Wonreli, 18/11 (Antara) - Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Maluku Utara mendata peninggalan sejarah dan budaya di Pulau Kisar, Kabupaten Maluku Barat Daya, untuk diregistrasi sebagai cagar budaya nasional.
"Pulau Kisar adalah salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki tinggalan `rock art` atau seni cadas paling banyak, ini adalah nilai dari peradaban yang harus dilindungi. Pendataan situs-situs kami lakukan untuk diregistrasi sebagai cagar budaya nasional," kata Kepala BPCB Maluku Utara Muhammad Husni di Wonreli, Minggu.
BPCB Maluku Utara, yang wilayah kerjanya meliputi Provinsi Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat, memulai pendataan peninggalan sejarah dan budaya di Pulau Kisar pada 16 November 2018.
Kegiatan pendataan dimulai dengan sosialisasi mengenai cagar budaya di Wonreli, Kecamatan Pulau-Pulau Terselatan, dengan melibatkan tim ahli cagar budaya nasional seperti Surya Helmi dan Idham Bachtiar Setiadi.
Selain itu ada Dr Mahirta, dosen sekaligus peneliti arkeologi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) yang meneliti lukisan cadas di Kisar, serta Muhammad Nur, dosen dan peneliti arkeologi dari Universitas Hasanudin (Unhas) yang masuk tim pengkaji cagar budaya di Maros, Sulawesi Selatan.
Husni mengatakan Pulau Kisar memiliki beragam peninggalan sejarah dan budaya, mulai dari seni cadas prasejarah berupa lukisan-lukisan, rumah-rumah tua, patung dan lutur sebagai penanda hunian-hunian masa lalu, hingga benteng kolonial.
Seni cadas prasejarah di gua tersebar hampir di seluruh wilayah Pulau Kisar, jumlah objek dan kepadatannya jauh lebih banyak dibandingkan dengan 15 pulau terdepan, terluar dan tertinggal lainnya di Provinsi Maluku.
"Kisar sudah lama menjadi perhatian peneliti dan arkeolog tanah air dan mancanegara, riset-riset terkait lukisan-lukisan prasejarah telah dilakukan sejak tahun 2014, tahun depan akan ada riset terkait penentuan usia lukisan dan situs gua," kata Husni.
Anggota tim ahli cagar budaya nasional Idham Bachtiar Setiadi menjelaskan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya mengatur dengan jelas perlindungan dan pengembangan cagar budaya, termasuk pemanfaatannya sebagai daya tarik wisata oleh pemerintah dan masyarakat tempat situs budaya dan sejarah berada.
"Negara-negara Eropa berlomba-lomba mencari peninggalan budaya untuk menunjukan peradaban mereka yang paling tua, Indonesia juga punya peradaban yang sama tuanya. Orang-orang di Kisar, pulau sekecil ini, juga punya daya jual berdasarkan sejarah dan kebudayaannya," kata dia.
Staf ahli Direktur Jenderal Kebudayaan itu mengatakan tinggalan budaya yang ada di Kisar bukan hanya warisan bagi masyarakat setempat, tetapi juga bagian dari kekayaan budaya dan peradaban bangsa Indonesia.
Surya Helmi, tim ahli cagar budaya nasional lainnya, menjelaskan suatu situs ditetapkan sebagai cagar budaya berdasarkan surat keputusan bupati dan gubernur setempat, serta surat rekomendasi dari tim ahli cagar budaya di daerah.
Karena Kabupaten Maluku Barat Daya belum memiliki tim pengkaji cagar budaya, maka tim ahli cagar budaya nasional bisa menyampaikan rekomendasi mengenai penetapan cagar budaya di wilayah tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2018
"Pulau Kisar adalah salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki tinggalan `rock art` atau seni cadas paling banyak, ini adalah nilai dari peradaban yang harus dilindungi. Pendataan situs-situs kami lakukan untuk diregistrasi sebagai cagar budaya nasional," kata Kepala BPCB Maluku Utara Muhammad Husni di Wonreli, Minggu.
BPCB Maluku Utara, yang wilayah kerjanya meliputi Provinsi Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat, memulai pendataan peninggalan sejarah dan budaya di Pulau Kisar pada 16 November 2018.
Kegiatan pendataan dimulai dengan sosialisasi mengenai cagar budaya di Wonreli, Kecamatan Pulau-Pulau Terselatan, dengan melibatkan tim ahli cagar budaya nasional seperti Surya Helmi dan Idham Bachtiar Setiadi.
Selain itu ada Dr Mahirta, dosen sekaligus peneliti arkeologi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) yang meneliti lukisan cadas di Kisar, serta Muhammad Nur, dosen dan peneliti arkeologi dari Universitas Hasanudin (Unhas) yang masuk tim pengkaji cagar budaya di Maros, Sulawesi Selatan.
Husni mengatakan Pulau Kisar memiliki beragam peninggalan sejarah dan budaya, mulai dari seni cadas prasejarah berupa lukisan-lukisan, rumah-rumah tua, patung dan lutur sebagai penanda hunian-hunian masa lalu, hingga benteng kolonial.
Seni cadas prasejarah di gua tersebar hampir di seluruh wilayah Pulau Kisar, jumlah objek dan kepadatannya jauh lebih banyak dibandingkan dengan 15 pulau terdepan, terluar dan tertinggal lainnya di Provinsi Maluku.
"Kisar sudah lama menjadi perhatian peneliti dan arkeolog tanah air dan mancanegara, riset-riset terkait lukisan-lukisan prasejarah telah dilakukan sejak tahun 2014, tahun depan akan ada riset terkait penentuan usia lukisan dan situs gua," kata Husni.
Anggota tim ahli cagar budaya nasional Idham Bachtiar Setiadi menjelaskan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya mengatur dengan jelas perlindungan dan pengembangan cagar budaya, termasuk pemanfaatannya sebagai daya tarik wisata oleh pemerintah dan masyarakat tempat situs budaya dan sejarah berada.
"Negara-negara Eropa berlomba-lomba mencari peninggalan budaya untuk menunjukan peradaban mereka yang paling tua, Indonesia juga punya peradaban yang sama tuanya. Orang-orang di Kisar, pulau sekecil ini, juga punya daya jual berdasarkan sejarah dan kebudayaannya," kata dia.
Staf ahli Direktur Jenderal Kebudayaan itu mengatakan tinggalan budaya yang ada di Kisar bukan hanya warisan bagi masyarakat setempat, tetapi juga bagian dari kekayaan budaya dan peradaban bangsa Indonesia.
Surya Helmi, tim ahli cagar budaya nasional lainnya, menjelaskan suatu situs ditetapkan sebagai cagar budaya berdasarkan surat keputusan bupati dan gubernur setempat, serta surat rekomendasi dari tim ahli cagar budaya di daerah.
Karena Kabupaten Maluku Barat Daya belum memiliki tim pengkaji cagar budaya, maka tim ahli cagar budaya nasional bisa menyampaikan rekomendasi mengenai penetapan cagar budaya di wilayah tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2018