Wonreli, Maluku, 22/11 (Antaranews Maluku) - Seni cadas atau rock art berupa lukisan-lukisan cap tangan yang tertera di dinding gua-gua di Pulau Kisar, Kabupaten Maluku Barat Daya(MBD), Provinsi Maluku, diperkirakan berasal dari masa plestosen akhir hingga periode holosen awal, sekitar 40.000 hingga 8.000 tahun lalu.
"Kemungkinan lukisan cap tangan di Kisar dari masa plestosen akhir hingga periode awal holosen. Holosen merupakan budaya peradaban global pertama karena ditemukan di Eropa, Asia dan Australia," kata arkeolog Dr.Muhammad Nur, di Wonreli, Kecamatan Pulau-Pulau Terselatan, Kamis.
Dr. Muhammad Nur merupakan seorang arkeolog dan dosen di Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, juga tim ahli cagar budaya Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.
Ia berada di Pulau Kisar sejak 15 November 2018 untuk membantu tim Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Maluku Utara mengkaji peninggalan sejarah dan budaya di sana, salah satunya adalah seni cadas prasejarah.
Muhammad mengatakan, ada dua jenis lukisan cap tangan prasejarah, yakni hand print, tangan dicelupkan ke dalam pewarna atau tinta kemudian ditempelkan ke dinding, dan hand stensil, tangan ditempelkan ke dinding kemudian disemprot dengan pewarna.
Para arkeolog di dunia telah berhasil mengidentifikasi seni cadas hand stensil. Motif dengan teknik semprot tersebut merupakan salah satu budaya akhir masa plestosen, yang berkaitan dengan akhir masa purba Paleolitikum atau zaman batu tua.
Sejauh ini lukisan cap telapak tangan yang pernah ditemukan di Pulau Kisar oleh arkeolog, Dr. Mahirta dari Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Prof. Sue O`Connor dari The Australian National University (ANU), adalah jenis lukisan hand stensil berwarna merah.
Lukisan-lukisan itu tersebar hampir di seluruh wilayah Pulau Kisar, beberapa di antaranya adalah lukisan cap tangan sampai dengan lengan.
Kendati belum diteliti usianya, kata Muhammad, jika dilihat dari segi teknik, warna, variasi dan pola-pola penempatan di dalam gua, lukisan cap tangan yang tersebar di Pulau Kisar memiliki kesamaan dengan lukisan di komplek cagar budaya gua prasejarah Leang-Leang di Maros.
Lukisan cap tangan di komplek cagar budaya gua prasejarah Leang-Leang telah diteliti berasal dari masa plestosen, sekitar 20.000 hingga 40.000 tahun lalu. Satu sampel lukisan di gua timpuseng diketahui berusia 39.000 tahun yang lalu.
"Sejauh ini yang kami melihat tidak ada lukisan dengan teknik hand print, hanya hand stensil, sama persis dengan yang terdapat di Leang-Leang. Biasanya pewarna merah yang digunakan berasal dari hematit dicampur bahan organik agar menyatu dengan dinding gua," ujar Muhammad.
Selain lukisan cap tangan, gua-gua di Pulau Kisar juga menyimpan beragam lukisan dengan motif lain, seperti gambar manusia menari, beberapa pola binatang, perahu dan motif lainnya dalam warna merah, salah satunya di gua Here Sorot di Pantai Wosi yang berhadapan dengan Timor Leste.
Menurut Muhammad, lukisan-lukisan dengan motif manusia, binatang dan perahu dengan warna hitam adalah motif budaya prasejarah ras austronesia, usianya jauh lebih muda dari lukisan cap tangan.
"Dari segi ragam dan motif, lukisan-lukisan selain cap tangan di Kisar memiliki kesamaan motif dengan budaya prasejarah ras austronesia, tapi dari segi warna tidak memiliki kemiripan. Lukisan motif budaya prasejarah ras austronesia berwarna hitam, tetapi di Kisar warnanya merah," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2018
"Kemungkinan lukisan cap tangan di Kisar dari masa plestosen akhir hingga periode awal holosen. Holosen merupakan budaya peradaban global pertama karena ditemukan di Eropa, Asia dan Australia," kata arkeolog Dr.Muhammad Nur, di Wonreli, Kecamatan Pulau-Pulau Terselatan, Kamis.
Dr. Muhammad Nur merupakan seorang arkeolog dan dosen di Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, juga tim ahli cagar budaya Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.
Ia berada di Pulau Kisar sejak 15 November 2018 untuk membantu tim Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Maluku Utara mengkaji peninggalan sejarah dan budaya di sana, salah satunya adalah seni cadas prasejarah.
Muhammad mengatakan, ada dua jenis lukisan cap tangan prasejarah, yakni hand print, tangan dicelupkan ke dalam pewarna atau tinta kemudian ditempelkan ke dinding, dan hand stensil, tangan ditempelkan ke dinding kemudian disemprot dengan pewarna.
Para arkeolog di dunia telah berhasil mengidentifikasi seni cadas hand stensil. Motif dengan teknik semprot tersebut merupakan salah satu budaya akhir masa plestosen, yang berkaitan dengan akhir masa purba Paleolitikum atau zaman batu tua.
Sejauh ini lukisan cap telapak tangan yang pernah ditemukan di Pulau Kisar oleh arkeolog, Dr. Mahirta dari Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Prof. Sue O`Connor dari The Australian National University (ANU), adalah jenis lukisan hand stensil berwarna merah.
Lukisan-lukisan itu tersebar hampir di seluruh wilayah Pulau Kisar, beberapa di antaranya adalah lukisan cap tangan sampai dengan lengan.
Kendati belum diteliti usianya, kata Muhammad, jika dilihat dari segi teknik, warna, variasi dan pola-pola penempatan di dalam gua, lukisan cap tangan yang tersebar di Pulau Kisar memiliki kesamaan dengan lukisan di komplek cagar budaya gua prasejarah Leang-Leang di Maros.
Lukisan cap tangan di komplek cagar budaya gua prasejarah Leang-Leang telah diteliti berasal dari masa plestosen, sekitar 20.000 hingga 40.000 tahun lalu. Satu sampel lukisan di gua timpuseng diketahui berusia 39.000 tahun yang lalu.
"Sejauh ini yang kami melihat tidak ada lukisan dengan teknik hand print, hanya hand stensil, sama persis dengan yang terdapat di Leang-Leang. Biasanya pewarna merah yang digunakan berasal dari hematit dicampur bahan organik agar menyatu dengan dinding gua," ujar Muhammad.
Selain lukisan cap tangan, gua-gua di Pulau Kisar juga menyimpan beragam lukisan dengan motif lain, seperti gambar manusia menari, beberapa pola binatang, perahu dan motif lainnya dalam warna merah, salah satunya di gua Here Sorot di Pantai Wosi yang berhadapan dengan Timor Leste.
Menurut Muhammad, lukisan-lukisan dengan motif manusia, binatang dan perahu dengan warna hitam adalah motif budaya prasejarah ras austronesia, usianya jauh lebih muda dari lukisan cap tangan.
"Dari segi ragam dan motif, lukisan-lukisan selain cap tangan di Kisar memiliki kesamaan motif dengan budaya prasejarah ras austronesia, tapi dari segi warna tidak memiliki kemiripan. Lukisan motif budaya prasejarah ras austronesia berwarna hitam, tetapi di Kisar warnanya merah," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2018