Semangat R.A. Kartini dalam memperjuangkan emansipasi perempuan di Indonesia, menginspirasi perempuan di Maluku Utara (Malut) untuk berupaya menunjukkan kiprahnya di berbagai bidang, termasuk di bidang politik.

Perempuan di Malut kini banyak yang sukses berkecimpun di bidang politik, khususnya sebagai anggota legislatif, tidak saja di DPRD kabupaten/kota dan DPRD provinsi, tetapi juga di DPR RI dan DPD RI.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Malut Masni Binse Abubakar menyebut Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD 2009 sebagai tonggak awal kebangkitan perempuan di Malut dalam memperlihatkan eksitensinya di bidang politik.

Pada Pemilu 2009 itu dari tiga kursi jatah Malut di DPR RI semuanya direbut perempuan masing-masing melalui Partai Demokrat, PDIP dan Partai Golkar, begitu pula di DPRD kabupaten/kota dan DPRD provinsi tidak sedikit perempuan yang lolos.

Perempuan Malut pada Pemilu 2014 tetap mampu menunjukkan eksitensinya dengan meraih satu kursi di DPR RI dan satu kursi DPD RI, bahkan di DPRD ada empat perempuan yang berhasil meraih kursi ketua, yakni di DPRD Provinsi Malut, DPRD Kabupaten Halmahera Barat, DPRD Kabupaten Halmahera Tengah, dan DRPD Kota Ternate.

Politikus perempuan di Malut yang juga Ketua DPRD Provinsi Malut Alien Mus menggambarkan kunci keberhasilan perempuan di Malut dalam menunjukan kiprahnya di bidang politik, khususnya di legislatif, di antaranya terletak pada keseriusan perempuan dalam meningkatkan wawasan dan pengetahuan serta kemampuan dalam membangun jaringan dengan masyarakat.

Perubahan regulasi dalam penetapan caleg yang lolos, yakni dari nomor urut menjadi sistem terbuka, juga memberi peluang besar bagi caleg perempuan untuk terpilih menjadi anggota legislatif.

Dahulu ketika penetapan caleg terpilih didasarkan pada nomor urut, caleg perempuan umumnya sangat sulit untuk lolos walaupun meraih suara cukup besar karena mereka selalu ditempatkan di nomor urut terbawah.

Alien Mus yang juga Ketua DPD I Partai Golkar Malut itu melihat banyak perempuan Malut yang memiliki kapasitas layak menjadi anggota legislatif, baik di DPRD, DPR RI, maupun DPD RI. Akan tetapi, mereka tidak dapat memanfaatkan peluang itu, di antaranya karena faktor keterbatasan biaya politik.

Wilayah Malut yang merupakan kepulauan dengan kondisi sarana transportasi yang belum memadai mengharuskan seorang perempuan yang tampil menjadi caleg harus mengeluarkan biaya politik yang tidak sedikit, baik untuk pengadaan atribut kampanye maupun saat sosialisasi kepada masyarakat.

Sikap pragmatis sebagian masyarakat di Malut yang dalam menentukan pilihan tidak mendasarkan pada kapasitas dan kelayakan caleg, tetapi lebih pada pemberian sesuatu, seperti uang menjelang pengumutan suara, juga menjadi hambatan tersendiri bagi caleg perempuan yang tidak memiliki biaya politik untuk lolos terpilih.



Kepala Daerah



Setelah berhasil menunjukkan kiprah di legislatif, perempuan Malut kini terinspirasi pula untuk menunjukkan kiprah sebagai kepala daerah. Pasalnya, sejak Provinsi Malut terbentuk pada tahun 1999 belum ada perempuan yang menjadi kepala daerah, baik di provinsi maupun kabupaten/kota.

Pada pilkada 2017 di Kabupaten Halmahera Tengah ada satu perempuan yang tampil sebagai calon bupati melalui pintu koalisi PDIP dan PKB. Akan tetapi, dia tidak berhasil. Begitu pula, pada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Malut 2018 ada perempuan yang mencoba maju melalui jalur pereorangan, tetapi ditolak KPU Provinsi Malut karena tidak memenuhi syarat.

Politikus perempuan di Malut yang juga anggota DPD RI Suryati Armain menilai banyak perempuan di daerah ini yang memiliki kapasitas dan layak menjadi kepala daerah, baik di provinsi maupun kabupaten/kota. Akan tetapi, partai politik tidak memberi ruang kepada mereka.

Partai politik dalam memilih calon kepala daerah yang akan diusung di pilkada masih lebih memprioritaskan laki-laki, bahkan tidak sedikit pula partai politik yang mengisyaratkan mahar politik yang besar. Hal itu tentu sulit dijangkau oleh perempuan.

Ke depan diharapkan partai politik memberi ruang seluas-luasnya kepada perempuan untuk diusung dalam pilkada karena bukti menunjukkan banyak kepala daerah perempuan yang berhasil membangun daerahnya, seperti Wali Kota Surabya Tri Rismaharini.

Keberhasilan perempuan di Malut dalam menunjukkan kiprahnya di berbagai bidang seperti yang diperjuangkan R.A. Kartini, menurut Ketua Badan Kontak Majelis Tahlim (BKMT) Malut Rosida Bachmid, perlu diapresiasi. Namun, di sisi lain, diharapkan mereka tidak melupakan kodratnya sebagai perempuan, khususnya bagi perempuan yang sudah berkeluarga.

Setinggi apa pun jabatan seorang perempuan, ketika berada di rumah, harus tetap memosisikan diri sebagai istri yang baik bagi suami dan ibu yang baik bagi anak-anak, juga tetangga yang baik bagi lingkungan sekitarnya.

Sesibuk apa pun seorang perempuan di luar rumah, harus tetap menyediakan waktu untuk melaksanakan tanggung jawabnya sebagai ibu rumah tangga, khususnya dalam melaksanakan perannya sebagai madrasah pertama bagi anak-anaknya agar anak-anaknya tumbuh menjadi generasi yang berakhlak dan berkarakter.

Ia menyetir hasil penelitian sejumlah pihak yang terkait dengan kasus kriminal yang dilakukan anak-anak, seperti penyalagunaan narkoba, umumnya disebabkan kurangnya perhatian orang tua terhadap anak karena orang tua sibuk dengan urusan karier.

Bagi perempuan Malut yang kini sukses berkiprah di bidang politik, khususnya anggota legislatif diharapkan dapat melaksanakan perannya sebagai wakil rakyat yang selalu memperjuangkan kepentingan rakyat, termasuk kepentingan kaum perempuan.

Mereka juga diharapkan menjauhi segala bentuk tindakan yang dapat merusak citra kaum perempuan serta merugikan rakyat dan negara, seperti kasus korupsi yang dewasa ini banyak melibatkan para kepala daerah dan anggota legislatif.

Pewarta: La Ode Aminuddin

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2018