Ambon, 17/1 (ANTARA News) - Jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Tual, Chrisman Sahetapy selaku tergugat tidak menghadiri panggilan majelis hakim Pengadilan Negeri Ambon untuk mengikuti sidang perdana permohonan peninjauan kembali yang diajukan Aziz Fidmatan.

"Kami sudah melayangkan surat panggilan terhadap tergugat namun hari ini tidak hadir sehingga sidang ditunda hingga dua pekan ke depan untuk mengirimkan surat panggilan baru," kata ketua majelis hakim PN setempat, Jimmy Wally didampingi Ronny Felix Wuisan dan Jefry Yefta Sinaga selaku hakim anggota di Ambon, Kamis.

Penundaan sidang PK selama dua pekan ini disebabkan majelis hakim harus mengirimkan surat panggilan ke Kejari Tual yang merupakan tempat tergugat menjalankan tugasnya.

Menurut majelis hakim, walau pun tergugat misalnya sedang berada di Kota Ambon tetapi surat pemanggilan dari pengadilan harus dialamatkan ke Kejari Tual sehingga sidang PK ditunda hingga 31 Januari 2019.

Aziz Fidmatan adalah mantan bendahara panitia proyek pembangunan SMAN Toyando Tam tahun 2008/2009 yang divonis Mahkamah Agung selama dua tahun penjara yang terus berjuang mencari keadilan untuk memulihkan nama baiknya dengan mengajukan permohonan PK di PN Ambon.

Upaya hukum PK ini ditempuh Aziz karena memiliki sejumlah novum atau alat bukti baru yang dipakai sebagai pertimbangan dan nantinya akan diungkap dalam persidangan.

Selain Aziz, dua rekannya yang divonis penjara adalah Saifudin Nuhuyanan selaku mantan Kadis Pendidikan Kota Tual dan Akib Hanubun selaku ketua panitia pembangunan satu unit sekolah baru (SUB) SMAN Toyando Tam senilai Rp310 juta.

Meski pun sisa pengerjaan pemasangan keramik pada lantai baru rampung tahun 2015 namun sejak tahun 2010, sekolah tersebut telah dipakai dan meluluskan banyak siswa hingga saat ini.

Akibat persoalan hukum dimaksud, Aziz juga berharap kepada Forum ASN Pejuang Keadilan yang saat ini sementara mengajukan judicial review pasal 87 UU ASN terkait SKB tiga menteri.

"Saya menyampaikan suara hati nurani mewakili rekan-rekan ASN di seluruh Indonesia dalam menghadapi hidup-mati dipecat tanpa mempertimbangkan hak asasi untuk hidup dan dedikasi serta loyaitas kepada bangsa dan negara," katanya.

Dia juga mengharapkan pemerintah dibawah pimpinan Presiden Joko Widodo cq pemerintah daerah di seluruh Indonesia agar pemberlakuan SKB tersebut tidak berlaku surut dengan pertimbangan azas keadilan hukum.

Alasannya dalam hal amar putusan pengadilan tipikor, sebagaimana fakta hukum khusus terdakwa/terpidana ASN tidak tercantum hukuman tambahan lainnya yang diatur oleh UU seperti perintah pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) atau pencabutan haknya sebagai ASN.

Pewarta: Daniel Leonard

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2019