Bank Indonesia (BI) Perwakilan Maluku Utara (Malut) terus mendorong para petani di daerah ini mengembangkan pola pertanian terintegrasi untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi biaya produksi.
Kepala BI Perwakilan Malut Gatot Miftahul Manan di Ternate, Senin, mengatakan pola pertanian terintegrasi yang dapat dikembangkan para petani di Malut di antaranya dalam pengembangan tanaman bawang dengan peternakan sapi.
Melalui pola pertanian terintegrasi antara pengembangan tanaman bawang dengan peternakan sapi, petani dapat memanfaatkan kotoran sapi sebagai pupuk setelah terlebih dahulu menjadi pupuk organik, yang kontribusinya terhadap peningkatan produksi tanaman tidak kalah jika dibandingkan dengan pupuk kimia.
Justru dengan menggunakan pupuk organik dari kotoran sapi, menurut Gatot Miftahul Manan, petani tidak saja menghemat biaya produksi karena tidak perlu membeli pupuk, juga dapat mendukung keberlangsungan kesuburan lahan yang lebih ramah lingkungan.
Untuk satu hektare tanaman bawang cukup memelihara tiga ekor sapi dengan catatan sapi harus dikandangkan agar lebih mudah untuk memproses kotorannya menjadi pupuk organik.
Khusus menyinggung pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, Gatot Miftahul Manan mengatakan tidak boleh lengah dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, karena pendukung utamanya adalah sektor pertambangan.
Pertumbuhan ekonomi di Malut seharusnya lebih banyak didukung sektor pertanian, perikanan, perkebunan dan pariwisata, karena selain menjadi aktivitas utama masyarakat di Malut, juga memiliki keberlangsungan.
"Kalau sektor pertambangan memiliki batasan waktu tertentu dan kalau pun memberi kontribusi ekonomi juga dalam jangka panjang membawa dampak terhadap kelestarian lingkungan sekitar," katanya.
Oleh karena itu semua pihak terkait di Malut harus saling mendukung untuk mendorong pengembangan sektor tersebut agar pertumbuhan ekonomi di daerah ini tidak hanya selalu ditopang sektor pertambangan.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2019
Kepala BI Perwakilan Malut Gatot Miftahul Manan di Ternate, Senin, mengatakan pola pertanian terintegrasi yang dapat dikembangkan para petani di Malut di antaranya dalam pengembangan tanaman bawang dengan peternakan sapi.
Melalui pola pertanian terintegrasi antara pengembangan tanaman bawang dengan peternakan sapi, petani dapat memanfaatkan kotoran sapi sebagai pupuk setelah terlebih dahulu menjadi pupuk organik, yang kontribusinya terhadap peningkatan produksi tanaman tidak kalah jika dibandingkan dengan pupuk kimia.
Justru dengan menggunakan pupuk organik dari kotoran sapi, menurut Gatot Miftahul Manan, petani tidak saja menghemat biaya produksi karena tidak perlu membeli pupuk, juga dapat mendukung keberlangsungan kesuburan lahan yang lebih ramah lingkungan.
Untuk satu hektare tanaman bawang cukup memelihara tiga ekor sapi dengan catatan sapi harus dikandangkan agar lebih mudah untuk memproses kotorannya menjadi pupuk organik.
Khusus menyinggung pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, Gatot Miftahul Manan mengatakan tidak boleh lengah dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, karena pendukung utamanya adalah sektor pertambangan.
Pertumbuhan ekonomi di Malut seharusnya lebih banyak didukung sektor pertanian, perikanan, perkebunan dan pariwisata, karena selain menjadi aktivitas utama masyarakat di Malut, juga memiliki keberlangsungan.
"Kalau sektor pertambangan memiliki batasan waktu tertentu dan kalau pun memberi kontribusi ekonomi juga dalam jangka panjang membawa dampak terhadap kelestarian lingkungan sekitar," katanya.
Oleh karena itu semua pihak terkait di Malut harus saling mendukung untuk mendorong pengembangan sektor tersebut agar pertumbuhan ekonomi di daerah ini tidak hanya selalu ditopang sektor pertambangan.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2019