Aksi demonstrasi puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cabang Ambon di gedung DPRD Maluku menuntut pemerintah melegalkan miras tradisional jenis sopi.
Namun, aksi demo di Ambon, Selasa itu, berakhir ricuh akibat pernyataan wakil ketua komisi D DPRD Maluku, John Rahantokman yang menyatakan akan segera berangkat ke Kota Tual dan Kabupaten Maluku Tenggara untuk melakukan agenda pengawasan.
Rahantoknam saat menerima para pendemo mengatakan, saat ini Rancangan Peraturan Daerah tentang miras tradisional jenis sopi memang sudah sampai ke Kementerian Dalam Negeri.
"Kita sudah menyampaikan raperda ini kepada Kemendagri untuk dipelajari dan natinya akan dilihat, apakah akan diterima atau dikembalikan untuk diperbaiki, itulah yang belum kami tahu," kata Rahantoknam singkat.
Namun sayangnya, pada saat pertemuan antara Rahatoknam dan para pendemo di ruang rapat paripurna, terjadi kericuhan.
Kericuhan ini dipicu oleh pernyataan Rhantoknam kalau dirinya harus berangkat ke Tual, untuk melaksanakan tugas pengawasan. "Ayo kita keluar saja," teriak para pendemo sambil keluar dari ruang rapat paripurna.
Namun, setelah Plh Sekretaris DPRD Provinsi Maluku, Bodewin Wattimena, menjelaskan alasan ketidakhadiran anggota DPRD Provinsi Maluku di kantor, para pendemo ini akhirnya membubarkan diri dengan tertib.
Desakan terhadap pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota untuk melegalkan sopi karena bisa membawa keuntungan bagi daerah, jika diekspor ke luar negeri dan diharapkan tidak ada pihak yang menghalang-halangi agar sopi bisa dilegalkan.
Menurut Edowardo Sopaheluwakan selaku korlap saat berorasi mengatakan, memproduksi serta menjual sopi sudah menjadi mata pencaharian sebagian masyarakat di Maluku.
Selain itu, sopi juga merupakan minuman khas masyarakat adat di daerah berjulukan raja-raja ini.
"Kami bisa menyelesaikan sekolah hanya dengan sopi, karena memang orang tua kami yang memproduksi dan menjualnya. Banyak warga Maluku yang sukses, lantaran sopi, sehingga kami minta untuk segera dilegalkan," teriak dia.
Untuk itu GMKI berharap DPRD Provinsi Maluku periode 2019-2024 bisa fokus membahas masalah sopi pada Prolegda.
"Kami minta masyarakat Maluku jangan mau didoktrin dengan kalimat konflik kerap terjadi di tengah masyarakat Maluku karena sopi karena hal ini sama saja menghina, melecehkan dan melacurkan simbol adat masyarakat Maluku," kata dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2019
Namun, aksi demo di Ambon, Selasa itu, berakhir ricuh akibat pernyataan wakil ketua komisi D DPRD Maluku, John Rahantokman yang menyatakan akan segera berangkat ke Kota Tual dan Kabupaten Maluku Tenggara untuk melakukan agenda pengawasan.
Rahantoknam saat menerima para pendemo mengatakan, saat ini Rancangan Peraturan Daerah tentang miras tradisional jenis sopi memang sudah sampai ke Kementerian Dalam Negeri.
"Kita sudah menyampaikan raperda ini kepada Kemendagri untuk dipelajari dan natinya akan dilihat, apakah akan diterima atau dikembalikan untuk diperbaiki, itulah yang belum kami tahu," kata Rahantoknam singkat.
Namun sayangnya, pada saat pertemuan antara Rahatoknam dan para pendemo di ruang rapat paripurna, terjadi kericuhan.
Kericuhan ini dipicu oleh pernyataan Rhantoknam kalau dirinya harus berangkat ke Tual, untuk melaksanakan tugas pengawasan. "Ayo kita keluar saja," teriak para pendemo sambil keluar dari ruang rapat paripurna.
Namun, setelah Plh Sekretaris DPRD Provinsi Maluku, Bodewin Wattimena, menjelaskan alasan ketidakhadiran anggota DPRD Provinsi Maluku di kantor, para pendemo ini akhirnya membubarkan diri dengan tertib.
Desakan terhadap pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota untuk melegalkan sopi karena bisa membawa keuntungan bagi daerah, jika diekspor ke luar negeri dan diharapkan tidak ada pihak yang menghalang-halangi agar sopi bisa dilegalkan.
Menurut Edowardo Sopaheluwakan selaku korlap saat berorasi mengatakan, memproduksi serta menjual sopi sudah menjadi mata pencaharian sebagian masyarakat di Maluku.
Selain itu, sopi juga merupakan minuman khas masyarakat adat di daerah berjulukan raja-raja ini.
"Kami bisa menyelesaikan sekolah hanya dengan sopi, karena memang orang tua kami yang memproduksi dan menjualnya. Banyak warga Maluku yang sukses, lantaran sopi, sehingga kami minta untuk segera dilegalkan," teriak dia.
Untuk itu GMKI berharap DPRD Provinsi Maluku periode 2019-2024 bisa fokus membahas masalah sopi pada Prolegda.
"Kami minta masyarakat Maluku jangan mau didoktrin dengan kalimat konflik kerap terjadi di tengah masyarakat Maluku karena sopi karena hal ini sama saja menghina, melecehkan dan melacurkan simbol adat masyarakat Maluku," kata dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2019