahkan selama ini belum sebanding dengan dengan jumlah nelayan yang tersebar di sebagian besar dari 1.340 buah pulau yang ada di Maluku.

Daerah lain bantuan kapal dari pemerintah pusat relatif sangat banyak, padahal nelayannya sedikit dan kapasitas kapalnya besar-besar. Sebaliknya, di Maluku, jumlah nelayan mencapai 10 persen dari total jiwa penduduk Maluku 1,8 juta orang. Akan tetapi, kata Wagub, bantuan kapalnya sangat sedikit dan kebanyakan berkapasitas kecil, tidak sesuai dengan kondisi geografis perairan di Maluku.

Jumlah nelayan di Maluku hingga akhir tahun 2016 tercatat sebanyak 185.223 orang, tersebar di 11 kabupaten/kota. Nelayan terbanyak, yakni di Maluku Tengah sebanyak 74.399 orang, sedangkan di Buru Selatan tercatat paling sedikit sebanyak 914 nelayan.

Sarana penangkapan yang telah teresedia hinga akhir tahun 2016 sebanyak 88.278 unit dan armada penangkapan sebanyak 59.158 unit.

Menurut Wagub, Maluku dengan kondisi geografis wilayah didominasi laut sebesar 92,4 persen dari total luas wilayah Maluku, memiliki potensi sumberdaya perikanan lestari sebesar 1,64 juta ton/tahun atau mampu memberikan kontribusi sebesar 26,3 persen terhadap total pemanfaatan potensi perikanan secara nasional.

Potensi perikanan di Maluku yang baru tergarap selama ini mencapai 500 ton per/tahun. Jika hasil ini dikalikan dengan harga jual ikan di pasaran lokal Ambon sebesar Rp40 ribu per kilogram, total sumbangan Maluku dari sektor perikanan untuk devisa negara sebeser Rp20 triliun setahun.

Besarnya kontribusi Maluku dari kekayaan yang dimiliki untuk negara, ternyata belum sebanding dengan alokasi anggaran pemerintah pusat untuk membangun sektor perikanan Maluku.


Lumbung Ikan

Sejumlah perjuangan Maluku untuk mendapatkan pengakuan dan hak penuh atas potensi kekayaan laut dan perikanan yang melimpah, termasuk pengakuan Maluku sebagai lumbung ikan nasional, juga belum membuahkan hasil.

Sebut saja perjuangan Maluku untuk memperoleh pengakuan pemerintah pusat sebagai lumbung ikan nasional (LIN) sejak 2010 hingga saat ini belum membuahkan hasil, padahal potensi sektor perikanan yang dimiliki daerah ini sudah melebihi yang diamanatkan dalam berbagai ketentuan.

Proposal LIN yang disusun Pemerintah Provinsi Maluku melalui Dinas kelautan dan Perikanan serta sejumlah akademisi sudah mengalami beberapa kali perubahan. Akan tetapi, hingga saat ini belum juga diakui, padahal hal itu diharapkan menjadi payung hukum pengelolaan potensi kelautan dan perikanan Maluku lebih optimal untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.

"Lumbung ikan atau apa pun namanya, silakan saja pemerintah mencari formatnya, terpenting ada pengakuan yang dibarengi dengan alokasi anggaran yang besar, sehingga pemerintah dan masyarakat Maluku dapat berdaulat dengan hasil lautnya sendiri," ujar Wagub.

Terakhir Wagub Zeth Sahuburua menyerahkan proposal pengusulan Program Prioritas Pembangunan Kelautan dan Perikanan Maluku kepada Sekjen KKP Rifky Effendi Hardijanto di Jakarta, 14 Desember 2017, dengan total kebutuhan anggaran sebesar Rp138 miliar. Proposal tersebut disampaikan ke KKP sebagai bagian dari hasil pertemuan di Jakarta, 30 November 2017.

"Kami juga meminta Komisi IV DPR RI membantu memperjuangkannya karena janji pemerintah pusat menjadikan Maluku sebagai LIN sejak 3 Agustus 2010 hingga saat ini tidak terealisasi," kata Wagub.

Proposal LIN pertama yang disusun berisi berbagai program strategis dengan total anggaran yang dijanjikan sebesar Rp4 trilian. Namun, kemudian turun menjadi Rp3,3 triliun. Bahkan, LIN diubah menjai sentra perikan laut nasional dengan anggaran Rp1,8 triliun, dan turun kembali menjadi Rp1,4 triliun.


Diperjuangkan

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Michael Wattimena mendukung mendukung pengusulan program tersebut yang membutuhkan anggaran pemerintah pusat sebesar Rp138 miliar.

"Saya sudah menerima proposalnya dari Wagub Zeh Sahuburua yang disaksikan Sekda Hamin Bin Thahir sehingga bertanggung jawab untuk mengoordinasikannya dengan KKP," ujar Michael yang berkunjung ke Ambon, 19 Desember 2017.

Menurut dia, besarnya potensi perikanan di Maluku tidak perlu diragukan dan telah menjadi rahasia umum. Bahkan, sejak puluhan tahun perairan Maluku menjadi surga bagi kapal-kapal penangkap ikan asing, hingga diberlakukannya program moratorium di bawah kepemimpinan Menteri Susi Pudjiastuti.

Berdasarkan hasil pengkajian stok ikan oleh Badan Riset Kelautan dan Perikanan, menunjukkan bahwa potensi sumber daya ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP-NRI) 714 meliputi Laut Banda dan sekitarnya sebanyak 248.400 ton/tahun dengan jumlah tangkapan ikan yang diperbolehkan (JTB) sebanyak 198.700 ton/tahun.

WPP-NRI 715 yang meliputi Laut Seram dan sekitarnya potensi sumber daya ikan yang tersedia sebanyak 578.000 ton/tahun dengan jumlah tangkapan ikan yang diperbolehkan JTB sebanyak 469.500 ton/tahun.

Sementara itu, potensi sumber daya ikan yang terdapat di WPP-NRI 718 yang meliputi Laut Arafura dan sekitarnya sebanyak 792.100 ton/tahun dengan jumlah tangkapan ikan yang diperbolehkan (JTB) adalah sebanyakr 633.600 ton/tahun.

Jadi, tidak perlu meragukan potensi perikanan Maluku. Kontribusi daerah ini untuk bangsa dan negara sangatlah besar dari sektor perikanan. Oleh karena itu, sebaiknya pemerintah pusat juga harus mengalokasikan anggaran yang cukup untuk pembangunan di Maluku, katanya.

Michael berjanji akan memanfaatkan kemitraannya dengan KKP untuk mendorong percepatan pembangunan sektor kelautan dan perikanan yang memang saatnya dikelola bagi peningkatan kesejahteraan 1,8 juwa jiwa penduduk Maluku.

Kini di pengujung tahun 2017, pemerintah dan masyarakat Maluku masih terus berharap perjuangan LIN maupun alokasi anggaran yang memadai di sektor perikanan dapat disetujui sehingga menjadi "ole-ole" pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat pada tahun-tahun mendatang.

Pewarta: Jimmy Ayal

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2017