Ternate, 2/1 (ANTARA News) - Kepolisian di Maluku Utara diminta mengusut dan memproses secara hukum oknum yang menyebarkan berita bohong mengenai akan terjadinya gempa bumi dan tsunami di daerah itu.
"Berita bohong akan terjadinya gempa bumi dan tsunami itu telah menimbulkan keresahan di masyarakat, bahkan banyak warga yang harus mengungsi ke tempat aman," kata anggota DPRD Maluku Utara Irfan Umasugi di Ternate, Rabu.
Dia mengatakan seperti masyarakat di Tobelo, Kabupaten Halmahera Utara pada Senin lalu mengungsi ke lokasi lebih tinggi, karena mendengar isu akan terjadinya gempa bumi dan tsunami, sebelumnya juga masyarakat di sejumlah wilayah di Ternate dan Tidore Kepulauan juga terpaksa mengungsi.
Menurut dia, sikap masyarakat seperti itu dapat dipahami, walaupun mereka hanya sebatas mendengar isu karena sudah melihat fakta mengenai kehancuran yang diakibatkan bencana gempa bumi dan tsunami di Palu, Sulawesi Tengah dan terakhir di Selat Sunda.
Oleh karena itu, katanya, kalau oknum penyebar berita bohong mengenai gempa bumi dan tsunami dibiarkan begitu saja, dikhawatirkan masyarakat akan selalu diresahkan dengan berita seperti itu dan tidak tertutup kemungkinan akan memberi efek buruk bagi jiwa mereka.
Sebelumnya Kepala BMKG Stasiun Geofisika Ternate, Kustoro Hariyatmoko mengatakan seharusnya jika mendengar isu akan terjadi gempa bumi dan tsunami masyarakat tidak perlu terpengaruh karena dapat dipastikan berita itu bohong.
Karena, kata dia, sampai saat ini belum ada ahli dan teknologi yang bisa memastikan kapan atau lokasi gempa bumi, kecuali untuk tsunami bisa diprediksi tetapi itu pun ada kreterianya di antaranya ada gempa berkuatan di atas 7,0 SR dan pusat gempanya di laut.
Namun demikian, ia mengimbau kepada masyarakat di Maluku Utara untuk tetap waspada, karena Maluku Utara berada di jalur rawan gempa dan itu ditandai dengan seringnya terjadi gempa di daerah ini.
Selama 2018 misalnya di Maluku Utara terjadi lebih dari 900 kali gempa, namun yang dirasakan hanya 22 kali gempa dengan kekuatan paling tinggi 5,4 SR dan sesuai data yang ada tidak menimbulkan korban jiwa atau kerusakan fisik yang signifikan.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2019
"Berita bohong akan terjadinya gempa bumi dan tsunami itu telah menimbulkan keresahan di masyarakat, bahkan banyak warga yang harus mengungsi ke tempat aman," kata anggota DPRD Maluku Utara Irfan Umasugi di Ternate, Rabu.
Dia mengatakan seperti masyarakat di Tobelo, Kabupaten Halmahera Utara pada Senin lalu mengungsi ke lokasi lebih tinggi, karena mendengar isu akan terjadinya gempa bumi dan tsunami, sebelumnya juga masyarakat di sejumlah wilayah di Ternate dan Tidore Kepulauan juga terpaksa mengungsi.
Menurut dia, sikap masyarakat seperti itu dapat dipahami, walaupun mereka hanya sebatas mendengar isu karena sudah melihat fakta mengenai kehancuran yang diakibatkan bencana gempa bumi dan tsunami di Palu, Sulawesi Tengah dan terakhir di Selat Sunda.
Oleh karena itu, katanya, kalau oknum penyebar berita bohong mengenai gempa bumi dan tsunami dibiarkan begitu saja, dikhawatirkan masyarakat akan selalu diresahkan dengan berita seperti itu dan tidak tertutup kemungkinan akan memberi efek buruk bagi jiwa mereka.
Sebelumnya Kepala BMKG Stasiun Geofisika Ternate, Kustoro Hariyatmoko mengatakan seharusnya jika mendengar isu akan terjadi gempa bumi dan tsunami masyarakat tidak perlu terpengaruh karena dapat dipastikan berita itu bohong.
Karena, kata dia, sampai saat ini belum ada ahli dan teknologi yang bisa memastikan kapan atau lokasi gempa bumi, kecuali untuk tsunami bisa diprediksi tetapi itu pun ada kreterianya di antaranya ada gempa berkuatan di atas 7,0 SR dan pusat gempanya di laut.
Namun demikian, ia mengimbau kepada masyarakat di Maluku Utara untuk tetap waspada, karena Maluku Utara berada di jalur rawan gempa dan itu ditandai dengan seringnya terjadi gempa di daerah ini.
Selama 2018 misalnya di Maluku Utara terjadi lebih dari 900 kali gempa, namun yang dirasakan hanya 22 kali gempa dengan kekuatan paling tinggi 5,4 SR dan sesuai data yang ada tidak menimbulkan korban jiwa atau kerusakan fisik yang signifikan.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2019