Wonreli, 18/11 (Antaranews Maluku) - Arkeolog dari Universitas Hasanudin (Unhas) Makasar, Muhammad Nur mengatakan seni cadas atau rock art prasejarah berupa lukisan yang tersebar di gua-gua di Pulau Kisar, Kabupaten Maluku Barat Daya merupakan peninggalan budaya yang menjadi potensi pariwisata dan bisa menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD) setempat.

"Lukisan-lukisan itu adalah potensi yang bisa dikembangkan dan dimanfaatkan sebagai lokasi wisata, bisa menghasilkan PAD juga," katanya di Wonreli, Pulau Kisar, Minggu.

Selain arkeolog yang aktif meneliti peninggalan prasejarah, Muhammad Nur adalah dosen arkeologi di Unhas dan tim ahli cagar budaya Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Ia berada di Wonreli, Kecamatan Pulau-Pulau Terselatan untuk membantu Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Maluku Utara mengkaji situs-situs budaya di Pulau Kisar.

Muhammad Nur mengatakan, sama halnya dengan Pulau Kisar, Maros juga memiliki lukisan prasejarah yang tersebar di tujuh gua di kawasan Leang-Leang. Gua-gua tersebut sudah teregistrasi sebagai cagar budaya nasional.

Lukisan-lukisan di komplek cagar budaya gua prasejarah Leang-Leang berasal dari masa plestosen, sekitar 20.000 hingga 40.000 tahun lalu. Satu sampel lukisan cap tangan di gua timpuseng diketahui berusia 39.000 tahun yang lalu.

Sejak dikembangkan dan dimanfaatkan sebagai kawasan wisata, PAD yang didapat dari retribusi pada tahun pertama bahkan melampai PAD Maros yang sebelumnya hanya bertumpu pada produksi semen.

Kisar, kata dia, juga bisa melakukan hal yang sama, melindungi lukisan-lukisan prasejarah yang ada, kemudian mengembangkan dan memanfaatkannya sebagai kawasan pariwisata.

"Yang pertama adalah situs budaya itu harus ditetapkan sebagai cagar budaya yang teregistrasi, secara hukum kita sudah melindunginya, kita bisa melarang orang karena ada payung hukumnya.

Pemanfaatannya secara langsung akan dirasakan juga oleh masyarakat," ucapnya.

Menjadikan situs budaya sebagai kawasan pariwisata, menurut Muhammad Nur, tidak bisa hanya mengandalkan objek cagar budayanya, tetapi juga harus didukung dengan fasilitas dan spot wisata lainnya, sehingga orang-orang yang berwisata ke sana juga bisa menikmati suguhan menarik lainnya.

Ia mencontohkan, kawasan wisata Ramang-Ramang yang saat ini sedang populer di Maros. Selain bisa berfoto dan menikmati pemandangan di objek gua yang ada, wisatawan juga bisa menikmati asyiknya naik perahu mengelilingi sungai Ramang-Ramang.

"Ada spot-spot di mana lukisan-lukisan itu menjadi pusat dari apa yang dijual, tapi lukisan juga tidak bisa berdiri sendiri harus ditunjang dengan atraksi-atraksi yang lain, yang lebih modern dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat saat ini," ujarnya.

Wakil Bupati Maluku Barat Daya Benyamin Thomas Noach dalam kesempatan terpisah mengatakan, adanya lukisan-lukisan prasejarah di Pulau Kisar menjadi penanda bahwa peradaban di wilayah tersebut sudah berkembang sejak masa lampau.

Kendati hingga saat ini lukisan-lukisan yang tersebar hampir di seluruh pulau belum mendapatkan penanggalan yang pasti, penemuan itu menjadi titik awal untuk mengetahui seberapa tua usia peradaban di Kisar.

"SK maupun Perda untuk perlindungan terhadap situs budaya sudah pasti, kami hanya menunggu rekomendasi dari BPCB. Lukisan-lukisannya memang belum ada usia pasti, tapi mata kail yang ditemukan di Kisar sudah diteliti usianya 15.000 tahun, ini menandakan bahwa orang-orang Kisar sudah memiliki pengetahuan sejak beribu-ribu tahun lalu," ucapnya.

Pewarta: Shariva Alaidrus

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2018